A. Makanan
·
Al-Qur’an dan Terjemahan
Artinya: “Wahai orang-orang yang
beriman, makanlah diantara makanan yang baik-baik yang kami berikan kepadamu,
dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu benar-benar hanya kepada-Nya
menyembah.” (QS. Al-Baqarah: 172).
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang ketika
disembelih disebut nama selain Allah. Tetapi barangsiapa berada dalam keadaan
terpaksa sedangkan ia tidak menginginkan hal itu dan ia tidak menjadi seorang
pendurhaka maka tidaklah berdosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Baqarah: 173).
Artinya: “Diharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih karena selain Allah, yang
tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam oleh binatang
buas kecuali sempat kamu sembelih, dan yang disembelih di atas berhala dan
mengundi nasib dengan anak panah. Demikian itu adalah kefasikan. Pada hari ini
orang kafir telah putus asa terhadap agamamu, maka janganlah kamu takut kepada
mereka dan takutlah pada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu,
dan telah Kucukupkan nikmat karunia-Ku, dan telah ku ridhai Islam itu sebagai
agama kalian. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa cenderung
berbuat dosamaka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.” (QS. Al-Maidah:
3).
·
Tafsir Al-Jalalain
(172) Allah memerintahkan
orang-orang yang beriman untuk makan makanan yang baik atau makanan yang halal
yang telah Allah anugerahkan kepada mereka. Dan Allah juga memerintahakan untuk
bersyukur atas anugerah yang dihalalkan itu jika mereka memang benar-benar
hanya menyembah kepada Allah swt.
(173) Allah mengharamkan bangkai,
(hewan yang tidak disembelih menurut syara’, kecuali ikan dan belalang), darah
(yang mengalir seperti yang ada di binatang ternak), daging babi (disebutkan
daging karena inilah maksud utamanya) dan binatang yang disembelih dengan
menyebut nama selain Allah (lafadz “uhilla” atau “ihlal” berarti
menyembelih hewan kurban dengan mengerasakan suara, hal ini dilakukan sebagai
sajian untuk tuhan mereka). Barangsiapa yang terpaksa atau dalam keadaan
darurat dan memakan hewan yang diharamkan tadi, maka diperbolehkan dan tidak
berdosa.
(3) Allah swt. mengharamkan bangkai
untuk dimakan, begitu juga darah, daging babi, dan hewan yang disemeblih karena
selain Allah, hewan yang mati karena tercekik, hewan yang dibunuh dengan cara
dipukul, hewan jatuh dari atas ke bawah lalu mati, hewan yang ditanduk oleh
hewan lain, hewan yang diterkam oleh binatang buas, kecuali yang masih bernapas
dan masih sempat untuk disembelih, dan hewan yang disembelih atas nama berhala,
dan mengundi nasib (menentukan bagian) dengan menggunakan anak panah.
Seluruhnya merupakan bentuk dari penyimpangan.
·
Tafsir Ibnu Katsir
(172) Allah swt memerintahkan
kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk memakan rezeki yang baik yang telah
diberikan Allah kepada mereka, dan hendaknya mereka bersyukur kepada Allah swt
atas hal tersebut, jika mereka benar-benar mengaku sebagai hamba-Nya.
Makan rezeki yang halal merupakan penyebab bagi terkabulnya do’a dan
ibadah, sedangkan makan dari rezeki yang haram dapat menghambat terkabulnya doa
dan ibadah. Setelah Allah menganugerahkan kepada mereka rezeki-Nya dan memeberi
mereka petunjuk agar makan makanan yang halal berikutnya Allah menyebutkan
bahwa Allah tidak mengharamkankan kepada mereka kecuali bangkai.
Yang dimaksud bangkai adalah hewan
yang menemui ajalnya tanpa melalui proses penyembelihan, baik karena tercekik
atau tertusuk, jatuh dari ketinggian atau tertanduk hewan lain, atau dimangsa
oleh binatang buas. Akan tetapi, jumhur ulama mengecualikan masalah ini ialah
bangkai ikan. Air susu bangkai dan telur bangkai yangmasih bersatu dengannya
hukumnya najis-menurut Imam Syafi’i dan lainnya-karena masih merupakan bagian
dari bangkai tersebut. Imam Malik menurut salah satu riwayat mengatakan bahwa air
susu dan telur tersebut suci, hanya saja menjadi najis karena faktor
mujawairah, masih diperselisihkan; tetapi menurut pendapat yang terkena di
kalangan mereka, hukumnya najis. Diharamkan pula atas mereka daging babi, baik
yang disembelih ataupun mati dengan sendirinya. Termasuk ke dalam pengertian
daging babi ialah lemaknya, adakalanya karena faktor prioritas atau karena
pengertian daging mencakup lemaknya juga, atau melalui jalur kiyas menurut
suatu pendapat.
Diharamkan pula hewan yang disembelih bukan karena Allah, yaitu hewan yang
ketika disembelih disebut nama selain Allah, misalnya berhala-berhala,
tandingan-tandingan, dan azlam serta lain sebagainya yang serupa, yang biasa
disebutkan oleh orang-orang Jahiliyah bila menyembelih hewannya.
(173) Selanjutnya Allah swt
memperbolehkan makan semua yang disebutkan tadi dalam keadaan darurat dan
sangat diperlukan bila makananan yang lainnya tidak didapati. Yakni bukan dalam
keadaan maksiat, bukan pula dalam keadaan melampaui batas, tidak ada dosa
baginya makan apa yang telah disebutkan. Apabila orang yang dalam keadaan
terpaksa (darurat) menemukan suatu bangkai dan makanan milik orang lain, sekiranya
tidak ada hukum potong tangan dalam mengambilnya dan tidak ada hukuman lainnya
pula (ta’zir), maka tidak dihalalkan baginya memakan bangkai, melainkan ia
boleh memakan makanan milik orang lain itu. Semua ulama sepakat tanpa ada yang
memperselisihkannya.
(3) Allah Ta'ala melarang hamba-hamba-Nya mengonsumsi
binatang-bina-tang yang mati sebagai bangkai, yaitu binatang
yang mati dengan sendirinya tanpa disembelih atau diburu sebab di dalamnya
terdapat darah beku yang membahayakan agama dan tubuh. Oleh karena itu, Allah
Azza wa Jalla meng-haramkannya. Dikecualikan dari bangkai itu ialah bangkai
ikan karena ikan itu halal, baik mati karena disembelih maupun karena hal lain.
Hal ini didasarkan atas keterangan yang diriwayatkan oleh Malik, Syafi'i,
Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, an-Nasa’i Ibnuu Majah, Ibnuu Khuzaimah, dan Ibnuu
Hibban yang diterima dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw. ditanya ihwal
air laut. Maka beliau bersabda, "Laut itu airnya suci dan bangkainya
halal." (HR Malik, Syafi'i, Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, an-Nasa’i,
dan Ibnu Majah). Demikian pula belalang. la halal sebagaimana menurut
hadits yang akan dikemukakan. Firman Allah, "dan darah", maksudnya
darah yang mengalir. Penggalan ini senada dengan firman Allah, "atau darah
yang mengalir". Demikian menurut pendapat Ibnuu Abbas dan ulama lainnya. Ibnuu
Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnuu Abbas bahwa dia ditanya tentang limpa. Beliau
menjawab: "Makanlah ia". Orang-orang pun berkata, "Limpa itu
adalah darah". Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya darah yang
diharamkan kepadamu hanyalah darah yang mengalir". Demikian pula
diriwayatkan oleh Himad dari Aisyah, dia berkata, "Yang dilarang untuk
dimakan hanyalah darah yang mengalir". Imam Syafi'i meriwayatkan secara
marfu' dari IbnuUmar, dia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda,
"Dihalalkan bagimu dua jenis bangkai dan dua jenis darah. Dua bangkai itu
ialah ikan dan belalang. Dan dua darah ialah hati dan limpa." (HR Syafi'i). Al-A'sya bersyair,
"Jauhilah olehmu bangkai dan jangan mendekatinya. Dan janganlah kamu mengambil
tulang tajam untuk mengalirkan darah". Maksudnya, janganlah kamu melakukan
perilaku jahiliah, yaitu jika ada orang jahiliah lapar maka ia mengambil
sesuatu yang tajam baik berupa tulang maupun selainnya untuk ditorehkan kepada
untanya. Kemudian darah yang mengalir ditampung, lalu diminum. Maka, Allah
mengharamkan darah kepada umat ini. Firman Allah, "daging babi", baik
yang jinak maupun yang liar. Kata "daging" mencakup segala aspeknya,
termasuk lemaknya. Dan kita tidak memerlukan kecerdikan kaum Zhahiriyah yang
merujukkan dhamir dalam "fain-nahu" dalam firman Allah,
"Kecuali ia berupa bangkai, darah yang mengalir, dan daging babi maka
sesungguhnya ia najis" kepada "al-khinzir" sehingga
pengertian "najis" meliputi segala aspek tubuh babi seperti daging,
lemak, dan organ tubuh lainnya; kita tidak memerlukan alasan itu, sebab firman
Allah,"sesungguhnya ia merupakan najis" ini saja sudah mencakup
daging dan seluruh organnya. Adapun pendapat kaum Zhahiri bahwa dhamir itu
kembali kepada "al-khinzir" merupakan pendapat yang janggal, jika
dilihat dari segi linguistik sebab pronomina itu hanya kembali kepada mudhaf,
bukan kepada mudhaf ilaih.
· Tafsir Al-Misbah
(172)
Kesadaran iman yang bersemi di hati mereka menjadikan ajakan Allah kepada
orang-orang beriman sedikit berbeda dengan ajakan-Nya kepada seluruh manusia.
