Jumat, 04 Juli 2014

Contoh Studi Kasus

Mobil “Murah Meriah” dan Kemacetan di Indonesia
Di awal tahun 2014, dunia otomotif Indonesia kian semarak dengan adanya launching beberapa merk mobil murah. Sebut saja Honda Brio, Daihatsu Ayla, Toyota Agya, Ford Figo dan yang terbaru diluncurkan pada tanggal 23 Maret dan yang iklannya baru ditayangkan di televisi adalah Datsun Go. Para vendor mengklaim jika harga murah bukanlah alasan menjadikan produk mereka sebagai low quality product. Dengan harga kisaran Rp 73 juta-117 juta dan menyasar segmen low-end, para vendor mobil ternama tersebut berharap adanya perubahan ekspektasi masyarakat tentang mahalnya harga mobil dan hanya orang ‘berduit’ saja yang biasa memilikinya.
Sejumlah kepala daerah menyatakan keberatan dengan kehadiran sederet mobil murah yang diklaim ‘ramah lingkungan’ (Low Cost Green Car/LCGC) tersebut. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo juga menolak keras adanya mobil murah tersebut. Karena mobil murah dampaknya akan sangat terasa di ibu kota yang sudah sangat akrab dengan kemacetan, padahal sang gubernur sedang getol mendemokan pentingnya warga Jakarta beralih ke moda transportasi umum seperti busway dan lainnya agar kemacetan bisa berkurang.
Namun sikap itu berbanding terbalik dengan pemerintah pusat. Pemerintah pusat bahkan akan terus menggenjot produksi mobil murah di Indonesia. Wakil presiden Indonesia, Boediono berdalih bahwa memiliki mobil merupakan hak setiap orang, jadi tak boleh ada satupun pihak yang mencegah atau menghambat produksi mobil murah tersebut.
Rumusan Masalah
1.      Apakah sikap pemerintah itu sedah sesuai dengan keadaan lalu lintas di Indonesia?
2.      Apakah kerugian dan kelebihan hadirnya mobil murah di Indonesia?
3.      Ada apa dibalik sikap ‘welcome’ nya pemerintah pusat terhadap mobil murah?
4.      Apa solusi mengatasi kemacetan di Indonesia khususnya di Jakarta?
Penyelesaian Kasus
Sikap dan langkah-langkah yang harus dilakukan pemerintah terhadap kehadiran mobil-mobil murah dan juga kemacetan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.        Kegiatan Pendahuluan
1)   Meninjau keadaan lapangan, maksudnya melihat realita sistem dan birokrasi dalam transportasi di Indonesia yang sudah ada. Sudah cukup baik atau masih dibawah standar.
2)   Peninjauan rutin dan pengawasan ketat pemerintah daerah dan pusat terhadap bagian birokrasi, khususnya alokasi dana APBD/APBN yang tersalur dinas perhubungan di tiap daerah. Karena penyelewengan dana sangat mempengaruhi kualitas sarana dan prasarana di bidang transportasi.
3)   Membentuk badan pengawas khusus yang mengawasi kegiatan intern dan ekstern transportasi, yakni pengawasan terhadap oknum-oknum yang membelakangi tata kota.
2.        Kegiatan lanjutan
1)    Memberikan penyuluhan kepada seluruh lapisan masyarakat, baik melalui RT/RW dan yang sederajat, ataupun ke seluruh lembaga sosial masyarakat tentang pentingnya kedisiplinan dalam berkendara.
2)    Memberikan pendidikan dan pelatihan dini terhadap anak didik mulai dari TK sampai jenjang perkuliahan tentang pendidikan transportasi, sebagai sarana sosialisasi.
3)    Mengkampanyekan sosialisasi tersebut di media cetak atau media elektronik dan media sosial.
3.        Kegiatan Puncak
1)    Menaikkan harga BBM dengan harga yang sekiranya memberatkan konsumen, sehingga mereka enggan menggunakan kendaraan pribadi yang selama ini menjadi biang kemacetan. Dengan semakin sedikitnya pengendara yang menkonsumsi BBM tentu juga mengurangi beban negara karena besarnya konsumsi BBM di Indonesia.
2)    Memperbanyak moda angkutan umum yang bisa mengangkut banyak orang, seperti MRT (Mass Rapid Transit), Busway dan yang sejenis dengan fasilitas dan service yang memadai.
3)    Memberlakukan sistem jalan berbayar di ibu kota (non tol) seperti yang diterapkan di negara Meksiko. Maksudnya, seperti  jika kita melewati jalan tersebut secara otomatis kita membayar pada dinas perhubungan. Jadi setiap kendaraan yang melintasi jalan tersebut secara otomatis akan terekam dan di scan oleh suatu alat berbayar otomatis yang terletak di bagiatan atas jalan tersebut.
4)    Membersihkan para pedagang kaki lima dan yang sejenis dan mengalokasikan mereka ke tempat yang layak.
5)    Menindak tegas kendaraan yang parkir sembarangan dengan cara memberikan surat tilang atau mengempeskan ban kendaraan atau langsung menyita dan membawa kendaraan tersebut ke kantor polisi sambil menunggu penebusan oleh si pemilik agar menimbulkan efek jera.
Analisis
1.        Pemerintah
1)        Kelemahan: tidak memperhatikan keadaan lalu lintas dan transportasi di Indonesia yang carut-marut, dengan mengizinkan para vendor  mobil meluncurkan ragam mobil murah untuk kelas menengah ke bawah, yang pada kenyataannya mobil murah tersebut tetap jadi konsumsi kaum menengah ke atas. Dan juga keengganan pemerintah memperbaiki fasilitas moda transportasi umum dan meremajakan angkutan umum yang sudah tak layak jalan. Dan yang terpenting adalah bahwa dengan adanya mobil murah akan semakin menambah beban konsumsi BBM dalam negeri, padahal pemerintah berusaha mengalihkan konsumsi BBM ke BBG, tapi nyatanya mereka mendukung kehadiran mobil murah yang masih menggunakan BBM.
2)        Kelebihan: kehadiran dan eksport mobil murah menjadi ‘umpan’ para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia sekaligus menjadi daya tarik bagi negara lain karena ekspor mobil yang murah dari Indonesia.
2.        Masyarakat
1)        Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya gaya hidup sederhana dan hemat, dan lebih memilih gaya hidup konsumtif yang nyatanya tidak pantas untuk negara berkembang.
2)        Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga dan merawat lingkungan sekitar.
3)        Kurangnya kesadaran masyarakat akan peraturan-peraturan lalu lintas.
4)        Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memilih moda transportasi umum sebagai bentuk kerjasama dengan pemerintah dalam menuntaskan masalah kemacetan dan polusi udara di Indonesia.