MAKALAH
Teori Pengambilan
Kebijakan
Makalah Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Ekonomi Publik
DOSEN
PEMBIMBING:
A. Taufiq Buhari, M.EI
DI
SUSUN OLEH:
Fitria
Amalia Watik
Mulinda
PRODI EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM SYAIKHONA
MOH. CHOLIL (STAIS)
BANGKALAN
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Teori
Pengambilan Kebijakan” dengan tepat waktu. Dengan kerja keras yang tinggi
dan kekompakan yang merupakan elemen yang sangat penting, kami bahu-membahu
menyusunnya.
Di harapkan makalah ini dapat memberikan pengetahuan
lebih jelas lagi tentang di dunia pendidikn kepada kita semua. Kami menyadari
atas kekurangan dan kesalahan pada pembuatan makalah ini, maka dari itu kami
akan membutuhkan kritik dan saran dari teman-teman juga para pembimbing demi
kesempurnaan pembuatan makalah kami berikutnya.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua
pihak yang telah berperan serta dalam penyusunnya makalah ini dari awal sampai
akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita, Aamiin.
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb
Bangkalan, 26 September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR
ISI........................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3
Tujuan................................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
2.1 TEORI PENGAMBILAN KEBIJAKAN.......................................... 3
2.1.1
Kebijakan Publik Sebagai Sebuah Proses Siklus............................ 3
2.1.2
Tahapan-Tahapan Dalam Pembentukan Kebijakan Publik............. 4
BAB
III KESIMPULAN.................................................................................. 14
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Ekonomi
Publik merupakan cabang ilmu ekonomi yang menelaah masalah-masalah ekonomi
publik (publik dapat diartikan masyarakat, pemerintah atau negara) seperti
kebijakan subsidi atau perpajakan, sistem jaminan sosial, pendidikan,
kesehatan, ketahanan pangan, kebijakan teknologi, keamanan, dan lain sebagainya.
Dengan
studi kebijakan publik berusaha untuk meninjau berbagi teori dan proses yang
terjadi dalam kebijakan publik. Dapat dikatakan bahwa kebijakan publik tidak lepas
dari proses pembentukan kebijakan itu sendiri. Dengan demikian, salah satu
tujuan studi kebijakan publik adalah untuk menganalisis bagaimana tahapan demi
tahapan proses pembentukan kebijakan publik tersebut sehingga terwujudlah suatu
kebijakan publik tertentu.
Tahapan
demi tahapan tersebut terangkum sebagai suatu proses siklus pembuatan kebijakan
publik. Setiap tahapan dalam proses pembentukan kebijakan publik mengandung
berbagai langkah dan metode yang lebih rinci lagi. Tahapan yang terdapat dalam pembuatan
suatu kebijakan publik memiliki berbagai manfaat serta konsekuensi dari adanya
proses tersebut, khususnya bagi para aktor pembuat kebijakan publik.
Maka
dalam kesempatan ini kami akan mencoba dalam makalah ini menguraikan berbagi
tahapan yang terjadi dalam proses siklus perumusan kebijakan publik. Tujuannya
adalah untuk memahami berbagai tahapan pembuatan kebijakan publik sehingga
mempermudah untuk menganalisis masalah-masalah yang kompleks sehingga dapat
dirumuskan ke dalam suatu kebijakan publik.
1.2
Rumusan
Masalah
·
Apa yag dimaksud dengan
kebijakan publik sebagai sebuah proses siklus?
·
Apa saja
tahapan-tahapan dalam pembentukan kebijakan publik?
1.3
Tujuan
·
Untuk mngetahui
kebijakan publik sebagai sebuah proses siklus.
·
Untuk mengetahui
tahapan-tahapan dalam pembentukan kebijakan publik.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 TEORI PENGAMBILAN KEBIJAKAN
2.1.1 Kebijakan
Publik Sebagai Sebuah
Proses Siklus
Menurut James E. Anderson kebijakan publik adalah sebagai
serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku
atau sekelompok pelaku guna
memecahkan
masalah tertentu[1].