Bagi orag-orang mukmin, tidak lagi disebut kata halal, sebagaimana yang disebut
pada ayat 168 yang lalu, karena keimanan yangbersemi di dalam hati merupakan
jaminan kejauhan mereka dari yang tidak halal. Mereka di sini bahkan diperintah
untuk bersyukur disrtai dengan dorongan kuat yang tercermin pada penutup ayat
172 ini, yaitu bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepada-Nya
kamu meneyembah.
Syukur adalah mengakui dengan
tulus bahwa anugerah yang diperoleh semata-mata bersumber dari Allah sambil
menggunakannya sesuai tujuan penganugerahannya atau menggunakannya pada tempat
yang semestinya.
Setelah menekankan perlunya
makan makanan yang baik-baik, dijelaskan-Nya makanan yang buruk, dalam bentuk
redaksi yang mengesankan bahwa hanya yang disebut itu yang dilarang, walau pada
hakikatnya tidak demikian.
(173) Yang
dimaksud bangkai adalah binatang yang berembus nyawanya tidak melalui
cara yang sah, seperti yang mati tercekik, dipukul, jtuh, ditanduk, dan
diterkam binatang buas, namun tidak sempat disembelih, dan (yang disembelih
untuk berhala). Dikecualikan dari pengertian bangkai adalah binatang air
(ikan dan sebagainya) dan belalang.
(3)
Setelah menuntun kaum muslimin agar mengembangkan rasa sehingga dapat
mengagungkan syiar-syiar Allah, serta mengajarkan agar selalu berlaku adil
walau tetap musuh, sambil menuntun agar membersihkan jiwa dengan ketakwaan
serta menyucikannya dengan amal-amal kebajikan dan menghindari segala macam
yang mengakibatkan kekeruhan jiwa kegelapannya, kini dilanjutkan uraian yang
dijanjikan pada ayat pertama, Anda tentu masih ingat bahwa pada ayat pertama ditegaskan
bahwa, “Dihalalkan bagi kamu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepada kamu...”. Di sisi lain, tuntunan yat ini bia tidak diindahkan dapat
mengakibatkan kekeruhan jiwa den kegelapan sebagaimana akan dikemukakan pada
tempatnya nanti.
Pada ayat ini, Allah swt.
Berfirman: Diharamkan oleh Allah bahkan siapapun atas kamu
memakan bangkai, yaitu binatang yang mati tanpa melalui penyembelihan
yang sah, juga darah yang mengalir sehingga tidak temasuk hati dan
jantung, daging babi, yakni seluruh tubuhnya termasuk lemak dan
kulitnya, demikian juga daging hewan apapun yang disembelih atas nama
selainAllah dalam rangka ibadah atau mudharat yang diduga dapat tercapai
dengan menyembelihnya, dan diharamkan juga yang mati karena tercekik dengan cara atau alat apapun,
disengaja maupun tidak. Demikian juga yang dipukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan yang ditekam binatang buas, kecuali jika binatang-binatang
halal yang mengalami apa yang disebut di atas belum sepenuhnya mati
sehingga sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan juga bagimu apa yang
disembelih atas atau untuk berhala-berhala, apapun berhala itu. Dan
diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah, yang demikian itu
adalah kefasikan, yakni perbuatan yang mengantar pelakunya keluar dari
koridor agama.
Pada hari ini, yakni
ketika turunnya ayat ini pada tanggal 9 Dzul Hijjah tahun ke sepuluh Hijriyah
ketika Nabi saw. Melaksanakan Haji Wada’, atau pada masa kini, orang-orang
yang kafir, baik yang mantap kekufurannya maupun tidak, telah berputus
asa untuk mengalahkan dan memudarkan agama yang kamu bawa dan
juga berputus asa untuk membendung masyarakat yang memeluknya dan sebab itu pula janganlah kamu takut kepada mereka dan
takutlah kepada-Ku semata-mata karena pada hari ini juga telah
Kusempurkan untuk kamu agama kamu, yakni telah Ku-turunkan semua yang kamu
butuhkan dari prinsip-prinsip petunjuk agama yang berkaitan dengan halal dan
haram sehingga kamu hanya menjabarkan dan atau menganalogikannya, dan telah
Ku-cukupkan kepada kamu nikmat-Ku, sehingga kamu tidak butuh lagi kepada
petunjuk agam selainnya, dan telah Ku-ridhai Islam, yakni penyerahan
diri sepenuhnya kepada-Ku menjadi agam bagi kamu. Maka barang siapa
tepaksa, yakni berada dalam kondisi
yang mengancam kelangsungan hidupnya bila dia tidak memakan makanan yang
diharamkan itu karena kelaparan dan tanpa sengaja berbuat dosa, maka dia
dapat memmakannya sekadar untuk melanjutkan napas kehidupannya dan Allah akan
memaafkannya karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.
Ayat di atas tidak menyebut
siapa yang mebgahramkan makanan-makanan yang isebut di sini. Hal itu bukan saja
karena setiap Muslim pasti mengetahui bahwa yang berwenang mengharamkan hanya
Allah swt., tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa apa yang akan diseut berikut
ini sedemikian buruk sehingga saiapapun pasti akan jijik.
B. Minuman
·
Al-Qur’an dan Terjemahan
Artinya: “Mereka menanyakan
kepadamu tentang minuman keras dan berjudi. Katakanlah kepada mereka pada
keduanyadosa besar. Dan beberapa manfaat dari manusia-tetapi-dosa keduanya
lebih besar dari manfaat keduanya. Dan mereka menanyakan kepadamu beberapa yang
akan mereka nafkahkan, Katakanlah kelebihan. Demikianlah dijelaskan-Nya pula
bagimu ayat-ayat, agar kamu memikirkan.” (QS. Al-Baqarah: 219).
Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu dekati shalat sedangkan kamu dalam keadaan mabuk,
sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, dan tidak pula dalam keadaan
junub, kecuali sekadar melewati jalan, hingga kamu mandi terlebih dahulu. Dan
jika kamu sakit atau dalam perjalanan, atau seorang di antara kamu datang dari
tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan kemudian kamu tidak
mendapatkan air, maka bertayammumlah kamu pada tanah yang baik, maka sapulah
muka dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS.
An-Nisaa’: 43).
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya minum khamr, berjudi, berkurban untuk berhala dan mengundi nasib
dengan anak panah adalah perbuatan keji dari perbuatan setan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90).
·
Tafsir Al-Jalalain
(219) Ada yang menayakan tentang
huum dari minuman keras dan berjudi. Lalu dikatakan bahwa dalam keduanya
terdapat dosa besar, karena keduanya menimbulkan persengketaan, penghinaan, dan
kata-kata yang kurang baik. Dan disebutkan bahwa minuman keras itu bermanfaat
karena dapat menimbulkan kegembiraan dan kenikmatan, sedangkan berjudi dapat
mendapatkan uang tanpa susah payah, tapi sebenarnya dosa yang ditimbulkan dari
keduanya itu lebih besar dari manfaatnya. (ayat ini diturunkan karena pada
waktu itu masih ada segolongan umat islam yang masih memeinum khamar). Lalu ada
pula yang menanyakan tentang sesuatau yang bisa dinafkahkan, lalu dikatakan
bahwa sesuatu yang bisa dinafkahkan berupa sesuatu yang lebih dari kebutuhan,
dan tidak diperbolehkan menafkahkan sesuatu yang masih dibutuhkan.
(43) Allah swt. mengharamkan
shalat dalam keadaan mabuk karena minuman keras (ayat ini turun ketika
orang-orang sahalat berjemaah dalam keadaan mabuk) hingga kembali sadar dan
sehat kembali. Diharamkan pula shalat bagi yang junub (kecuali bagi musafir
atau dalam perjalanan, maka boleh hanya melewati masjid tanpa mendiami masjid)
sampai orang tersebut mandi. Bagi orang yang sakit parah (hingga tak boleh
terkena air), dalam perjalanan dan dalam keadaan berhadats besar, orang yang
sudah buang hajat, atau menyentuh perempuan dengan tangan dan kulit lainnya
(dikatakan bersetubuh), lalu tidak menemukan air untuk bersuci setelah berusaha
mencarinya, maka dianjurkan untuk bertayammum dengan tanah yang suci, dengan
cara mengusap wajah dan tangan berikut siku.
(90) Meminum khamar (minuman yang
memabukkan yang bisa menutupi akal sehat), berjudi (taruhan), berkurban untuk
berhala (patung sesembahan) dan juga mengundi nasib dengan menggunakan anak
panah (permainan undian) adalah perbuatan yang keji dan kotor, dan termasuk
perbuatan setan. Maka Allah memerintahkan umat islam untuk menjauhi perbuatan
tersebut agar mendapatkan keberuntungan.
·
Tafsir Ibnu Katsir
(219) Definisi khamr adalah
seperti apa yang dikatakan Amirul Mukminin Umar Bin Khattab, yaitu segala
sesuatu yang menutupi akal (memabukkan). Adapun mengenai dosa kedua perbuatan
tersebut berdasarkan peraturan agama, sedangkan manfaat keduniawannya jika
dipandang sebagai suatu manfaat. Maka manfaatnya terhadap tubuh ialah
mencernakan makanan, mengeluarkan angin, dan mengumpulkan sebagian lemak serta
rasa mabuk yang memusingkan. Termasuk manfaatnya pula memperjualbelikannya dan
memanfaatkan hasilnya. Sedangkan manfaat judi ialah kemenangan yang dihasilkan
oleh sebagian orang yang terlibat di dalamya, maka dari hasil itu ia dapat membelanjakannya
untuk dirinya sendiri dan keluarganya.
