BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seluruh
umat islam telah sepakat bahwa hadits merupakan salah satu sumber ajaran islam
yang menempati kedudukan setelah al-Qur’an. Bagi umat islam merupakan keharusan
untuk mengikuti hadits sama halnya mengikuti al-Qur’an. Para ulama’ pun tidak
mungkin menggali hukum hanya dari salah satunya saja (al-Qur’an atau hadits),
tapi mereka mengambil dari keduanya secara bersamaan. Sebagaimana yang
termaktub di surat an-Nisa’ ayat 59: “ Hai orang –orang beriman, taatilah Allah
dan taatilah rasulNya dan juga ulil amri (pemimpin) diantara kamu”.
Berbicara
soal hadits, ada baiknya kita mengetahui pula apa itu khabar dan atsar, yang
keduanya juga berasal dari Rasulullah saw, yang diantara ketiganya memiliki
keterkaitan bahkan kesamaan dalam pengertian menurut sebagian Ulama’. Lebih
lengkapnya kami akan bahas melalui uraian rinci berikut ini.
B. Rumusan Masalah
Dari
latar belakang di atas, dapat di tarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa
pengertian hadits menurut bahasa dan istilah?
2. Apa
pengertian khabar menurut bahasa dan istilah?
3. Apa
pengertian atsar menurut bahasa dan istilah?
C. Tujuan
Dengan
rumusan masalah di atas, didapat tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui
pengertian hadits menurut bahasa dan istilah.
2. Mengetahui
pengertian khabar menurut bahasa dan istilah.
3. Mengetahui
pengertian atsar menurut bahasa dan istilah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits
a. Hadits Menurut Bahasa
Hadits berasal dari bahasa Arab الحديث (al
hadits) jamaknya adalahالأحاديث (al ahaadiits). Dari segi bahasa,
kata ini memiliki banyak arti, diantaranyaالجديد (al jadiid) yang berarti baru, lawan
dari kata القديم (al qadiim) yang berarti lama. Dalam hal ini, semua yang
disandarkan kepada nabi Muhammad SAW itu adalah hadits (baru). Sebagai lawan/
kebalikan dari wahyu Allah (kalam Allah) yang bersifat qadim.[1] Pendapat
tersebut juga dikemukakan oleh Muhammad ‘Ajjaj al Khathib. Beliau mengatakan
hadits berarti sesuatu yang baru.[2]Kemudian arti hadits adalah “qarib” (yang dekat),
yang belum lama terjadi seperti dalam ungkapan (baru masuk Islam) حديث العهد بالإسلام , khabar (warta) atau sesuatu yang diperbincangkan
dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Dari makna inilah diambil
ungkapan “hadits Rasulullah”.
Hadits yang bermakna khabar ini diambil dari kata haddatsa,
yuhadditsu, tahdiits, yang bermakna riwayat atau ikhbar (mengabarkan). Maka
jika ada ungkapan حدّثنا بحديث اى اخبرنا بحديث “ia mengabarkan sesuatu khabar kepada
kita”.
b. Hadits
Menurut Istilah
Hadits menurut pengertian ahli hadits dibagi menjadi dua yaitu pengertian hadits
yang terbatas dan pengertian hadits yang luas.
Pengertian
hadits yang terbatas adalah :
ما أضيف الى النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم قولا او فعلا
او تقريرا او نحوها, “ ialah sesuatu yang disandarkan kepada nabi
Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan yang
sebagainya/ semisalnya.
Ta’rif ini mengandung empat unsur yakni perkataan, perbuatan, pernyataan dan sifat-sifat atau keadaan nabi Muhammad SAW yang lain, yang semuanya hanya disandarkan kepada beliau, tidak termasuk hal-hal yang disandarkan kepada para sahabat dan tabi’in.
Ta’rif ini mengandung empat unsur yakni perkataan, perbuatan, pernyataan dan sifat-sifat atau keadaan nabi Muhammad SAW yang lain, yang semuanya hanya disandarkan kepada beliau, tidak termasuk hal-hal yang disandarkan kepada para sahabat dan tabi’in.
Sementara menurut pengertian hadits
yang luas, hadits tidak hanya disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, tetapi juga
mencakup perkataan, perbuatan atau taqrir yang disandarkan kepada para sahabat
atau tabi’in, sehingga dalam hadits ada istilah “marfu’ (yang disandarkan
kepada nabi), manqul (yang disandarkan kepada sahabat) dan maqthu’ (yang
disandarkan kepada tabi’in).
b. Hadits
menurut pengertian ahli usul
yaitu :
اقواله صلّى الله عليه وسلّم و افعاله وتقاريره ممّا
يتعلّق به حكم بنا “ segala perkataan, perbuatan dan ketetapan nabi yang
bersangkut paut dengan hukum”. Maka menurut mereka, tidak termasuk hadits
sesuatu yang tidak bersangkut paut dengan hukum, seperti masalah kebiasaan
sehari-hari atau adat istiadat.
c. Macam-Macam Hadits
Ditinjau dari segi nilai sanad, hadits dikelompokkan
dalam tiga macam, shohih, hasan, dan dhoif.
