MAKALAH
TEORI SUKU BUNGA
Makalah Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi
Moneter
Pembimbing: A. Taufiq Buhari, M.Pd
Kelompok IV:
Kelompok IV:
Nadhifatul Qudsiyah (11629120048)
Fauziyah (11629120035)
Mulinda (11629120043)
PRODI EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYAIKHONA MOH.
CHOLIL
(STAIS) BANGKALAN
2014-2015
KATA
PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang tak
terkira. Akhirnya makalah ini dapat kami selesaikan tepat waktu dan dengan
kerja keras yang tak luput dari bagian usaha kami. Mengingat kegiatan kami
sebagai mahasiswa dan berangkat dari hal itulah kami tetap ingin menyelesaikan
makalah ini dengan baik, sesuai prosedur yang telah diberikan dan sebisa
mungkin untuk memenuhi target.
Sehubungan dengan selesainya
makalah ini kami minta maaf sebesar-besarnya terhadap teman-teman mahasiswi
semester 6 prodi Ekonomi Syariah dan pembimbing kami di mata kuliah ini, pasti akan
banyak sekali ditemukan kekurangan atau kesalahan dari apa yang telah kami
sajikan kali ini. Kritik dan saran teman-teman dan pembimbing akan sangat
bermanfaat bagi kami yang tentunya kami ambil sebagai pelajaran awal dari
semuanya untuk menjadi insan berpendidikan yang selalu ingin lebih baik dari
hari kemarin.
wallahu
a’lam bish shawab.
Bangkalan,
Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR
ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.......................................................................................... 1
2.1 Rumusan Masalah...................................................................................... 2
3.1
Tujuan........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
......... 1.1 Suku Bunga................................................................................................ 3
......... 2.1 Teori-Teori Suku Bunga............................................................................. 3
3.1
Fungsi-Fungsi Suku Bunga........................................................................ 6
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 9
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Drama gejolak ekonomi (krisis moneter) 1998 yang telah terjadi
puluhan tahun yang lalu sampai sekarang masih memeperlihatkan sisa-sisa
dampaknya, salah satunya adalah fenomena labilnya dunia perekonomian Indonesia termasuk
perbankan yang disebabkan oleh nilai tukar rupiah yang semakin terhempas ke
kisaran angka 13.000 rupiah per dollar
US seperti sekarang ini.
Inflasi merupakan salah satu dampak dari terjadinya krisis ekonomi
berkepanjangan yang melanda suatu negara. Inflasi adalah suatu keadaan dimana
terjadi kenaikan hargaharga secara tajam (absolute) yang berlangsung
secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama yang diikuti dengan
semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara (Tajul Kahalwaty,
2000 : 5).
Sekitar tahun 1997, permasalahan inflasi dan krisis nilai tukar
semakin mencuat karena tingkat inflasi sudah mencapai angka dua digit yaitu
sekitar 11,05 persen dan menyebabkan nilai mata uang rupiah merosot tajam. Hal
ini mengakibatkan jumlah hutang negara terhadap luar negeri juga meningkat tajam.
Selain itu berpengaruh terhadap timbul Non Performing Loans (NPL) atau kredit
macet yang secara langsung dan tidak langsung akan mengganggu (dalam jumlah
yang besar bahkan akan menghentikan) operasional bank. Masalah lain yang
ditimbulkan adalah perginya para investor asing dari Indonesia.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi
inflasi adalah dengan menekan uang beredar baik dalam arti sempit (M1) maupun
arti luas (M2) atau likuiditas perekonomian. Efek dari kebijakan ini, bank-bank
swasta maupun bank-bank pemerintah berlomba-lomba menaikkan suku bunga. Bunga
yang diberikan oleh bank-bank pada masyarakat merupakan daya tarik yang utama
bagi masyarakat untuk melakukan penyimpanan uangnya di bank, sedangkan bagi
bank, semakin besar dana masyarakat yang bisa dihimpun, akan meningkatkan
kemampuan bank untuk membiayai operasional aktivanya yang sebagian besar berupa
pemberian kredit pada masyarakat. Untuk itu pemerintah melakukan kebijakan
moneter dengan menekan jumlah uang beredar melalui peningkatan suku bunga bank.