Akan tetapi, manfaat dan maslahat
terebut tidaklah sebanding dengan mudharat dan kerusakannya yang jauh lebih
besar daripada manfaatnya, karena kerusakannya berkaitan dengan akal dan agama.
Karena itu, ayat ini merupakan pendahuluan dari pengharaman khamr yang pasti Di
dalam ayat ini pengharaman tidak disebutkan dengan tegas, melainkan dengan
sindiran. Karena itulah maka Umar bin Kahttab r.a ketika dibacakan ayat ini
kepadanya beliau mengatakan, “ ya Allah, berikanlah kami penjelasan tentang
khamr ini dengan penjelasan yang memuaskan.”. Setelah itu barulah turun ayat
yang mengharamkannya di dalam surat Al-Maidah.
(43) Allah swt. melarang orang-orang mukmin
melakukan shalat dalam keadaan mabuk yang membuat seseorang tidak menyadari apa
yang dikatakannya. Dan Allah melarang pula mendekati tempat salat (yaitu
masjid-masjid) bagi orang yang mempunyai jinabah (hadas besar), kecuali jika ia
hanya sekadar melewatinya dari suatu pintu ke pintu yang lain tanpa diam di
dalamnya. Ketentuan hukum ini terjadi sebelum khamr diharamkan, seperti yang
ditunjukkan oleh hadis yang telah kami ketengahkan dalam tafsir ayat surat
Al-Baqarah, yaitu pada firman-Nya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang
khamr dan judi.” (Al- Baqarah: 219), hingga akhir ayat. Rasulullah saw.
membacakannya (sebanyak tiga kali) kepada Umar, maka Umar berkata, "Ya
Allah, jelaskanlah kepada kami masalah khamr ini dengan penjelasan yang
memuaskan."
Ketika ayat ini diturunkan, maka
Nabi Saw. membacakannya kepada Umar. Lalu Umar berkata, "Ya Allah, berilah
kami penjelasan tentang masalah khamr ini dengan penjelasan yang
memuaskan." Setelah itu mereka tidak minum khamr dalam waktu-waktu shalat.
“sehingga kau mengerti apa yang kamu ucapkan”, hal ini merupakan pendapat yang
terbaik dalam definisi mabuk, yaitu orang yang bersangkutan tidak mengerti apa
yang diucapkannya, sebab orang yang mabuk itu badcaan al-Qur’annya pasti akan
ngawur dan tidak direnungi serta tidak ada kekhusuyuan dalam bacaannya.
Berangkat dari pengertian ayat
ini, banyak kalangan imam yang menarik kseimpulan bahwa orang yang jinabah
haram baginya beriam diir di masjid, tapi diperbolehkan kalau sekadar
melewatinya. Termasuk pula dalam pengertian jinabah yakni orang yang sedang
haid atau nifas, tapi ada sebagian ulama yang mengharamkan keduanya melewati
masjid karena dikhawatirkan darahnya akan mengotori masjid. Sebagian ulama juga
berpendapat jika masing-masing keduanya terjamin kebersihannya dan tidak akan
mengotori masjid, maka boleh melewati masjid, tapi jika tidak terjamin,
hukumnya tetap haram, tidak boleh mewati masjid. Seseorang tidak boleh
(mendekati) melaksanakan shalat jika (dalam keadaan berjinabah), keculai dia
seorang musafir yang dalam keadaan jinabah, lalu ia tidak menjumpai air, maka
ia boleh shalat hingga menjumpai air.
Adapun mengenai sakit yang
membolehkan seseorang bertayammum adalah sakit yang mengkhawatirkan akan
matinya salah satu anggota tubuh, atau sakitnya bertambah parah, atau sembuhnya
bertambah lama jika menggunakan air, tetapi ada ulama yang membolehkan
bertayammun hanya karena alasan sakit saja, karena melihat keumuman makna ayat.
(90) Allah swt. berfirrman
melarang hamba-hamba-Nya yang beriman, meminum khamr dan berjudi. Telah
disebutkan dalam sebuah riwayat dari Amir ul Mukminin Ali Ibnuu Abu Talib r.a.,
bahwa ia pernah mengatakan catur itu terma suk judi. Begitu pula menurut apa
yang diriwayatkan oleh Ibnuu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Isa Ibnuu Marhum,
dari Hatim, dari Ja'far Ibnuu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali r.a. Ibnuu Abu
Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad Ibnuu Ismail al-Ahmasi,
telah menceritakan kepada kami Waki*, dari Sufyan, dari Lais, dari Ata,
Mujahid, dan Tawus ,menurut Sufyan atau dua orang dari mereka; mereka telah
mengatakan bahwa segala sesuatu yang memakai taruhan dinamakan judi, hingga
permainan anak-anak yang memakai kelereng.
Telah diriwayatkan pula dari
Rasyid Ibnu Sa'd serta Damrah Ibnu Habib hal yang semisal. Mereka mengatakan,
"Hingga dadu, kelereng, dan biji juz yang biasa dipakai permainan oleh
anak-anak." Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnuu Abbas yang mengatakan
bahwa maisir adalah judi yang biasa dipakai untuk taruhan di masa jahiliah
hingga kedatangan Islam. Maka Allah melarang mereka melakukan perbuatan-perbuatan
yang buruk itu. Az-Zuhri telah meriwayatkan dari al-A'raj yang mengatakan bahwa
maysir ialah mengundi dengan anak panah yang taruhannya berupa harta dan
buah-buahan. Al-Qasim Ibnu Muhammad mengatakan bahwa semua sarana yang melalaikan
orang dari mengingati Allah dan salat dinamakan maysir.
·
Tafsir Al-Misbah
(219) Pernyataan di atas ialah
tentang khamr (minuman keras) dan judi. Ini adalah salah satu bentuk
perolehan dan penggunaan harta yang dilarang sebelum ayat ini (ayat 188) serta
bertentangan dengan menafahkannya di jalan yang baik (ayat 215). Di sisi lain,
sebelum ini telah dielaskan tentang bolehnya makan dan minum di malam hari
Ramadhan, di sini dijelaskan tentang minuman keras yang dirangkaikan dengan
perjudian keran mast=yarakat Jahilaiyah sering minum sambil berjudi. Selain
itu, salaha satu barang rampasan dari kafilah yang dihadang oleh pasuka ‘Abdullah
Ibn Jahsy dengan pertanyaan, “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan
judi.”
Yang disebut (khamr) adalah
segala sesuatau yang memabukkan, apapun bahan mentahnya, minuman yang
berpotensi memabukkan bila diminum dengan kadar normal oleh seorang normal,
minuman itu adalah khamr sehingga haram hukum meminumnya, baik diminum banyak
maupun sedikit serta baik diminum memabukkan secara faktuan atau tidak. Jika
demikian, keharakan minuman keras bukan karena adanya bahan alkoholik pada
minuman itu, atau karena adanya potensi memabukkan. Dari sini, makanan atau
minuman apapun yang berpotensi memabukkan bila dimakan atau diminum oleh orang normal-bukan
orang yang terbiasa meminumya-maka ia adalah khamr. Ada pendapat yang
tidak didukung banyak ulama, dikemukakan ooleh kelompok ulama bermadzhab Hanafi,
mereka menilai bahwa khamr hanya minuman yang terbuat dari anggur.
Adapun minuman lain, seperti yang terbuat dari dari kurma atau gandum dan
lain-lain yang berpotensi memabukkan, ia tidak dinamai khamr, tetapi dinamai
nabidz. Selanjutnya, kelompok ulama ini berpendapat bahwa yang haram
sedikit atau banyak adalah yang terbuat dari anggur, yakni khamr. Sedang
nabidz tidak haram kalau sedikit. Ia baru haram kalau banyak.
Arti kata maysir adalah
judi. Ia terambil akar kata yang berarti gampang. Perjudian dinamai maysir karena
harta hasil perjudian diperoleh dengan cara yang yang gampang, tanpa usaha,
kecuali menggunakan undian yang dibarengi oleh faktor untung-untungan. Nabi
saw. Diperintah Allah untuk menjawab keduan pertanyaan di atas: Katakanlah:
“Pada keduanya itu terdapat dosa besar, seperti hialngnya keseimbangan,
gangguan kesehatan, penipuan dan kebohongan, perolhan harta tanpa hak, benih
permusuhan, dan beberapa manfaat duniawi bagi segelintir manusia,
seperti keuntungan materi, kesenangan sementara, kehangatan di musim dingin,
dan ketersediaan lapangan kerja. Ada juga riwayat yang menderitakan bahwa pada
masa Jahiliyah hasil perjudian mereka sumbangkan kepada fakir miskin. Semua itu
adalah manfaat duniawi, tetapi dosa yang diakibatkan oleh keduanya
lebih besar daripada manfaatnya karena mnafaat tersebut hanya dinikmati
oleh segelintir orang di dunia, dan mereka akan tersiksa kelak di akhirat.
Bahkan, manfaat itu akan mengakibatkan kerugian besar bagi mereka, kalau tidak
di dunia ini, setelah memeinum atau berjudi, pasti di akhirat kelak.