Lebih lanjut dikatakan Anderson ada elemen-elemen penting yang terkandung dalam kebijakan publik antara
lain mencakup:
1. Kebijakan
selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.
2. Kebijakan
berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
3. Kebijakan
adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.
4. Kebijakan
publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu) dan bersifat negatif
(keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).
5. Kebijakan
publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif).
Jadi kebijakan publik adalah
keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat
garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik
maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari
publik (orang banyak), umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak
atas nama rakyat banyak.
Selanjutnya,
kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama
kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa
dilakukan oleh negara untuk
mempertahankan
atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak.
Sedangkan yang dimaksud dengan
siklus yaitu merupakan kegiatan atas sistem yang berjalan dengan tahapan-tahapannya
sehingga berulang kembali dan menghasilkan sesuatu. Dengan Siklus kebijakan ini banyak keuntungan yang dapat diambil, salah
satunya yaitu membantu
membuat kebijakan masyarakat banyak dalam menentukan langkah-langkah
strategis-strategis berkaitan dengan apa yang ingin dilakukan dalam sebuah
kebijakan publik. Siklus kebijakan penting untuk
dipahami dan dimengerti dengan baik semakin baik pemahaman terhadap siklus
kebijakan maka akan semakin lengkaplah kerangka pikir seseorang terhadap sebuah kebijakan publik .Siklus kebijakan meliputi
identifikasi isu, analisis kebijakan, instrumen, kebijakan, konsultasi, koordinasi, keputusan, implementasi, evaluasi, dan umpan balik[2].
2.1.2 Tahapan-Tahapan
dalam Pembentukan Kebijakan Publik
1). Tahap Problem Identification (Identifikasi Masalah):
a)
Identifikasi
Masalah dan Kebutuhan: Tahap pertama
dalam perumusan kebijakan sosial adalah mengumpulkan data mengenai permasalahan
sosial yang dialami masyarakat dan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan
masyarakat yang belum terpenuhi.
b) Analisis Masalah dan Kebutuhan: Tahap berikutnya adalah mengolah,
memilah dan memilih data mengenai masalah dan kebutuhan masyarakat yang
selanjutnya dianalisis dan ditransformasikan ke dalam laporan yang
terorganisasi. Informasi yang perlu diketahui antara lain: apa penyebab masalah
dan apa kebutuhan masyarakat? Dampak apa yang mungkin timbul apabila masalah
tidak dipecahkan dan kebutuhan tidak dipenuhi? Siapa dan kelompok mana yang
terkena masalah?
c) Penginformasian Rencana Kebijakan:
Berdasarkan
laporan hasil analisis disusunlah rencana kebijakan. Rencana ini kemudian
disampaikan kepada berbagai sub-sistem masyarakat yang terkait dengan isu-isu
kebijakan sosial untuk memperoleh masukan dan tanggapan. Rencana ini dapat pula
diajukan kepada lembaga-lembaga perwakilan rakyat untuk dibahas dan disetujui.
d) Perumusan Tujuan Kebijakan:
Setelah
mendapat berbagai saran dari masyarakat dilakukanlah berbagai diskusi dan
pembahasan untuk memperoleh alternatif-alternatif kebijakan. Beberapa
alternatif kemudian dianalisis kembali dan dipertajam menjadi tujuan-tujuan
kebijakan.
e) Pemilihan Model Kebijakan: Pemilihan model kebijakan dilakukan
terutama untuk menentukan pendekatan, metode dan strategi yang paling efektif dan
efisien mencapai tujuan-tujuan kebijakan. Pemilihan model ini juga dimaksudkan
untuk memperoleh basis ilmiah dan prinsip-prinsip kebijakan sosial yang logis,
sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan.
f) Penentuan Indikator Sosial: Agar pencapaian tujuan dan pemilihan
model kebijakan dapat terukur secara objektif, maka perlu dirumuskan indikator-indikator
sosial yang berfungsi sebagai acuan, ukuran atau standar bagi rencana tindak
dan hasil-hasil yang akan dicapai.
g) Membangun Dukungan dan Legitimasi Publik:
Tugas pada
tahap ini adalah menginformasikan kembali rencana kebijakan yang telah disempurnakan.