Hadits Shohih, yaitu hadits yang cukup sanadnya
dari awal sampai akhir dan oleh orang-orang yang sempurna
hafalannya.
Syarat hadits shohih adalah:
1. Sanadnya bersambung.
2. Perawinya adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak
baik, tidak fasik, terjaga kehormatan dirinya (muruah).
3. Dhobit, yakni
memiliki ingatan dan hafalan yang sempurna serta mampu menyampaikan hafalan itu
kapan saja dikehendaki; dan
4. Hadits yang diriwayatkannya tidak bertentangan dengan
hadits mutawatir atau dengan ayat al-Qur`an.
Hadits shohih dibagi dua:
1. Shohih Lizatihi, yakni hadits yang shohih dengan
sendirinya tanpa diperkuat dengan keterangan lainnya. Contohnya adalah sabda
Nabi Muhammad saw., ``Tangan di atas (yang memberi) lebih baik dari tangan di
baivah (yang menerima). `` (HR. Bukhori dan Muslim)
2. Shohih Lighoirihi, yakni hadits yang keshohihannya
diperkuat dengan keterangan lainnya. Contohnya sabda Nabi Muhammad
saw., ``Kalau sekiranya tidak terlalu menyusahkan umatku untuk
mengerjakannya, maka aku perintahkan bersiwak (gosok gigi) setiap akan
sholat.`` (HR. Hasan). Dilihat dari sanadnya, semata-mata hadits Hasan
Lizatihi, namun karena dikuatkan dengan riwayat Bukhori, maka jadilah ia shohih
lighoirihi.
Hadits Hasan, adalah hadits yang sanadnya
bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil, namun tidak sempurna
hafalannya. Hadits hasan dibagi dua:
1. Hasan Lizatihi, yakni hadits yang dengan
sendirinya dikatakan hasan. Hadits ini ada yang sampai ke tingkat
lighoirihi;
2. Hasan Lighoirihi, yakni hadits yang derajat
hasannya dibantu dengan keterangan lainnya. Contohnya sabda
Nabi Muhammad saw., ``Sembelihan bagi bayi hezvan yang berada dalam perut
ibunya, cukuplah dengan sembelihan ibunya saja.`` (HR. Tirmidzi, Hakim, dan
Darimi).
Hadits Dhoif (lemah) adalah hadits yang tidak memenuhi
syarat shohih dan hasan. Contohnya, ’’Barangsiapa berkata kepada orang miskin:
‘bergembiralah’, maka wajib baginya surga”. (HR. Ibnu A’di). Di antara perawi
hadits tersebut ialah Abdul Mali bin Harun. Menurut Imam Yahya, ia seorang
pendusta. Sedangkan Ibnu Hiban memvonisnya sebagai pemalsu hadits.
Dari segi keterputusan sanad, hadits dhoif terbagi
menjadi lima macam:
1. hadits mursal, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
tabi`in dengan menyebutkan ia menerimanya langsung dari Nabi Muhammad saw.,
padahal tabi`in (generasi setelah sahabat) tidaklah mungkin bertemu dengan
nabi.
2. Hadits munqothi` yaitu hadits yang salah seorang
rawinya gugur (tidak disebutkan namanya) tidak saja pada sahabat, namun bisa
terjadi pada rawi yang di tengah atau di akhir;
3. Hadits al-mu`adhdhol, yaitu hadits yang dua orang atau
lebih dari perawinya setelah sahabat secara berurutan tidak disebutkan dalam
rangkaian sanad;
4. Hadits mudallas, yaitu hadits yang rawinya
meriwayatkan hadits tersebut dari orang yang sezaman dengannya, tetapi tidak
menerimanya secara langsung dari yang bersangkutan;
5. Hadits mu`allal, yaitu hadits yang kelihatannya
selamat, tetapi sesungguhnya memiliki cacat yang tersembunyi, baik pada sanad
maupun pada matannya.