(43) Setelah dalam ayat yang lalu
dilukiskan betapa hebat dan mencekam keberadaan di hadapan Allah pada hari
Kemudian, sampai-sampai seorang yang bereglimang dalam dosa, kalau dapat, ingin
menyatu dengan tanah dan tidak pernah hidup sama sekali, dan bahwa
kekuasaan-Nya yang sedemikian hebat menjadikan seseorang tidak dapat
meneymbunyikan sesuatu. Semua itu menunjukkan bahwa tidak ada yang dapat
selamat kecuali yang suci hati dan anggota badannyamelalui keimanan dan
ketaatan kepada Rasul saw.; makan kini Allah menjelaskan bagaimana seharusnya
seseorang menghadap Allah swt. Dalam kehidupan dunia ini, yakni ketika ia
shalat untuk menyelamatkannya dari keadaan yang mencekam di hari Kemudian itu.
Demikian, lebih kurang al-Biqa’i menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumnya.
Penulis mengemukakan bahwa, jika belum puas dengan penjelasan al-Biqa’i atau
Sayyid Quthub di atas, semoga suatu ketika kita dapat menemukan penjelasan yang
lebih memuaskan. Demikian, Wa Allahu A’lam.
Wahai orang-orang yang beriman, yakni yang membenarkan dengan
hatinya apa yang di ajarkan Allah dan Rasul-Nya, bermula dari mengesakan-Nya
dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, janganlah kamu mendekati
shalat, yakni melaksanakannya atau tempat shalat, lebih-lebih
melaksanakannya, sedang kamu dalam keadaan mabuk, yakni hilang atau
berkurang kesadaranmu akibat minuman keras dan semacamnya, sebagaimana terjadi
pada semetara rekan-rekan kamu yang mabuk sehingga membaca ayat-ayat al-Qur’an
dalam shalat mereka dengan keliru dan tanpa sadar. Tetapi, hendaklah kamu
melaksanakan shalat dengan khusyuk dan penuh kesadaran sehinggga kamu
mengetahui apa yang kamu ucapkan, dan tidak juga dibenarkan bagi kamu
menghampiri masjid dalam keadaan junub, dan tidak juga dibenarkan bagi
kamu menghampiri masjid dalam keadaan junub, baik akibat pertemuan alat
kelaminmu dengan alat kelamin lawan jenismu maupun karena keluar maini dengan
sebab-sebab lainnya, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi yang
disertai dengan niat bersuci. Dan jika kamu sakit yang menjadikan kamu
khawatir bila mandi akan menambah paeah penyakitmu atau memperlambat
kesembuhanmu, atau kamu sedang dalam perjalanan yang jaraknya
menyulitkan, atau salah seorang dari kamu kembali dari tempat yang rendah, yakni
buang air/keluar najis dari salah satu kedua alat pengeluarannya, dubur dan
kemaluan, atau kamu telah menyentuh perempuan, atau perempuan menyentuh
laki-laki dengan persentuhan kulit dengan kulit, lebih-lebih bila bertemu dua
alat kelamin yang berbeda, lalu kamu tidk mendapati air, baik karena
tidak ada ataupun tidak dapat kamu gunakan karena sakit atau untuk digunakan
memenuhi kebutuhan makhluk hidup yang mendesak, maka bertayammumlah dengan
sha’id, yakni tanah yang baik, yakni suci, maka untuk
melaksanakan tayammum itu, sapulah wajah kamu dengan tanah itu, setelah
memukulkan kedua telapak tangan ke tempat dimana tanah berada, dan setelah
itu sapu pula kedua tangan kamu hingga pergelangan atau hingga siku
setelah sekali lagi memukulkan kedua telapak tangan kamu ke tanah. Sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf sehingga Dia tidak menjatuhkan sanksi atas
kasalahan-kesalahan kamu, lagi Maha Pengampun atas kesalahan-kesalahan
kamu.
Ayat di atas mengandung dua macam
hukum. Petama, larangan melaksanakan shalat dalam keadaan mabuk, dan kedua,
larangan mendekati masjid dalam keadaan junub. Ada juga yang memahaminya
dalam arti laranagn mendekati tempat shalat-yakni masjid-dalam keadaan mabuk
dan junub, dan dengan demikian ia hanya bmengandung satu hukum saja.
(90) Setelah menjelaskan persoalan
makanan, kini disinggung-Nya soal minuman yang terlarang dan yang biasa
berkaitan dengan minuman itu. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum
khamr dan segala yang memabukkan walau sedikit, dan ber-judi, bekurban
untuk berhala-berhala, panah-panah yang digunakan mengundi nasib, adalah
kekejian dari aneka perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberunutngan dengan memeroleh semua yang kamu harapkan.
Kata maysir terambil dari
kata yusr yang berarti mudah. Judi dinamai maysir karena
pelakunya memeroleh harta dengan mudah dan kehilangan harta dengan mudah. Kata
ini juga berarti pemotongan dan pembagian. Dahulu, masyarakat
Jahiliyah berjudi dengan unta untuk kemudia mereka potong dan mereka
bagi-bagikan dagingnya sesuai kemenangan yang mereka raih. Dari segi hukum, maysir/judi
adalah segala macam aktifitas yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau
lebih untuk memenangkan suatu pilihan dengan menggunakan uang atau materi
sebagai taruhan.
C. Perdagangan
· Al-Qur’an dan Terjemahan
Artinya: “Wahai orang-orang yang
beriman, maukah kamu aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan
kamu dari adzab yang pedih?.” (QS. As-Shaf: 10).
Artinya: “Yaitu kamu beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu,
itulah yang lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahui.” (QS. As-Shaf: 11).
Artinya: “Niscaya Allah mengampuni
dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn.
Itulah kemenangan yang agung.” (QS. As-Shaf: 12).
Artinya: “Dan (ada lagi) karunia
yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang
dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin.”
(QS. As-Shaf: 13).
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang
yang selalu membaca kitab Allah (Al-Qur’an) dan melaksanakan shalat dan
menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya dengan diam-diam
dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi.”
(QS. Fathir: 29).
Artinya: “Agar Allah
menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karunia-Nya. Sungguh, Allah
Maha Pengampun, Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 30).
Artinya: “Wahai orang-orang yang
beriman, apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari jum’at, maka
segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah: 9).
Artinya: “Dan apabila kamu melihat
perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka
tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah), katakanlah, “Apa yang
ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan,” dan Allah
pemberi rezeki yang terbaik.” (QS. Al-Jumu’ah: 11).
·
Tafsir Al-Jalalain
(10) (Hai orang-orang yang
beriman, maukah kalian Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan
kalian) dapat dibaca tunjiikum dan tunajjiikum, yakni tanpa
memakai tasydid dan dengan memakainya (dari azab yang pedih) yang menyakitkan;
mereka seolah-olah menjawab, mengiyakan. Lalu Allah melanjutkan firman-Nya:
(11) (Yaitu kalian beriman) artinya kalian tetap beriman (kepada Allah dan
Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian. Itulah yang
lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui) bahwasanya hal ini lebih baik
bagi kalian, maka kerjakanlah.
(12) (Niscaya Allah akan mengampuni) menjadi jawab dari syarat yang diperkirakan
keberadaannya; lengkapnya, jika kalian mengerjakannya, niscaya Dia akan
mengampuni (dosa-dosa kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai dan memasukkan kalian ke tempat-tempat tinggal yang
baik di dalam surga ‘Adn) sebagai tempat menetap. (Itulah keberuntungan yang
besar).
(13) (Dan) Dia memberikan kepada kalian nikmat (yang lain yang kalian sukai,
yaitu pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat waktunya. Dan
sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman) yaitu berita
tentang mendapat pertolongan dan kemenangan.
(29) (Sesungguhnya
orang-orang yang selalu membaca) selalu mempelajari (kitab Allah dan mendirikan shalat) yakni
mereka melaksanakannya secara rutin dan memeliharanya (dan menafakahkan sebagian
dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan)
berupa zakat dan lain-lainnya (mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak
akan merugi) tidak bangkrut.
(30) (Agar Allah
menyempurnakan kepada mereka pahala mereka) pahala amal-amal mereka yang telah
disebutkan itu (dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun) terhadap dosa-dosa mereka (lagi Maha Mensyukuri) ketaatan mereka.
(9) (Hai orang-orang yang
beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada) huruf min di sini bermakna
fi, yakni pada (hari Jumat maka bersegeralah kalian) yakni
cepat-cepatlah kalian berangkat (untuk mengingat Allah) yakni salat (dan
tinggalkanlah jual beli) tinggalkanlah transaksi jual beli itu. (Yang demikian
itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui) bahwasanya hal ini lebih
baik, maka kerjakanlah ia.
(11) (Dan apabila mereka
melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya) yakni
kepada barang dagangan, karena barang dagangan itu merupakan kebutuhan yang
mereka perlukan, berbeda dengan permainan (dan mereka tinggalkan kamu) dalam
khotbahmu (dalam keadaan berdiri. Katakanlah, "Apa yang di sisi Allah)
berupa pahala (lebih baik) bagi orang-orang yang beriman (dari permainan dan
perniagaan," dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki) bila dikatakan, setiap
orang itu memberi rezeki kepada keluarganya, maka pengertian yang dimaksud
ialah dari rezeki Allah swt.
·
Tafsir Ibnu Katsir
(10) Dibuat dalam
sebuah percakapan dengan Abdullah bin Salaam bahwa para sahabat (semoga Allah
meridhai mereka), mereka ingin bertanya tentang perbuatan yang Allah cintai yang
harus dilakukan, Allah swt. menurunkan Surah ini, dan, antara lain, ayat ini: (Hai orang-orang yang beriman! Haruskah aku tunjukkan
pada perdagangan yang akan menyelamatkan Anda dari siksaan yang pedih?)
kemudian diinterpretasikan bahwa ini perdagangan besar yang tidak gagal, dan
itu adalah hasil dari apa yang dimaksud, dan menghapus larangan.