Selanjutnya melibatkan berbagai pihak yang relevan dengan kebijakan, melakukan
lobi, negosiasi dan koalisi dengan berbagai kelompok-kelompok masyarakat agar
tercapai konsensus dan kesepakatan
mengenai kebijakan sosial yang akan diterapkan.
Suatu
masalah sebelum
masuk ke dalam agenda kebijakan, masalah tersebut menjadi isu terlebih dahulu.
Isu, dalam hal isu kebijakan, tidak hanya mengandung ketidaksepakatan mengenai
arah tindakan aktual dan potensial, tetapi juga mencerminkan pertentangan
pandangan mengenai sifat masalah itu sendiri. Dengan demikian, isu kebijakan
merupakan hasil dari perdebatan definisi, eksplanasi dan evaluasi masalah.
Isu ini akan menjadi embrio awal bagi munculnya masalah-masalah publik dan
bila masalah tersebut mendapat perhatian yang memadai, maka ia akan masuk ke
dalam agenda kebijakan. Namun demikian, karena pada dasarnya masalah-masalah kebijakan mencakup
dimensi yang luas maka suatu isu tidak akan secara otomatis bisa masuk ke
agenda kebijakan. Isu-isu yang beredar akan bersaing satu sama lain untuk
mendapatkan perhatian dari para elit politik sehingga isu yang mereka
perjuangkan dapat masuk ke agenda kebijakan.
Agenda kebijakan adalah tuntutan-tuntutan agar para pembuat kebijakan
memilih atau merasa terdorong untuk melakukan tindakan tertentu. Dengan
demikian, maka agenda kebijakan dapat dibedakan dari tuntutan-tuntutan politik
secara umum serta dengan istilah “prioritas” yang biasanya dimaksudkan untuk merujuk pada
susunan pokok-pokok agenda dengan pertimbangan bahwa suatu agenda lebih penting
dibandingkan dengan agenda lain.
Lester dan Stewart menyatakan bahwa suatu isu akan mendapat perhatian bila memenuhi beberapa kriteria, yakni:
a. Bila suatu isu
telah melampaui proporsi suatu krisis dan tidak dapat terlalu lama didiamkan.
b. Suatu isu akan
mendapat perhatian bila isu tersebut memiliki sifat partikularitas, dimana isu
tersebut menunjukkan dan mendramatisir isu yang lebih besar. Misalnya, isu
mengenai kebocoran lapisan ozon dan pemanasan global.
c. Mempunyai aspek
emosional dan mendapat perhatian media massa karena faktor human interest.
d. Mendorong
munculnya pertanyaan menyangkut kekuasaan dan legitimasi, dan masyarakat.
e. Isu tersebut
sedang menjadi trend atau sedang diminati oleh banyak orang.
Kepemimpinan politik merupakan faktor penting dalam penyusunan agenda
kebijakan. Para
pemimpin politik, apakah dimotivasi oleh pertimbangan-pertimbangan keuntungan
politik, kepentingan publik, maupun kedua-duanya, mungkin menanggapi
masalah-masalah tertentu, menyebarluaskannya dan mengusulkan penyelesaian
terhadap masalah-masalah tersebut. Dalam kaitan ini, eksekutif yaitu Presiden dan legislatif yaitu DPR
mempunyai peran
utama dalam politik dan pemerintahan untuk menyusun agenda publik.
Jenis-jenis Agenda Kebijakan Roger W. Cobb dan Charles D. Elder mengidentifikasi dua
macam agenda pokok, yaitu:
i.
Agenda sistematik: Terdiri dari semua isu yang menurut pandangan
anggota-anggota masyarakat politik pantas mendapat perhatian publik dan
mencakup masalah-masalah yang berada dalam yurisdiksi wewenang pemerintah yang
secara sah ada. Agenda
ini terdapat dalam setiap sistem politik di tingkat nasionanl dan di daerah. Agenda sistematik pada dasarnya merupakan agenda
pembahasan. Tindakan mengenai suatu masalah hanya akan ada apabila masalah
tersebut di ajukan kepada lembaga pemerintah dengan suatu kewenangan untuk
mengambil tindakan yang pantas.
ii.
