MAKALAH
DINASTI FATHIMIYYAH
Makalah Ini Ditujukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu: Drs.
Wasmoro Said, M. PdI
Kelompok III:
Nadhifatul Qudsiyah
Nikmatul Mahmudah
Muyassaroh
Murdiyah
PRODI EKONOMI SYARIAH
Sekolah Tinggi Agama
IslamSyaikhona Moh. Cholil
(STAIS) Bangkalan
2012-2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Islam kita telah mengenal banyak dinasti
pemerintahan, seperti dinasti Bani Umayyah, Bani Abbasiyah dan lain sebagainya.
Adanya dinasti-dinasti tersebut merupakan revolusi ke tiga dari bentuk pemerintahan
langsung oleh Rasulullah dan masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin.
Dinasti Fatimiyah adalah salah satu
dari Dinasti Syiah
dalam sejarah Islam. Dinasti ini didirikan di Tunisia pada tahun 909 M. sebagai
tandingan bagi penguasa dunia muslim saat itu yang terpusat di Baghdad, yaitu
bani Abbasiyah. Dinasti Fatimiyah didirikan
oleh Sa’id ibn Husain, kemungkinan keturunan pendiri kedua sekte Islamiyah.
Berakhirnya kekuasaan Daulah Abbasiyah di awal abad kesembilan ditandai dengan
munculnya disintegrasi wilayah. Di berbagai daerah yang selama ini dikuasai,
menyatakan melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah di Baghdad dan membentuk
daulah-daulah kecil yang berdiri sendiri (otonom). Di bagian timur Baghdad,
muncul dinasti Tahiriyah, Saariyah, Samaniyah, Gasaniyah, Buwaihiyah, dan Bani
Saljuk. Sementara ini di bagian barat, muncul dinasti Idrisiyah, Aglabiyah,
Tuluniyah, Fatimiyah, Ikhsidiyah, dan Hamdaniyah.
Dinasti Fathimiyah adalah merupakan salah satu dinasti Islam yang pernah
ada dan juga memiliki andil dalam memperkaya khazanah sejarah peradaban Islam.
Sama halnya pengutusan Muhammad SAW sebagai Rasulullah telah menoreh sejarah
Islam, yang pada awalnya hanya merupakan bangsa jahiliyah yang tidak mengenal
kasih sayang dan saling menghormati.
B. Rumusan Masalah
Dari
Latar belakang di atas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Kapan
munculnya dinasti Fathimiyyah?
2. Bagaimana
sistem pemerintahan dinasti Fathimiyyah?
3. Bagaimana
kontribusi dinasti Fathimiyyah dalam peradaban Islam?
4. Kapan
runtuhnya dinasti Fathimiyyah?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di
atas, dapat ditariktujuan sebagai berikut:
1.
Mengetahui waktu kemunculan dari dinasti
Fathimiyyah.
2.
Mengetahui sistem pemerintahan dinasti
Fathimiyyah.
3.
Mengetahui kontribusi dinasti
Fathimiyyah dalam peradaban Islam.
4.
Mengetahui kapan runtuhnya dinasti
Fathimiyyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH AWAL DINASTI FATHIMIYYAH
Dinasti Fathimiyyah merupakan penguasa negara yang
besar berpusat di lembah Nil, Kairo. Kekhalifahan ini berkuasa selama lebih
kurang 203 tahun yaitu sejak tahun 909 sampai tahun 1171 M. Cikal bakal dari
keKhalifahan Fathimiyyah ini adalah Gerakan Bani Fathimiyyah yang berasal dari
kelompok Syi’ah Ismailiyah, mereka mengasingkan diri ke kota Salamah guna
menyelamatkan diri dari pengejaran Bani Abbasiyah di bawah pimpinan Khalifah
Al-Ma'mun.
Kelompok ini tidak gegabah memperebutkan kursi
keKhalifahan. Tetapi mereka terlebih dahulu merebut hati masyarakat dengan
gerakan da'wahnya di berbagai daerah sehingga mereka benar-benar dapat
menguasai situasi dan mengerti apa yang diinginkan rakyat. Ketidak puasan
rakyat kepada Khalifah Abbasiah al-Muktafi merupakan angin segar bagi pemuka Fathimiyyah
dalam merebut hati rakyat di Mesir, hingga akhirnya Mesir dapat di kuasai.
B.
PEMBENTUKAN KHALIFAH FATHIMIYYAH
Dinasti atau Khalifah Fathimiyyah ini mengaku sebagai
keturunan Saydina Ali bin Abi Thalib dan Fathimah binti Rasulillah Muhammad SAW.Atas
dasar inilah mereka menisbatkan diri dengan nama Fathimiyyah.