Ditinjau dari segi lain-lainnya, hadits dhoif terbagi
dalam enam macam:
1. hadits mudhthorib, yaitu hadits yang kemampuan ingatan
dan pemahaman periwayatnya kurang;
2. hadits maqluub, yaitu hadits yang terjadi pembalikan
di dalamnya, baik pada sanad, nama periwayat, maupun matannya;
3. hadits mudho’af, yaitu hadits yang lemah matan dan
sanadnya sehingga diperselisihkan oleh para `ulama. Contohnya, ’’asal segala
penyakit adalah dingin.’’ (HR. Anas dengan sanad yang lemah)
4. hadits syaaz, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
seorang rawi yang shiqoh,namun menyalahi riwayat orang banyak yang thiqoh juga;
5. hadits mungkar, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
seorang yang lemah dan riwayatnya berbeda dengan riwayat yang shiqoh;
6. hadits matruuk, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
seseorang yang dituduh suka berdusta, nyata kefasikannya, ragu dalam
periwayatan, atau pelupa.
B. Khabar
Khabar menurut bahasa ialah “warta berita yang disampaikan
dari seseorang kepada orang lain”, atau memberitakan, mengabarkan.
Sedangkan khabar menurut
istilah ahli hadits adalah
“segala bentuk berita, baik yang datang dari nabi, sahabat nabi, maupun
tabi’in”.
Melihat definisi di atas, maka hadits marfu’,
hadits mauquf dan hadits maqthu’ bisa disebut dengan khabar. Dan oleh karena
itu pula ada yang berpendapat bahwa khabar adalah segala bentuk berita (warta)
yang diterima bukan dari nabi SAW saja. Contoh hadits yang berbunyi :
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا
كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَآءِ
“Islam
itu mulanya asing dan akan kembali asing seperti semula. Maka beruntunglah bagi
orang-orang yang asing”.
Kalau ditinjau dari definisi bahwa khabar itu mencakup hadits marfu’, maka
hadits di atas tadi dianggap khabar, karena meski diriwayatkan oleh imam Muslim
dan abi Hurairah r.a, menurut sebagian para ahli hadits, hadits ini dianggap
marfu’.
C. Atsar
Adapun atsar menurut bahasa adalah “berkas atau dampak
sesuatu”. Atau sesuatu yang diambil, misal doa yang diambil langsung
kalimat-kalimatnya dari nabi SAW disebut dengan doa ma’tsur. Contoh
doa nabi SAW yang diriwayatkan oleh Annas, r.a :
وعن انس رضي الله عنه قال : كان اكثر دعاء النّبيّ صلّى
الله عليه وسلّم اللّهمّ آتنا فى الدّنيا حسنة و فى الآخرة حسنة وقنا عذاب النّار
(متفق عليه )
Dari Anas r.a, ia berkata : doa nabi SAW yang paling
banyak (dibaca) adalah “wahai Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (HR. Bukhari
Muslim).
Sementara pengertian atsar menurut istilah mayoritas
ahli hadits sama dengan khabar dan hadits.
Para Fuqaha’ (ahli Fiqih) menggunakan kata atsar untuk
ucapan-ucapan sahabat, tabi’iin, ulama’ salaf dan lain-lain.
Ada yang berpendapat bahwa atsar lebih umum daripada
khabar, dengan alasan bahwa atsar mencakup segala berita yang datang dari nabi dan
lainnya. Sementara khabar ditujukan kepada berita yang datang dari nabi SAW
saja.
Dari uraian di atas, untuk membedakan mana yang
termasuk hadits/ khabar/ atsar, seseorang harus mengetahui kedudukan sanad yang
menyampaikan matan hadits yang dimaksud, apakah ia bersambung sampai nabi SAW
atau tidak. Wallaahu a’lam.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Hadits berasal dari bahasa Arab الحديث (al
hadits) jamaknya adalahالأحاديث (al ahaadiits). Dari segi bahasa,
kata ini memiliki banyak arti, diantaranyaالجديد (al jadiid) yang berarti baru, lawan
dari kata القديم (al qadiim) yang berarti lama. Dalam hal ini, semua yang
disandarkan kepada nabi Muhammad SAW itu adalah hadits (baru). Sedangkan
menurut istilah, hadits adalah اقواله صلّى الله عليه
وسلّم و افعاله وتقاريره ممّا يتعلّق به حكم بنا “ segala perkataan, perbuatan dan ketetapan nabi yang
bersangkut paut dengan hukum”. Khabar menurut
bahasa ialah “warta berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain”,
atau memberitakan, mengabarkan.
Sedangkan khabar menurut istilah ahli hadits adalah “segala bentuk berita, baik yang
datang dari nabi, sahabat nabi, maupun tabi’in”. Adapun atsar menurut bahasa
adalah “berkas atau dampak sesuatu”. Atau sesuatu yang diambil. Sementara
pengertian atsar menurut istilah mayoritas ahli hadits sama dengan khabar dan
hadits.
DAFTAR PUSTAKA