2.1
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil rumusan
masalah sebagai berikut:
1.
Apa
pengertian dari tingkat suku bunga?
2.
Apa
saja teori-teori tentang suku bunga?
3.
Bagaimana
konsep tentang suku bunga?
3.1
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat ditarik tujuan
sebagai berikut:
1.
Mengetahui
pengertian dari tingkat suku bunga.
2.
Mengetahui
teori-teori tentang suku bunga.
3.
Mengetahui
konsep-konsep tentang suku bunga.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1.1
Suku Bunga
Setiap transaksi uang khususnya di bank konvensional pasti terkait
dengan bunga. Bunga merupakan suatu bentuk imbal jasa atau kompensasi atas
pinjaman uang atas kemanfaatan dari uang tersebut kedepannya untuk
diinvestasikan. Adapun jumlah pinjamannya disebut pokok utang (principal),
sedangkan persentase dari pokok utang yang dibayarkan sebagai imbal jasa (
bunga ) dalam suatu periode tertentu disebut suku bunga.[1] Tingkat suku bunga biasanya dinyatakan dalam persen (%) untuk
jangka waktu tertentu.[2]
Berdasarkan
pengertiannya dalam dunia perbankan, suku bunga bisa diartikan menjadi dua:
1.
Suku
bunga simpanan, merupakan tingkat bunga yang diberikan bank sebagai balas jasa
karena nasabah mempercayakan uangnya untuk disimpan atau ditabung pada bank
yang bersangkutan.
2.
Suku
bunga pinjaman, merupakan tingkat suku bunga yang dikenakan oleh bank kepada
kreditor yang meminjam uang dari bank.
Menurut Miller, RL dan Vanhoose, bunga adalah sejumlah dana dan
dinilai dalam uang yang diterima si pemberi pinjaman (kreditor). Sedangkan suku
bunga adalah rasio dari bunga terhadap jumlah pinjaman.[3]
2.1
Teori Suku Bunga
1.
Teori
Suku Bunga Klasik
Kaum di era klasik mengungkapkan bahwa suku bunga itu menentukan
besarnya tabungan maupun investasi yang akan dilakukan dalam perekonomian yang
menyebabkan tabungan yang tercipta pada penggunaan tenaga kerja penuh akan
selalu sama yang dilakukan oleh pengusaha. Terlepas dari teori ekonomi mikro,
teori klasik menjelaskan bahwa tingkat bunga merupakan nilai balas jasa dari
modal. Dalam teori klasik, stok barang modal dicampuradukkan dengan uang dan
keduanya dianggap mempunyai hubungan subtitusif. Semakin langka modal, semakin
tinggi suku bunga. Sebaliknya, semakin banyak modal semakin rendah tingkat suku
bunga (Nasution dalam Badriah Sappewali, 2001).
Investasi juga merupakan fungsi dari suku bunga. Makin tinggi suku
bunga, keinginan masyarakat untuk melakukan investasi juga semakin kecil.
Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila
keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari suku bunga yang
harus dibayar untuk dana investasi tersebut merupakan ongkos untuk penggunaan
dana (Cost of Capital). Makin rendah suku bunga, maka pengusaha akan
lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga
makin kecil.
Keseimbangan tingkat bunga berada pada titik i0 dimana jumlah
tabungan sama dengan jumlah investasi. Apabila tingkat bunga berada diatas i0,
berarti jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk melakukan investasi.
Para pemilik dana akan bersaing untuk meminjamkan dananya dan persaingan ini
akan menekan tingkat bunga turun kembali ke posisi i0. sebaliknya, bila tingkat
bunga rendah berada di bawah i0, maka para pengusaha akan bersaing untuk
mendapatkan dana yang relatif lebih besar jumlahnya. Persaingan ini akan
mendorong tingkat bunga naik lagi ke i0, misalnya terjadi kenaikan efisiensi
produksi, maka akan mengakibatkan keuntungan yang diharapkan meningkat sehingga
pada tingkat bunga yang sama para pengusaha bersedia membayar dana yang lebih
besar untuk membiayai investasi, atau untuk dana investasiyang sama jumlahnya,
para pengusaha bersedia membayar tingkat bunga yang lebih tinggi. Keadaan ini
ditunjukkan dengan bergesernya kurva permintaan investasi ke kanan atas,
sehingga keseimbangan tingkat bunga yang baru adalah pada titik i1 (Nopirin,
1993).