Agenda lembaga
atau pemerintah: Terdiri dari masalah-masalah yang
mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari pejabat pemerintah. Karena
terdapat bermacam-macam pokok agenda yang membutuhkan keputusan-keputusan
kebijakan maka terdapat pula banyak agenda lembaga. Agenda lembaga merupakan
agenda tindakan yang memiliki sifat lebih khusus dan lebih konkret bila
dibandingkan dengan agenda sistematik.
2). Tahap Formulasi
Kebijakan (Policy Formulation)
Formulasi kebijakan mengisyaratkan diperlukannya tindakan yang lebih teknis
dengan cara menerapkan metode penelitian guna mengumpulkan informasi yang
diperlukan untuk merumuskan permasalahan kebijakan dan mencari berbagai
alternatif solusi kebijakan.
Metode Formulasi:
1. Rasional, Langkah-langkah dalam model rasional:
a.
Pengambil kebijakan dihadapkan pada suatu masalah
b.
Tujuan dan nilai-nilai yang ingin dicapai dapat dirangking
c.
Alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah dirumuskan
d.
Analisa biaya dan manfaat dilakukan untuk masing-masing
alternatif
e.
Membandingkan masing-masing alternatif
f.
Memilih alternatif yang terbaik
2. Inkremental/tambal
sulam (berdasarkan kebijakan/keputusan yang sudah ada kemudian
diperbaiki/disempurnakan untuk memecahkan masalah yang baru tersebut).
Proses legitimasi kebijakan publik dilakukan setelah dilakukan formulasi kebijakan.
Legitimasi adalah proses pengesahan
suatu keputusan menjadi sebuah undang-undang dan hukum tertulis lainnya.
Bentuk-bentuk legitimasi kebijakan publik antara lain:
a)
UNDANG-UNDANG , Undang-undang merupakan peraturan tinggi setelah
undang-undang dasar yang diangkat sebagai konstitusi negara Indonesia.
Undang-undang mengatur urusan-urusan yang bersifat spesifik. Misalnya masalah
pertanian, lalu lintas, pemasaran, dan lain sebagainya.
b)
PERPU (peraturan pemerintah pengganti Undang-undang), Perpu baru bisa diputusan oleh presiden
disaat yang genting. Misalnya dalam hal penanganan masalah bencana alam ataupun
perang. Sebab harus dibahas DPR pada kesempatan pertama untuk dijadikan UU.
Dalam konteks ini, DPR cuma punya dua pilihan: menolak atau menyetujui.
c)
PP, peraturan pemerintah diterbitkan untuk memberikan
penjelasan terhadap undang-uandang agar tidak terjadi salah tafsir bagi
masing-masing penafsir kebijakan.
d)
PERATURAN PRESIDEN, peraturan presiden merupakan peraturan
yang dikeluarkan oleh presiden untuk menajalankan implementasi kebijakan kepada
pemerintahan.
e)
PERATURAN DAERAH, Peraturan Daerah adalah Naskah Dinas yang berbentuk
peraturan perundang-undangan, yang mengatur urusan otonomi daerah dan tugas
pembantuan atau untuk mewujudkan kebijaksanaan baru, melaksanakan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dan menetapkan sesuatu organisasi dalam
lingkungan Pemerintah daerah yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3). Tahap Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)
Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan ini
berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola
operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil
sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga
upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program
dilaksanakan. Implementasi kebijakan tidak hanya melibatkan instansi yang
bertanggung jawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut
jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial.
Implikasi sebuah kebijakan
merupakan tindakan sistematis dari pengorganisasian, penerjemahan dan aplikasi.