(11) (Percaya
kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan kekayaan dan
kehidupan Anda yang terbaik untuk Anda jika Anda tahu), yaitu: dari perdagangan
dunia, dan kerajinannya, dan menangani sendirian.
(12) Lalu ia
berkata: (mengampuni dosa-dosamu), yaitu:
jika kamu melakukan apa yang aku perintahkan dan jelaskan itu, maka akan diampuni
kejanggalan, dan kamu akan memasuki kebun, mendapatkan rumah yang baik, dan
nilai kebajikan, Yang mengatakan: (dan kamu akan menyaksikan ke dalam
surga yang di bawahnya sungai-sungai dan rumah-rumah di surga ‘Adn,
sesungguhnya itulah kemenangan yang besar).
(13) Maka aku akan
menambahkan pada kalian atas hal tersebut dengan tambahan yang kamu sekalian
sukai, perdagangan: “ Kemenangan dari Allah dan
pembukaan yang dekat” , yakni jika kamu berpegang di
jalan Allah dan memenangkan hartanya, makan Allah akan menghadiahkanmu dengan
kemenangan. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman,
jika kau hendak memenangkan Allah maka Allah akan memenangkan kalian dengan
menetapkan kaki-kaki kalian”. [Muhammad: 7]:.Allah berfirman: “Allah akan memenangkan orang yang memenangkannya,
sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Mulia.” [Al-Hajj:40]. Allah
berkata: (pembukaan yang dekat) yakni
yang cepat, dan tambahan ini adalah kebaikan dunia dan perantara kenikmatan
akhirat bagi orang yang taat pada Allah dan Rasul-Nya.
(29) Allah swt. memberitahukan
pada hamba-Nya yang beriman yang membaca kitab-Nya dan beriman di dalamnya dan
bertaqwa pada-Nya, membangun do’a, menghabiskan waktu hidupnya dalam ketaqwaan
pada Allah di kala siang dan malam, diam-diam dan terang-terangan, (harapan
untuk perdagangan yang tidak akan pernah gagal): harapan untuk menerima pahala
dari Allah swt. Kami juga telah menyediakan penjelasan pertama ketika kebajikan
dari al-Qur’an yang mengatakan kepada temannya: "Setiap perdagangan dari
belakang bisnisnya, dan hari ini Anda dari belakang setiap perdagangan".
(30) (Untuk membayar
upah dan memberi mereka peningkatan karunia-Nya) yakni: membayar pahala atas
apa yang mereka lakukan dan melipatgandakan bagi mereka dengan
tambahan-tambahan yang tidak mereka ketahui (sesungguhnya Allah Maha
Pengampun), yaitu: dosa-dosa mereka, (dan Maha Bersyukur) untuk beberapa amal
mereka.
Qatada
mengatakan: Mutrif r.a. jika beliau membaca ayat ini maka ia mengatakan: Ayat
ini adalah ayat pembaca.
Imam
Ahmad berkata: Dikisahkan oleh Abu Abdul Rahman, mengatakan kepada kami Haywah,
Salem bin Gillan bercerita bahwa ia
mendengar dua Abu Smah bercerita dari dari Abu Haytham, dari Abu Said al-Khudri
r.a., bahwa ia mendengar Rasulullah saw berkata: "Tuhan Yang Maha Esa
jika ia senang dengan hamba-Nya maka ia menganggapnya dengan tujuh varietas
kebaikan yang tidak dilakukannya, dan jika murka terhadap seorang hamba maka ia
menganggapnya dengan tujuh varietas kejahatan yang tidak dilakukannya, sangat
aneh.
(9) AlJumu’ah
disebut Jumat, karena musytaq (dikeluarkan) dari
kata jam’un, orang-orang
Islam berkumpul dalam setiap seminggu sekali dengan berhala-berhalanya para
pembesar dan dipenuhi semua makhluk, itu adalah hari keenam dari sembilan di
mana Allah menciptakan langit dan bumi. Dan penciptaan Adam dan masuknya Adam
ke surga, dan keluarnya Adam dari surga. Dan didalamnya terdapat waktu yang
tidak menyesuaikan pada hamba yang mukmin yang bertanya pada Allah tentangnya
tentang kebaikan kecuali Allah memeberikan pada mereka sebagaimana yang telah
ditetapkan dengan hal tersebut berupa hadits-hadits yang shahih
Ibnu
Abi Hatim berkata: Katakan Hassan bin Arfa, Ubaidah bin Humaid berkata pada
kami, untuk Mansour, dari Abu Muasher, dari Abraham, untuk Alqamah, untuk Qrtha
Dabbi, Salman mengatakan: Abu al-Qasim saw: " wahai Salman apakah itu hari
Jumat ? ". Aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”. Rasullah saw
bersabda: " Hari mengumpulkan ayahmu atau Bapak ".
(11) Yang Mahakuasa
menegur pada apa yang telah disepakati, yaitu ketika kaum muslimin meninggalkan
khotbah untuk perdagangan yang terjadi kota hari itu, Allah berkata: (dan jika
mereka dalam perdagangan atau mengguncang mereka dan berdiri untuk meninggalkan),
yaitu: berkhutbah di mimbar. Demikian dikatakan oleh Allah untuk salah satu
pengikut, termasuk: Abu ‘Aliyah, dan Hassan, Zaid bin Aslam, dan Qatadah.
Ibnu
Hayyan berkata bahwa ayat perdagangan ini ditujukan untuk Rohiyah bin Khalifa
sebelum menyerahkan diri, dan ia dengan gendangnya, mereka (yang lain) ikut berangkat
ke sana, dan mereka meninggalkan
Rasulullah saw – yang berdiri di atas podium, dan hanya ada beberapa saja dari
mereka.
Tafsir Al-Misbah
(10) Dalam ayat ini Allah mendorong kaum
muslimin agar melakukan amal saleh dengan mengatakan: “Wahai orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Rasul yang diutus-Nya, apakah kamu sekalian mau
Aku tunjukkan suatu pandangan yang bermanfaat dan pasti mendatangkan keuntungan
yang berlipat ganda dan keberuntungan yang kekal atau melepaskan kamu dari api
neraka.
Ungkapan ayat di atas memberikan pengertian kepada kaum muslimin agar mereka suka memperhatikan dan melaksanakan perdagangan yang dimaksud Allah itu, jika mereka benar-benar menginginkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat nanti.
Ungkapan ayat di atas memberikan pengertian kepada kaum muslimin agar mereka suka memperhatikan dan melaksanakan perdagangan yang dimaksud Allah itu, jika mereka benar-benar menginginkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat nanti.
(11) Kemudian disebutkan bentuk-bentuk
perdagangan yang memberikan keuntungan yang besar itu, yaitu bisa memperkuat
iman di dada benar-benar percaya kepada yang wajib diimani, yaitu iman kepada
Allah, kepada para malaikat, kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya,
kepada adanya Hari Kiamat serta kepada kada dan kadar Allah, mengerjakan amal
saleh semata-mata karena Allah bukan karena riya. Mengerjakan amal saleh adalah
perwujudan iman seseorang, karena ingin melakukan segala sesuatu yang dituntut
imannya itu dan berjihad di jalan Allah. Berjihad ialah segala macam upaya dan
usaha yang dilakukan untuk menegakkan agama Allah. Ada dua macam jihad yang
disebut dalam ayat ini yaitu berjihad dengan jiwa raga dan berjihad dengan
harta. Berjihad dengan jiwa dan raga ialah berperang melawan musuh-musuh agama
yang menginginkan kehancuran Islam dan kaum muslimin. Berjihad dengan harta
yaitu membelanjakan harta benda untuk menegakkan kalimat Allah, seperti untuk
biaya berperang, mendirikan mesjid, rumah sekolah, rumah sakit dan kepentingan
umum yang lain.
Di samping itu ada bentuk-bentuk jihad
yang lain, yaitu berjihad menentang hawa nafsu, mengendalikan diri, berusaha
membentuk budi pekerti yang baik pada diri sendiri, menghilangkan rasa iri dan
sebagainya. Jihad-jihad yang terakhir inilah yang paling berat.
Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa
iman dan jihad itu adalah perbuatan yang paling baik akibatnya, baik untuk diri
sendiri, anak-anak, keluarga, harta benda dan masyarakat, jika manusia itu
memahami dengan sebenar-benarnya.
(12) Jika manusia beriman, mengakui
kebenaran Rasulullah SAW. dan berjihad di jalan Allah, Allah SWT akan
mengampuni dosa-dosanya, seakan-akan dosa itu tidak pernah diperbuatnya atau
menjauhkannya dari perbuatan dosa itu, menyediakan tempat bagi mereka di dalam
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Tempat di dalam surga adalah
tempat yang paling indah, paling menyenangkan hati orang yang berada di
dalamnya.
Diriwayatkan oleh At Tirmizi dan Al
Hakim dan dinyatakan sahih dari Abdullah bin Salam bahwa ketika para sahabat
Rasulullah duduk-duduk santai sambil berbincang-bincang, di antara mereka ada
yang berkata: "Sekiranya kami mengetahui amal yang lebih dicintai Allah
pasti kami akan mengerjakannya". Maka turunlah ayat ini yang menerangkan
amal yang paling baik itu.
Pada riwayat lbnu Abu Hatim dari Said bin Jubair dikemukakan bahwa ketika turun ayat 10 surah ini (Ya ayyuhal lazina......) kaum muslimin berkata: "Sekiranya kami mengetahui yang dimaksud tijarah (perdagangan) itu pasti kami akan ikut serta memberikan harta benda dan keluarga kami". Maka Allah menurunkannya ayat ke 11 di atas.