2.
Teori Suku Bunga Keynes
Pandangan berbeda diberikan oleh Keynes.
Menurutnya, tingkat bunga itu merupakan suatu fenomena moneter. Artinya,
tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan uang (ditentukan dalam
pasar uang). Uang akan mempengaruhi kegiatan ekonomi (GNP), sepanjang uang ini
mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan memengaruhi
keinginan untuk mengadakan investasi dengan demikian akan mempengaruhi GNP (Nopirin, 1992). Keynes mengasumsikan bahwa
perekonomian belum mencapai full employment. Oleh karena itu, produksi masih
dapat ditingkatkan tanpa mengubah tingkat upah maupun tingkat harga. Dengan
menurunkan tingkat bunga, investasi dapat dirangsang untuk meningkatkan produk
nasional. Dengan demikian setidaknya untuk jangka pendek, kebijaksanaan moneter
dalam teori keynes berperan untuk meningkatkan produk nasional.[4]
Pertama, Keynes menyatakan bahwa masyarakat
mempunyai keyakinan bahwa ada suatu tingkat bunga yang normal. Jika memegang
surat berharga pada waktu tingkat bunga naik (harga turun) mereka akan
menderita kerugian. Mereka akan menghindari kerugian ini dengan cara mengurangi
surat berharga yang dipegangnya dan dengan sendirinya menambah uang yang
dipegang.
Kedua, sehubungan dengan biaya memegang uang
kas. Makin tinggi tingkat bunga, makin besar pula biaya memegang uang kas,
sehingga keinginan memegang uang kas juga semakin rendah sehingga permintaan
akan uang kas naik. Dari kedua penjelasan diatas, dijelaskan adanya hubungan
negatif antara tingkat bunga dengan permintaan akan uang tunai. Permintaan uang
ini akan menetukan tingkat bunga. Tingkat bunga berada dalam keseimbangan
apabila jumlah uang kas yang diminta sama dengan penawarannya (Nopirin, 1993).
3.
Teori Suku Bunga Hicks
Hicks mengemukakan teorinya bahwa tingkat bunga
berada dalam keseimbangan pada suatu perekonomian bila tingkat bunga ini
memenuhi keseimbangan sektor moneter dan sektor rill. Pandangan ini merupakan
gabungan dari pendapat klasik dan keynesian, dimana madzhab klasik mengatakan
bahwa bunga timbul karena uang adalah produktif artinya bahwa bila seseorang
memiliki dana maka mereka dapat menambah alat produksinya agar keuntungan yang
diperoleh meningkat. Jadi uang dapat meningkatkan produktivitas sehingga orang
ingin membayar bunga. Sedangkan menurut keneysian bahwa uang bisa produktif
dengan metode spekulasi di pasar uang dengan kemungkinan memperoleh keuntungan,
dan keuntungan inilah sehingga orang ingin membayar bunga.
4.
Teori Yang Lain
Menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan
dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari
jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman.
Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari
pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang pokok per unit waktu.
Bunga merupakan suatu ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang
harus dibayarkan kepada kreditur.
Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 471) suku bunga adalah harga
yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu
tertentu. Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 99-100) suku bunga dapat
dibedakan menjadi dua yaitu suku bunga nominal dan suku bunga riil. Dimana suku
bunga nominal adalah rasio antara jumlah uang yang dibayarkan kembali dengan
jumlah uang yang dipinjam. Sedang suku bunga riil lebih menekankan pada rasio
daya beli uang yang dibayarkan kembali terhadap daya beli uang yang dipinjam.
Suku bunga riil adalah selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi.
Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998) suku bunga adalah pembayaran yang
dilakukan atas penggunaan sejumlah uang.