Berikut ini
merupakan tahapan-tahapan operasional implementasi sebuah kebijakan:
a) Tahapan intepretasi, tahapan ini merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang bersifat
abstrak dan sangat umum ke dalam kebijakan atau tindakan yang lebih bersifat
manajerial dan operasional. Kebijakan abstrak biasanya tertuang dalam bentuk
peraturan perundangan yang dibuat oleh lembaga eksekutif dan legislatif, bisa
berbentuk perda ataupun undang-undang. Kebijakan manajerial biasanya tertuang
dalam bentuk keputusan eksekutif yang bisa berupa peraturan presiden maupun
keputusan kepala daerah, sedangkan kebijakan operasional berupa keputusan
pejabat pemerintahan bisa berupa keputusan/peraturan menteri ataupun keputusan
kepala dinas terkait.
b) Tahapan pengorganisasian, kegiatan pertama
tahap ini adalah penentuan pelaksana kebijakan (policy implementor) yang setidaknya dapat diidentifikasikan
sebagai berikut: instansi pemerintah (baik pusat maupun daerah); sektor swasta;
LSM maupun komponen masyarakat. Setelah pelaksana kebijakan ditetapkan; maka
dilakukan penentuan prosedur tetap kebijakan yang berfungsi sebagai pedoman,
petunjuk dan referensi bagi pelaksana dan sebagai pencegah terjadinya
kesalahpahaman saat para pelaksana tersebut menghadapi masalah. Prosedur tetap
tersebut terdiri atas prosedur operasi standar (SOP) atau standar pelayanan
minimal (SPM). Langkah berikutnya adalah penentuan besaran anggaran biaya dan
sumber pembiayaan. Sumber pembiayaan bisa diperoleh dari sektor pemerintah
(APBN/APBD) maupun sektor lain (swasta atau masyarakat). Selain itu juga diperlukan
penentuan peralatan dan fasilitas yang diperlukan, sebab peralatan tersebut
akan berperan penting dalam menentukan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan
kebijakan. Langkah selanjutnya – penetapan manajemen pelaksana kebijakan –
diwujudkan dalam penentuan pola kepemimpinan dan koordinasi pelaksanaan, dalam
hal ini penentuan focal point pelaksana kebijakan. Setelah itu, jadwal
pelaksanaan implementasi kebijakan segera disusun untuk memperjelas hitungan
waktu dan sebagai salah satu alat penentu efisiensi implementasi sebuah
kebijakan.
c) Tahapan implikasi, tindakan dalam
tahap ini adalah perwujudan masing-masing tahapan yang telah dilaksanakan
sebelumnya.
Dalam proses implementasi sebuah kebijakan, para
ahli mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi sebuah kebijakan. Dari kumpulan faktor tersebut bisa kita tarik
benang merah faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan
publik. Faktor-faktor tersebut adalah:
a.
Isi atau content kebijakan
tersebut, kebijakan yang baik dari sisi
content setidaknya mempunyai sifat jelas, tidak
distorsif, didukung oleh dasar teori yang teruji, mudah dikomunikasikan ke
kelompok target, didukung oleh sumberdaya baik manusia maupun finansial yang
baik.
b.
Implementator dan kelompok target, pelaksanaan implementasi kebijakan tergantung pada badan pelaksana kebijakan
(implementator) dan kelompok target (target groups). Implementator harus
mempunyai kompetensi, komitmen dan konsistensi untuk melaksanakan sebuah
kebijakan sesuai dengan arahan dari penentu kebijakan (policy makers), selain
itu, kelompok target yang terdidik dan relatif homogen akan lebih mudah
menerima sebuah kebijakan daripada kelompok yang tertutup, tradisional dan
heterogen.
c.
Lingkungan, keadaan sosial-ekonomi, politik,
dukungan publik maupun kultur populasi tempat sebuah kebijakan
diimplementasikan juga akan mempengaruhi keberhasilan kebijakan publik. Kondisi
sosial-ekonomi sebuah masyarakat yang maju, sistem politik yang stabil dan
demokratis, dukungan baik dari konstituen maupun elit penguasa, dan budaya
keseharian masyarakat yang mendukung akan mempermudah implementasi sebuah
kebijakan.