Khalifah pertama mereka adalah ‘Ubaydillah al-Mahdi di
samping itu Khalifah Fathimiyyah ini mempunyai pemimpin lain yaitu Ali Ibn
Fadhi al-Yamani, Abi Qasyim Khatam Ibn Husain Ibn Hausah al-Kufi, aI-Halawani
dan Abu Sufyan. ‘Ubaydillah al-Mahdi; yang telah memulai aktivitas di tahun 909
M. dia datang dari Syuruah ke Afrika Utara, menyamar sebagai pedagang, lalu
tertangkap oleh Amir Dinasti Aghlabi ziadallah III dibantu oleh gebernurnya al-Yasa,
'Ubaidillah dipenjarakan di Sijilmasah.[1]Kelompok
yang dipimpin Abdullah Asy-syi'i ingin membebaskan 'Ubaydillah dari penjara
Sijilmasah, melihat kelompok Asy-syi’i ini al-Yasa merasa takut lalu melarikan
diri meninggalkan kediamannya. Dengan demikian Asy-syi'i dapat melepaskan
'Ubaydillah dan anaknya pada waktu itu pula Asy-Syi'i mengangkat ‘Ubaydillah
menjadi Khalifah tepatnya di tahun 297/ 909 M.[2] Daulah
Fathimiyyah ini berdiri di Afrika dengan ibu kotanya Raqadah di pinggiran kota
Kairawan.
Dengan kejadian seperti ini dapatlah dikatakan bahwa
'Ubaydillah dan pendukungnya telah dapat merebut kekuasaan Bani Ahglab secara
Defacto. Daerah pusat pemerintahan Ahglab ini dijadikan tempat pemusatan dakwah
Syi'ah. 'Ubaydillah memulai aksi politiknya dengan menghilangkan nama Khalifah
Bani Abbasiah yang selalu disebut dalam khutbah. Di kota Kairawan 'ubaydillah
disambut oleh masyarakat, mereka membai'at dan menyatakan keta'atan terhadap
'Ubaydillah, namanya disebut di dalam khutbah dengan gelar "al-Mahdi Amir al-
Mukminin", maka saat itu Daulah Fathimiyyah telah diakui dan resmi
berdiri.
Obsesi yang tersirat dalam pendirian Bani Fathimiyyah
yang terpenting adalah mencoba menguasai pusat dunia Islam; yaitu Mesir. Hal
yang mendorong mereka untuk menguasai Mesir tersebut adalah faktor
"Ekomomi" dan "Politik". Ditinjau dari faktor ekonomi Mesir
yang terletak di daerah Bulan Sabit yang alamnya sangat subur dan menjajadi
daerah lintas perdagangan yang strategis; perdagangan ke Hindia melalui laut
Merah, ke Italia dan Laut Tengah Barat, ke kerajaan Bizantium.[3]
Dari segi faktor politik, Mesir terletak di wilayah
yang strategis menurut peta politik, daerah ini dekat dengan Syam, Falestina
dan Hijaz yang juga merupakan wilayah Mesir sejak Dinasti Tulun. Bila Fathimiyyah
dapat menaklukkan Mesir berarti akan mudah baginya untuk menguasai Madinah
sebagai pusat Islam masa lampau, serta kota Damaskus dan Bahgdad dua ibu kota
ternama di zaman Bani Umayyah dan Bani Abbasiah. Dengan demikian maka nantinya
Dinasti Fathimiyah ini akan cepat termasyhur dan di kenal Dunia.
Untuk mencapai hal yang telah dicanangkannya ini
'Ubaydillah al-Mahdi memerintahkan anaknya Qal-Qasim, melakukan ekspedisi ke
Mesir, perjalanan ini dilakukan berturut -turut pada tahun 913, 919 dan 925 H,
akan tetapi ekspedisi ini tidak berhasil. AI- Muiz, Khalifah keempat dari
Dinasti Fathimiyyah melanjutkan rencana penaklukan yang dicita-citakan oleh
Khalifah pertama Bani Fathimiyyah ('Ubaydillah al- Mahdi), dia memulai
seterategi baru yakni merangkul kelompok Beber yang ingin melekukan
pemberontakan terhadap Fathimiyyah, semua kelompok itu dapat ditundukkannya.
Setelah itu orang Fathimiyyah mengadakan persiapan yang cermat, disamping itu
mereka mengadakan propaganda politik di saat Mesir dilanda bencana kelaparan yang
hebat. Jauhar menerobos Kairo lama (al-Fustat) tanpa mengalami kesulitan dia
dapat menguasai negeri itu. Seorang pangeran Ikhsidiyah yang bernama Ahmad
masih berkuasa pada waktu itu, tetapi rezim Ikhsidiah sudah tidak berfungsi
lagi dan tidak memberikan perlawanan kepada tentera Jauhar.[4]Jauhar
memasuki Mesir bersama 100.000 tentera.[5] Jauhar
mulai membangun kota baru yang diberinya nama al-Qahirah berarti kemenangan di
kota ini dia menempatkan bala tenteranya. Serangan ke Mesir ini dilakukan pada
tahun 358 H atau 969 M.