Pada riwayat lbnu Abu Hatim dari Said bin Jubair dikemukakan bahwa ketika turun ayat 10 surah ini (Ya ayyuhal lazina......) kaum muslimin berkata: "Sekiranya kami mengetahui yang dimaksud tijarah (perdagangan) itu pasti kami akan ikut serta memberikan harta benda dan keluarga kami". Maka Allah menurunkannya ayat ke 11 di atas.
(13) Dalam ayat ini diterangkan kemenangan
yang lain yang akan segera diperoleh oleh Rasulullah SAW. dan kaum muslimin di
dunia ini, yaitu mereka akan dapat mengalahkan musuh-musuh mereka, menaklukkan
beberapa negeri dalam waktu yang dekat, memberikan kedudukan yang baik bagi
kaum muslimin beserta kekuatan iman dan fisik, sehingga berkuasa di timur dan
barat, dan agama Islam tersebar di seluruh dunia.
Ayat ini termasuk ayat yang
menerangkan kemukjizatan yaitu menerangkan sesuatu. yang akan terjadi pada masa
yang akan datang. Hal ini dipercayai betul oleh Rasulullah dan
sahabat-sahabatnya, sehingga menumbuhkan kekuatan dan semangat yang hebat di
kalangan kaum muslimin. Maka dalam sejarah terlihat dan terbukti bahwa dalam
waktu yang sangat singkat agama Islam telah dianut oleh sebahagian penduduk
dunia waktu itu, sejak dari ujung barat Afrika sampai ujung timur Indonesia
dari Maroko ke Merauke dan dari Asia Tengah di utara sampai ke Afrika selatan.
Kemudian Allah SWT memerintahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. untuk menyampaikan kepada kaumnya (muslim) mengenai keuntungan
yang akan mereka peroleh dari perdagangan itu dan kemenangan-kemenangan yang
akan dicapai dalam waktu yang dekat.
(29)
ayat ini sebagaimana dikemukakan sebelumnya, merupakan penjelasan tentang siapa
ulama yang disebut oleh ayat yang lalu. Dengan menggunakan kata yang mengandung
makna pengukuhan “sesungguhnya”, Allah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang
senantiasa membaca kitab Allah mengkaji dan mengamalkan pesan-pesannya dan
telah melaksanakan shalat secara baik dan benar serta telah menfkahkan sebagan
dari apa, yakni rezeki, yang kami anugerahkan kepada mereka, baik dengan cara rahasia, diam-diam, dan maupun secara terang-terangan, banyak jumlahnya
atau sedikit, dalam kedaan mereka lapang atau sempit, mereka yang melakukan
tersebut dengan tulus ikhlas mengharapkan perniagaan dengan
Allah yang hasilnya tidak pernah akan merugi. Mereka dengan amalan-amalan itu
mengharap agar Allah menyempurnakan kepada mereka
pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah maha pengampun segala kekhilafan lagi
Maha Mensyukuri segala ketaatan.
Ayat di
atas menggunakan bentuk kata mudhari’ (masa
kini dan datang) ketika berbicara tentang yatluuna kitaba Allah/membaca
kitab Allah sebagai isyarat bahwa mereka
senantiasa dan dari saat ke saat membacanya, apalagi ketika turunnya ayat ini,
belum lagi rampung turunnya semua ayat al-Qur’an.
Ayat di
atas mendahulukan kata sirran/rahasia atau sembunyi-sembunyi untuk
mengisyaratkan dalamnya ketulusan mereka dan bahwa, dalam banyak hal, berinfak
secara diam-diam lebih baik daripada secara terang-terangan. Di sisi lain,
penyebutan kata ‘alaaniyatan/terang-terangan, disamping
untuk mengisyaratkan bahwa berinfak dengan terang-terangan tidak selalu harus
dinilai tidak tulus, juga untuk menunjukkan bahwa dalam hal-hal tertentu
berinfak seperti itu diperlukan guna menghilangkan buruk sangka terhadap yang
kaya atau guna merangsang yang lain melakukan hal yang serupa.
Kata tijaarah/perdagangan digunakan
al-Qur’an anatara lain sebagai ungkapan hubungan timbal balik antara Allah dan
manusia. Memang, al-Qur’an dalam mengajaka manusia memercayai dan mengamalkan
tuntunan-tuntunannya-dalam segala aspek-seringkali menggunakan istilah-istilah
yang dikenal oleh dunia bisnis, seperti perdagangan, jual beli, untung
rugi, kredit dan sebagainya.
(30) Kata
syakuur adalah bentuk mubalaghah (superlatif) dari
kata syaakir. Menurut
pakar-pakar bahasa, tumbuhan yang tumbuh walau dengan sedikit air, atau
binatang yang gemuk walau dengan sedikit rumput, keduanya dinamai syakuur. Dari sini, mereka
berkata bahwa Allah yanng bersifat syakuur, antara
lain berarti: Dia yang mengembangkan walau
sedikit dari amalan hamba-Nya, dan melipagandakannya. Pelipatgandaan
itu dapat mencapai 700 bahkan lebih tanpa batas.
(9)
Ayat di atas menyatakan: Hai orang-orang yang beriman,
apabila diseru, yakni dikumandangkan adzan
oleh siapapun, untuk shalat pada dzuhur hari jumat, maka bersegeralah kuatkan
tekad dan langkah, jangan bermalas-malasan apalagi mengabaikannya, untuk menuju dzikrullah menghadiri shalat
dan khutbah jumat, dan tinggalkanlah jual beli, yakni
segala macam interaksi dalam bentuk kepentingan apapun bahkan semua yang
dapatmengurangi perhatian terhadap upacara jumat. Demikian itulah, yakni menghadiri
acara jumat, yang baik buat kamu jika kamu
mengetahui kebaikannya pastilah kamu
mengindahkan perintah ini.
Kata dzikr Allah yang dimaksud
adalah shalat dan khutbah. Karena itulah agaknya shingga ayat di atas
menggunakan kata dzikr Allah.
Kata fas’au terambil dari kata
sa’a yang pada mulanya
berarti berjalan cepat tapi bukan
berlari. Tentu saja, bukan itu yang dimaksud di sini, apalagi ada perintah Nabi
saw. agar menuju ke masjid, berjalan dengan penuh wibawa.
(11) Ayat yang
lalu memerintahkan kaum muslimin agar menghadiri upacara shalat jum’at, ada
sekelompok orang yang tidak memenuhi secara baik perintah tersebut. Ayat di
atas mengecam mereka dan tidak lagi mengarahkan pembicaraan kepada mereka,
sebagaimana ayat yang lalu, untuk mengisyaratkan bahwa mereka tidak pantas
mendapat kehormatan diajak berdialog dengan Allah. Ayat di atas bagaikan
menyatakan: Demikian itulah perintah Kami kepada kaum muslimin, tetapi ada
sebagian dari mereka yang kurang mengindahkannya. Mereka masih terus saja
melakukan aktifitas lain dan apabila mereka melihat atau
mengetahui kehadiran barang-barang perniagaan atau bahkan permainan, mereka berbondong-bondong dan
berpencar dengan cepat menuju kepadanya dan mereka meninggalkanmu berdiri menyampaikan
khutbah. Katakanlah kepada mereka dan
siapapun sebagai pengajaran dan peringatan bahwa: Apa yang di sisi Allah, berupa
ganjaran dan anugerah-Nya di dunia dan di akhirat bagi
yang tidak tergiur oleh gemerlapan duniawi, lebih baik daripada permainan dan
perniagaan, walau sebanyak apapun, dan Allah adalah sebaik-baik Pemberi rezeki karena
Allah Sumber rezeki sedang selain-Nya hanya perantara. Dia memberi walau terhadap
yang durhaka, sedang manusia tidak demikian.
D. Hutang Piutang
·
Al-Qur’an dan Terjemahan
Artinya: “Siapakah yang bersedia
memberi pinjaman kepada Allah-yakni-pinjaman yang baik. Maka Allah menggandakan
hingga berlipat-lipat. Dan Allah menyempitkan dan melapangkannya, dan
kepada-Nya kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245).
Artinya: “Wahai orang-orang yang
beriman! Apabila kamu menjalankan sesuatu urusan dengan hutang piutang yang
diberikan tempoh sehingga ke suatu masa yang tertentu, maka hendaklah kamu
menulis (hutang dan masa bayarannya) itu. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu yang menulisnya dengan adil (benar). Dan janganlah seseorang
penulis enggan menulis sebagaimana Allah telah mengajarkannya. Oleh itu, hendaklah
ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu merencanakan (isi surat
hutang itu dengan jelas). Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangkan sesuatu pun dari hutangnya itu. Kemudian jika orang
yang berhutang itu bodoh atau lemah atau ia sendiri tidak dapat hendak
merencanakan (isi surat itu), maka hendaklah direncanakan oleh walinya dengan
adil (benar); dan hendaklah kamu mengadakan dua orang saksi lelaki dari
kalangan kamu. Kemudian kalau tidak ada saksi dua orang lelaki, maka bolehlah,
seorang lelaki dan dua orang perempuan dari orang-orang yang kamu persetujui
menjadi saksi, supaya jika yang seorang lupa dari saksi-saksi perempuan yang
berdua itu maka dapat diingatkan oleh yang seorang lagi. Dan janganlah saksi-saksi
itu enggan apabila mereka dipanggil menjadi saksi. Dan janganlah kamu jemu
menulis perkara hutang yang bertempoh masanya itu, sama ada kecil atau besar
jumlahnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih membetulkan
(menguatkan) keterangan saksi, dan juga lebih hampir kepada tidak menimbulkan
keraguan kamu. Kecuali perkara itu mengenai perniagaan tunai yang kamu edarkan
sesama sendiri, maka tiadalah salah jika kamu tidak menulisnya. Dan adakanlah
saksi apabila kamu berjual beli. Dan jangalah mana-mana jurutulis dan saksi itu
disusahkan. Dan kalau kamu melakukan (apa yang dilarang itu), maka sesungguhnya
yang demikian adalah perbuatan fasik (derhaka) yang ada pada kamu . Oleh itu
hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah; dan (ingatlah), Allah (dengan keterangan
ini) mengajar kamu; dan Allah sentiasa Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu.” (QS.