1). Implementasi
Sistem Rasional (Top-Down), menurut Parsons, model implementasi inilah yang paling pertama
muncul,
model rasional
ini berisi gagasan bahwa implementasi adalah menjadikan orang melakukan apa-apa
yang diperintahkan dan mengontrol urutan tahapan dalam sebuah sistem. Pendekatan
yang bersifat top-down ini mengasumsikan bahwa apa yang sudah diputuskan (policy) adalah alternatif terbaik, dan
agar mencapai hasil maka kontrol administrasi dalam pengimplementasiannya
adalah hal mutlak. Ciri dari pendekatan ini adalah memandang proses pembuatan kebijakan
sebagai suatu proses yang berlangsung secara rasional dan implementasi adalah
melaksanakan tujuan yang telah dipilih tersebut dengan menentukan
tindakan-tindakan rasional untuk mencapai tujuan tersebut. Pendekatan ini juga
mengasumsikan bahwa setiap kegagalan kebijakan dalam mencapai dampak yang
diinginkan, harus dicari faktor-faktornya dari kegagalan proses implementasi
membangun mata-rantai hubungan sebab-akibat agar kebijakan bisa berdampak[3].
2). Implementasi
Kebijakan Bottom Up, Model
implementasi dengan pendekatan bottom up
muncul sebagai kritik terhadap model pendekatan rasional (top down). Menurut Smith dalam Islami, implementasi kebijakan dipandang
sebagai suatu proses atau alur. Model Smith ini memandang proses implementasi
kebijakan dari proses kebijakan dari perspektif perubahan sosial dan politik, dimana kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan
dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran.
4). Tahap Policy
Evaluation (Evaluasi Kebijakan)
Evaluasi
Kebijakan dilakukan karena pada dasarnya setiap kebijakan negara ( public
policy ) mengandung resiko untuk mengalami kegagalan. Adapun adanya penyebab dari
kegagalan suatu kebijakan ( policy failure ) dapat dibagi menjadi 2
katagori, yaitu : (1) karena “non
implementation” ( tidak
terimplementasi ), dan (2) karena “unsuccessful” (implementasi
yang tidak berhasil), tidak terimplementasikannya suatu kebijakan itu berarti
bahwa kebijakan itu tidak dilaksanakan sesuai dengan di rencanakan. Sedangkan
implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi bila suatu kebijakan tertentu
telah dilaksanakan sudah sesuai rencana, dengan mengingat kondisi eksternal
ternyata sangat tidak menguntungkan, maka kebijakan tersebut tidak dapat
berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang telah dikehendaki.
Adapun telaah
mengenai dampak atau evaluasi kebijakan adalah, dimaksudkan untuk mengkaji
akibat-akibat dari suatu kebijakan atau dengan kata lain untuk mencari jawaban
apa yang terjadi sebagai akibat dari pada “implementasi kebijakan”. Dengan demikian, secara singkat
analisis dampak kebijakan “menggaris bawahi” pada masalah what policy
causes sebagai lawan dari kajian what causes policy. Konsep
evaluasi dampak yang mempunyai arti sama dengan konsep kebijakan yang telah
disebutkan diatas.
Evaluasi
Kebijakan adalah merupakan suatu aktivitas untuk melakukan penilaian terhadap
akibat-akibat atau dampak kebijakan dari berbagai program-program pemerintah. Pada studi evaluasi
kebijakan telah dibedakan antara “policy impact / outcome dan policy
output. “Policy Impact / outcome ” adalah akibat-akibat dan konsekuensi-konsekuensi yang
ditimbulkan dengan dilaksanakannya suatu kebijakan. Adapun yang dimaksud dengan
“Policy output” ialah dari apa yang telah dihasilkan dengan adanya
program proses perumusan kebijakan pemerintah[4].
Dari pengertian tersebut maka dampak mengacu pada adanya perubahan-perubahan
terjadi yang di akibatkan oleh suatu implementasi kebijakan. Dampak kebijakan disini tidak lain
adalah seluruh dari dampak pada kondisi “dunia -nyata”.
[2] Ibid donyblog