Menurut Prasetiantono (2000) mengenai suku bunga adalah : jika suku bunga
tinggi, otomatis orang akan lebih suka menyimpan dananya di bank karena ia
dapat mengharapkan pengembalian yang menguntungkan. Dan pada posisi ini,
permintaan masyarakat untuk memegang uang tunai menjadi lebih rendah karena
mereka sibuk mengalokasikannya ke dalam bentuk portfolio perbankan (deposito
dan tabungan). Seiring dengan berkurangnya jumlah uang beredar, gairah belanja
pun menurun. Selanjutnya harga barang dan jasa umum akan cenderung stagnan,
atau tidak terjadi dorongan inflasi. Sebaliknya jika suku bunga rendah,
masyarakat cenderung tidak tertarik lagi untuk menyimpan uangnya di bank.
2.1 Faktor Fakor
Yang Memengaruhi Suku Bunga
Faktor –faktor yang memengaruhi besar kecilnya penetapan
suku bunga (pinjaman dan simapanan) adalah sebagai berikut.
1.
Kebutuhan dana
Apabila bank kekurangan dana sementara
pemohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut
cepat terpenuhi dengan meningkat kan suku bunga simpanan. Peningkatan bunga
simpanan secara atomatis akan meninkat pula
bunga pinjaman.
2.
Persaingan
Dalam memperebutkan dana simpanan, maka
disamping faktor promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memerhatikan
pesaing. Dalam arti jika untuk bunga simpanan rata-rata 16%, maka jika hendak
membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan kita naikkan diatas bunga
pesaing misalnya 16%. Namun sebliknya untuk bunga pinjaman kita harus berada
dibawa bunga pesaing.
3.
Kebijakan
pemerintah
Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman
kita tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
4.
Harga laba
yang di inginkan
Sesuai dengan target yang diinginkan, jika
laba yang diinginkan besar, maka bunga ikut besar dan sebaliknya.
5.
Jangka waktu
Semakin panjang jangka waktu pinjaman, akan
semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besar kemungkinan resiko dimasa
akan datang.
6.
Kualitas
jaminan
Semakin likuid jaminan yang diberikan,
semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya.
7.
Reputasi
perusahaan
Bonafiditas suatu perusahaan yang akan
memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan
nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid kemungknan risik macet kredit dimasa mendatang relatif kecil dan
sebaliknya.
8.
Produk yang
kompetitif
Produk yang dibiayai tersebut laku dipasaran.
9.
Hubungan baik.
Biasanya bank menggolongkan nasabahnya antara
nasabah utama (primer) dan nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini
didasarkan keaktifan dan loyaritas nasabah yang bersangkutan dengan pihak bank.
Nasabah utama biasanya mempunya hubungan yang baik denga pihak bank sehingga
dalam penentuan suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa.
10. Jaminan pihak ketiga
Dalam hal ini pihak yang memberikan jaminan
kepada penerima kredit.biasanya jika pihak yang memberikan jaminan bonafid,
baik dari segi kemampuan membayar , nama baik maupun loyaritasnya terhadap
bank, maka bunga yang dibebankanpun berbeda.
3.1
Fungsi-Fungsi Suku Bunga
Adapun fungsi suku bunga menurut Sunariyah (2004:81) adalah :
1)
Sebagai
daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih untuk diinvestasikan.
2)
Suku
bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan penawaran
dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya, pemerintah
mendukung pertumbuhan suatu sektor industri tertentu apabila
perusahaan-perusahaan dari industri tersebut akan meminjam dana. Maka
pemerintah memberi tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sektor lain.
3)
Pemerintah
dapat memanfaatkan suku bunga untuk mengontrol jumlah uang beredar. Ini
berarti, pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam suatu perekonomian.
[1]
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bunga
[2]
http://www.kajianpustaka.com/2012/10/teori-suku-bunga.html
[3]
http://lutfiibrahim.blogspot.com/2013/11/pengertian-suku-bunga.html
[4]
https://bugiskha.wordpress.com/2012/04/14/teori-teori-suku-bunga/