Al-Baqarah: 282).
·
Tafsir Al-Jalalain
(245) (Siapakah yang bersedia
memberi pinjaman kepada Allah) yaitu dengan menafkahkan hartanya di jalan Allah
(yakni pinjaman yang baik) dengan ikhlas kepada-Nya semata, (maka Allah akan
menggandakan) pembayarannya; menurut satu qiraat dengan tasydid hingga berbunyi
'fayudha'ifahu' (hingga berlipat-lipat) mulai dari sepuluh sampai pada tujuh
ratus lebih sebagaimana yang akan kita temui nanti (Dan Allah menyempitkan)
atau menahan rezeki orang yang kehendaki-Nya sebagai ujian (dan melapangkannya)
terhadap orang yang dikehendaki-Nya, juga sebagai cobaan (dan kepada-Nya kamu
dikembalikan) di akhirat dengan jalan akan dibangkitkan dari matimu dan akan
dibalas segala amal perbuatanmu.
(282) Jika orang mukmin mengadakan
utang-piutang seperti jual beli, sewa menyewa dan lain-lain secara tidak tunai
(misalanya pinjaman atau pesanan untuk waktu yang ditentukan) atau diketahui, (maka
hendaklah kamu catat) untuk pengukuhan dan menghilangkan pertikaian nantinya.
(dan hendaklah ditulis) surat utang itu (diantara kamu) oleh seorang penulis
dengan adil (maksudnya benar tanpa menambah atau mengurangi jumlah utang atau
jumlah temponya. (Dan janganlah merasa enggan) berkeberatan (penulis itu) untuk
(menuliskannya) jika ia diminta (sebagaimana telah diajarkan Allah kepadanya),
artinya telah dibei-Nya karunia pandai menulis, maka janganlah kikir
menumbangkannya. “kaf” di sini berkaitan dengan “ya’ba’’ (maka hendaknya
dituliskannya) sebagai penguat (dan hendaklah diimlakkan) surat itu (oleh orang
yang berutang) karena dialah yang dipersaksikan, maka hendaklah diakuinya agar
diketahuinya kewajibannya, (dan hendakalh ia bertakwa kepada Allah, tuhannya)dalam
mengimlakkannya (dan janganlah dikurangi darinya) utang itu (sedikitpun juga
dan sekiranya orang yang berutang itu bodoh) atau boros (atau lemah keadaanya)
untuk mengimlakkannya (disebabkan terlalu muda atau terlalau tua (atau ia
sendiri tidak mampu mengimlakkannya) disebabkan bisu atau tidak menguasai
bahasa atau yang lainnya, (maka hendaklah diimlakkan oleh walinya) misalnya
bapak, orang yang diberi amanat, yang mengasuh atau penerjemahnya (dengan jujur
dan hendaklah persaksikan) utang itu kepada (dua orang saksi di antara
laki-lakimu) artinya dua orang Islam yang baligh lagi merdeka (jika keduanya
mereka itu bukan) yakni kedua saksi itu (dua orang laki-laki, maka seorang
laki-laki dan dua orang perempuan) boleh menjadi saksi (di antara saksi-saksi
yang kamu sukai) disebabkan agama dan kejujurannya. Saksi-saksi wanita jadi
berganda ialah (supaya jika yang seorang lupa) akan kesaksian disebabkan
kurangnya akal dan lemahnya ingatan mereka (maka yang lain) (yang ingat) akan
mengingatkan kawannya, yakni yang lupa. Ada yang membaca “tudzkir” ada juga
yang dengan tasydid “tudzakkir”. Jumlah dari idzkar menempati kedudukan sebagai
illat, artinya untuk mengingatkannnya jika ia lupa atau berada di ambang
kelupaan, karena itulah yang menjadi sebabnya. Menurut satu qiraat ‘in
syartiyyah dengan baris di bawah, sementara tudzakkiru dengan baris di depan
sebagai jawabannya. (dan janganlah saksi-saksi itu enggan jika) ‘ma’ sebagai
tambahan (mereka dipanggil) untuk memeikul dan memberikan kesaksian (dan
janganlah kamu jemu) bosan (untuk menulskannya), artinya utang-utang yang kamu
saksikan, karena memang banyak orang yang merasa jemu atau bosan (biar kecil
atau besar) sedikit atau banyak (sampai waktunya), artinya sampai batas waktu
membayarnya. Menjadi ‘hal’ dari dhamir yang terdapat pada ‘taktubuh’. (Demikian
itu) maksudnya surat-surat itu (lebih adil di sisi Allah dan mengokohkan
persaksian), artinya lebih menolong meluruskannya, karena ada bukti yang
menginagtkannya (dan lebih dekat) artinya lebih kecil kemumgkinan (untuk tidak
menimbulkan keraguanmu), yakni mengenai besarnya uang atau jatuh temponya
(kecuali jika) terjadi muamalah itu (berupa perdagangan tunai) menurut satu
qiraat dengan baris di atas sehingga menjadi khabar dari ‘takuuna’
sedangkan isimnya adalah kata ganti dari ‘at-tijaarah’ (yang kamu
jalankan di antara kamu) artinya yang kamu pegang dan tidak mempunyai waktu
berjangka (maka tidak ada dosa lagi kamu jika kamu tidak menulisnya) artinya
barang yang diperdagangkan itu (hanya persaksikanlah jika kamu berjual beli)
karena demikian itu lebih dapat menghindarkan percekcokan. Maka sola ini da
yang sebelumnya adalah soal sunnah (dan janganlah penulisa dan saksi-maksudnya
yang punya utang dan yang berutang menyulitkan atau mempersulit) dengan
mengubah surat tadi atau tak hendak menjadi saksi atau menuliskannya,
begitupula orang yang punya utang, tidak boleh membebani si penulis dengan
hal-hal yang tidak patut ditulis atau dipersaksikan. (dan jika mau berbuat) apa
yang dilarang itu (maka sesungguhnya itu suatu kefasikan) artinya keluar dari
taa yang sekali-kali tidak layak (bagi kamu dan bertaqwalah kepada Allah) dalam
perintah dan larangannya (Allah mengajarimu) tentang kepentingan urusanmu. Lafal
ini menjadi ‘hal’ dari fi’il yang diperkirakan keberadaanya atau sebagai
kalimat baru. (Dan Allah mengetahui segala sesuatu).
·
Tafsir Ibnu Katsir
(245) Allah
swt menganjurkan kepada hamba-Nya agar menfkahkan hartanya di jalan Allah swt.
Mengulang-ngulang ayat ini di dalam al-Qur’an bukan hanya pada satu tempat
saja. Di dalam hadits yang berkaitan dengna azbabun nuzul ayat ini disebutkan
bahwa Allah swt berfirman: “siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Tuhan
yang tidak miskin dan tidak pula berbuat aniaya.” Menurut apa yang diriwayatkan dari Umar dan
lain-lainnya dari kalangan ulama salaf ialah berinfak untuk jalan Allah.
Menurut pendapat lain, yang dimaksud ialah memberi nafkah kepada anak-anak.
Menurut pendapat yang lainnya lagi ialah membaca tasbih dan taqdis.
(282) Ayat
yang mulia ini merupakan ayat yang terpanjang di dalam Al-Qur'an. Imam Abu
Jafar Ibnuu jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah
menceritakan kepada kami Ibnuu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnuu
Syihab yang menceritakan bahwa telah menceritakan kepadaku Sa'id Ibnuul
Musayyab, telah sampai kepadanya bahwa ayat Al-Qur'an yang menceritakan peristiwa
yang terjadi di Arasy adalah ayat dain (utang piutang). Hal ini
merupakan petunjuk dari Allah Swt. buat hamba-hamba-Nya yang mukmin apabila mereka
mengadakan muamalah secara tidak tunai, yaitu hendaklah mereka mencatatkannya;
karena catatan itu lebih memelihara jumlah barang dan masa pembayarannya serta
lebih tegas bagi orang yang menyaksikannya. Qatadah meriwayatkan dari Abu
Hassan Al-A:raj, dari Ibnuu Abbas yang mengatakan, "Aku bersaksi bahwa utang
yang dalam tanggungan sampai dengan batas waktu yang tertentu merupakan hal yang
dihalalkan dan diizinkan oleh Allah pemberlakuannya." Kemudian Ibnuu Abbas
membacakan firman-Nya; Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian
bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan. (Al-Baqarah:
282) Melalui ayat ini Allah memerintahkan adanya catatan untuk memperkuat dan
memelihara. Apabila timbul suatu pertanyaan bahwa telah ditetapkan di dalam
kitab Sahihain dari Abdullah Ibnuu Umar yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi (buta
huruf), kami tidak dapat menulis dan tidak pula menghitung. Maka bagaimanakah menggabungkan
pengertian antara hadis ini dan perintah mengadakan tulisan (catatan)? Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa utang piutang
itu bila dipandang dari
segi hakikatnya memang tidak memerlukan catatan pada asalnya. Dikatakan demikian karena
Kitabullah telah dimudahkan
oleh Allah untuk dihafal manusia; demikian pula sunnah-sunnah, semuanya dihafal dari Rasulullah Saw. Yakni
secara adil dan benar. Dengan kata lain, tidak berat sebelah dalam tulisannya;
tidak pula menuliskan, melainkan hanya apa yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak, tanpa menambah atau menguranginya. Janganlah seorang yang pandai
menulis menolak bila diminta untuk mencatatnya buat orang lain; tiada suatu
hambatan pun baginya untuk melakukan hal ini. Sebagaimana Allah telah
mengajarkan kepadanya apa yang belum ia ketahui sebelumnya, maka hendaklah ia
bersedekah
kepada
orang lain yang tidak pandai menulis, melalui tulisannya. Hendaklah ia
menunaikan tugasnya itu dalam menulis. Mujahid dan Ata mengatakan, orang yang
pandai menulis diwajibkan mengamalkan ilmunya. Dengan kata lain, hendaklah
orang yang berutang mengimlakkan kepada si penulis tanggungan utang yang ada
padanya, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam hal ini. Artinya, jangan
sekali-kali ia menyembunyikan sesuatu dari utangnya. Yang dimaksud dengan
isdlah safih ialah orang yang dilarang bertasarruf karena
dikhawatirkan akan berbuat sia-sia atau lain sebagainya. Yakni karena masih
kecil atau berpenyakit gila. Umpamanya karena bicaranya sulit atau ia tidak
mengetahui mana yang seharusnya ia lakukan dan mana yang seharusnya tidak ia lakukan
(tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang salah). Ayat ini memerintahkan
mengadakan persaksian di samping tulisan untuk lebih memperkuat kepercayaan.
Hal ini berlaku hanya dalam masalah harta dan segala sesuatu yang berhubungan
dengannya. Sesungguhnya persaksian wanita diharuskan dua orang untuk menduduki
tempat seorang lelaki, hanyalah karena akal wanita itu kurang. Di dalam ayat
ini terkandung makna yang menunjukkan adanya persyaratan adil bagi saksi. Makna
ayat ini bersifat muqayyad (mengikat) yang dijadikan pegangan hukum oleh
Imam Syafii dalam menangani semua kemutlakan di dalam Al-Qur'an yang menyangkut
perintah mengadakan persaksian tanpa syarat. Ayat ini dijadikan dalil oleh orang
yang menolak kesaksian seseorang yang tidak dikenal. Untuk itu ia
mempersyaratkan, hendaknya seorang saksi itu harus adil lagi disetujui. Yakni
jika salah seorang dari kedua wanita itu lupa terhadap kesaksiannya, Maksudnya,
orang yang lupa akan diingatkan oleh temannya terhadap kesaksian yang telah
dikemukakannya. Berdasarkan pengertian inilah sejumlah ulama ada yang
membacanya fatuzakkira dengan memakai tasydid. Sedangkan orang
yang berpendapat bahwa kesaksian seorang wanita yang dibarengi dengan seorang
wanita lainnya, membuat kesaksiannya sama dengan kesaksian seorang laki-laki; sesungguhnya
pendapat ini jauh dari kebenaran. Pendapat yang benar adalah yang pertama.
menurut suatu pendapat yaitu 'apabila para saksi itu dipanggil untuk
mengemukakan kesaksiannya, maka mereka haais mengemukakannya. Sedangkan
firman-Nya, "Asy-syuhada" yang dimaksud dengannya ialah orang
yang menanggung persaksian. Untuk itu apabila ia dipanggil untuk memberikan
keterangan, maka ia harus menunaikannya bila telah ditentukan. Tetapi jika ia
tidak ditentukan, maka hukumnya adalah fardu kifayah.
Hal ini merupakan kesempurnaan dari petunjuk, yaitu perintah untuk mencatat
hak, baik yang kecil maupun yang besar. Karena disebutkan pada permulaannya la
tas-amu, artinya janganlah kalian merasa enggan mencatat hak dalam jumlah
seberapa pun, baik sedikit ataupun banyak, sampai batas waktu pembayarannya.
Maksudnya, hal yang Kami perintahkan kepada kalian —yaitu mencatat hak bilamana
transaksi dilakukan secara tidak tunai— merupakan hal yang lebih adil di sisi
Allah. Juga lebih menguatkan persaksian, yakni lebih kukuh kesaksian si saksi
bila ia membubuhkan tanda tangannya; karena manakala ia melihatnya, ia pasti
ingat akan persaksiannya. Mengingat bisa saja seandainya ia tidak membubuhkan
tanda tangannya, ia lupa pada persaksiannya, seperti yang kebanyakan terjadi.
Yakni lebih menghapus keraguan; bahkan apabila kalian berselisih pendapat, maka
catatan yang telah kalian tulis di antara kalian dapat dijadikan sebagai
rujukan, sehingga perselisihan di antara kalian dapat diselesaikan dan
hilanglah rasa keraguan. Dengan kata lain, apabila transaksi jual beli
dilakukan secara kontan dan serah terima barang dan pembayarannya, tidak
mengapa jika tidak dilakukan penulisan, mengingat tidak ada larangan bila tidak
memakainya. buatlah persaksian atas hak kalian jika memakai tempo waktu, atau
tidak memakai tempo waktu. Dengan kata lain, buatlah persaksian atas hak kalian
dalam keadaan apa pun.
”Akan
tetapi jika sebagian kalian mempercayai sebagian yang lain,
maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya”).
(Al-Baqarah: 283)
Tetapi menurut jumhur ulama, perintah yang terkandung di dalam ayat
ini ditafsirkan sebagai petunjuk dan anjuran, namun bukan perintah wajib.
“dan janganlah penulis serta saksi saling
sulit-menyulitkan.” (Al- Baqarah: 282)
Menurut suatu pendapat, makna ayat ini ialah janganlah penulis dan saksi
berbuat menyeleweng, misalnya dia menulis hal yang berbeda dari apa yang
diimlakan kepadanya, sedangkan si saksi memberikan keterangan yang berbeda
dengan apa yang didengarnya, atau ia menyembunyikan kesaksiannya secara
keseluruhan.
·
Tafsir Al-Misbah
(245)setelah
menganjurkan berjuang dengan jiwa raga, kini yang dianjurkan adalah berjuang
dengan harta benda. Memang, perjuangan memerlukan harta. Kai ini anjurannya
lebih kukuh daripada anjuran sebelumnya. Karena, di sini dipaparkan, dalam
bentuk pertanyaan yang mengandung makna ujian, tentang siapa yang membenarkan
apa yang Dia informasikan. Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah,
pinjaman yang baik.
Kata meminjamkan
dan pinjaman pada ayat ini adalah terjemahan dari kata qardh yang
kemudian masuk dalam aneka bahasa dengan makna yang sama dengan kredit. Dar
tinjauan bahasa al-Qur’an, katatersebut pada mulanya bermakana memotong
sesuatu dengan gigi, seperti tikus yang memotong kayu dengan giginya. Ini
memebri kesan bahwa pinjaman yang diberikan itu diberikan dalam kejiwaan yang
sulit. Dis sisi lain, pada saat seorang menggigit sesuatu, jelas ia
mengharapkan hasil yang memuaskan dari upayanya itu.
(282)
inilah ayat yang tepanjang dalam al-Qur’an, dan yang dikenal oleh para ulama
dengan nama Ayat al-Mudayanah (ayat utang-piutang). Ayat ini anatara
lain berbicara tentang anjuran-atau menurut sebagian ulama-kewajiban menulis
utang-piutang dan mempersaksikannya di hadapan pihak ketiga yabg dipercaya
(notaris), sambil menekankan perlunya menulis utang, walau sedikit, disertai
dengan jumlah dan ketetapan waktunya.
Ayat 282
ini dimulai dengan seruan Allah swt. Kepada kaum yang menyatakan beriman, Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk
waktu yang dietntukan, hendaklah kamu menulisnya.
Perintah
ayat ini secara redaksional ditujukan kepada orang-orang yang beriman, tetapi
yang dimaksud adalah mereka yang melakukan transaksi utang-piutang, bahakan
secara lebih khusus adalah yang berutang. Ini agar yang memberi piutang merasa
lebih tenang dengan penulisan itu. Karena, menulisnya adalah perintah atau
tuntunan yang sangat dianjurkan, walau kreditor tidak memintanya.
Perintah
menulis dapat mencakup perintah kepada kedua orang yang bertransaksi, dalam
arti salah seorang meulis, dan apa yang ditulisnya diserahkan kepada mitranya
jika mitra pandai tulis baca, dan bila tidak pandai, atau keduanya tidak
pandai, mereka hendaknya mencari orang ketiga sebagaimana bunyi lanjutan ayat.
Selanjutnya,
Allah swt. menegaskan: Dan hendaklah seorang penulis di anatara kamu
mnulisnya dengan adil, yakni dengan benar, tidak menyalahi ketentuan Allah
dan perundangan yang berlaku dalam masyarakat. Tidak juga merugikan salah satu
pihak yang bermuamalah, sebagaimana dipahami dari kata adil dan di
anatar kamu. Dengan demikian, dibutuhkan tiga kriteria bagi penulis, yaitu
kemampuan menulis, pengetahuan tentang aturan serta tata cara menulis perjanjian, dan kejujuran.