Setelah al-Qahirah (Kairo) dibangun; pada tahun 973 M
pusat pemerintahan Dinasti Fathimiyyah dipindahkan ke Kairo dan bertahan sampai
tahun 1171 M.[6] Kota
Kairo juga sebagai tempat kediaman para Khalifah Fathimiyyah. Maka pembentukan
kekuasaan (Khilafah) Fathimiyyah ini, tercatat di masa pemerintahan al-Muizz.
Persiapan awal yang dijalankan pertama sekali olehnya adalah:
1. merangkul kelompok yang ingin memberontak
2. mempersiapkan tentera untuk melakukan penyerangan
3. membangun jalan raya menuju ke Mesir
4. menggali sumur-sumur di pinggiran jalan raya menuju ke
Mesir
5. membangun rumah tempat peristirahatan (tentera)
mempersiapkan dana (keuangan guna perbekalan bagi
pasukan Fathimiyah.[7] Sebagai
Panglima yang dipercayakan memimpin tentera pada penaklukan Mesir itu, Jauhar
menjalankan aksi politik Fathimiyah bagi penduduk Mesir yaitu dengan :
1. memberikan keyakinan kepada penduduk tentang kebebasan
mereka menjalankan ibadah menurut agama dan mazhab mereka masing-masing
2. berjanji akan melaksanakan pembangunan di negeri itu
dan akan menegakkan keadila
3. mempertahankan Mesir dari serangan musuh.[8]
4. menghapuskan nama-nama khalifah bani Abbasiah yang
disebut-sebut dalam do’a ketika shalat jumat dan digantikan dengan nama
Khalifah Fathimiyah.
5. menata pemerintahan Penataan pemerintahan yang
dilakukan Jauhar adalah menetapkan kedudukan Ja'afar ibn al-Fadl ibn al-Furat
di Mesir, sebagai wazir di Mesir.
Pegawai dari golongan Sunni tetap pada posisi semula
ditambah dengan seorang pegawai dari Syi'ah Mahgribi disetiap bagian.
Masyarakat Mesir terdiri dari tiga golongan yakni Golongan Sunni, golongan
Kristen Koptic dan golongan Syi'ah. Semuanya dibebaskan menjalankan ajaran
agamanya masing- masing. Dari setiap mazhab yang ada diangkat seorang kadhi.
Dengan demikian masyarakat Mesir yang beraliran Sunni itu tidak merasa khawatir
dan tidak menentang pemerintahan yang beraliran Syi’ah IsmaiIiyah ini, rakyat
menaruh simpati kepada pemerintahan Fathimiyyah, propaganda Syi'ah yang
dijalankan oleh Jauhar ini berhasil.
C.
POLA PEMERINTAHAN
Pola pemerintahan yang dijalankan Fathimiyyah
mengikuti pola pemerintahan bani Abbasiah di Bahgdad. Kepemimpinan
dikonsentrasikan kepada Khalifah dan dibai'ah lewat seremoni yang megah.
Setelah memerintah selama 22 tahun, al-Mu'iz telah
dapat memimpin Negara dengan baik, dapat dikatakan khilafah Fathimiyyah berdiri
kokoh, sesudah beliau wafat kepemimpinan Dinasti Fathimiyyah berturut -turut
dipimpin Khalifah, al-'Aziz (anak al- Mu'iz), al-Hakim (996M), al-azh-Zahir
(1021 M), al-Mustansir (103 M), al-Musta'ali (1094 M , al-Amir (1101 M),
al-Hafiz (1131M ), azh-Zhafir (1154 M), al- Fa'iz (1154 M), al-'Adhid (1171 M).
Lamanya Dinasti Fathimiyyah berdiri 208 tahun.
D.
POLITIK DAULAH
FATIMIAH
Pemahaman syiah pada masa Daulah Fatimiah sangatlah
kental terlihat dalam kebijakan politik kenegaraannya, mereka menguatkan
pendapat yang sesuia dengan mazhab syiah dan mendahulukan pengamalan agama
dengan mengikut pendapat para imamnya dari pendapat para imam sunni, walaupun
kebanyakan penduduk Mesir Saat itu bermazhab sunnah.
Ya'qub bin Kalas seorang wazir pada pemerintahan
Fatimiah menyusun sebuah kitab fiqh yang disusun berdasarkan mazhab Syiah
Isma'iliyah dengan arahan langsung khalifah Al Mu'iz Lidinillah yang berkuasa
saat itu. Kitab ini dijadikan sebagai pedoman dalam memustuskan perkara di
pengadilan dan fatwa lainnya. Sehingga siapa saja yang menjadi qadhi mesti
berpodoman pada kitab ini.
Al Mu'iz Lidinillah memerintahkan bawahannya agar di
buat rumah khusus disamping universitas Al Azhar untuk pelatihan dalam rangka
memahami kitab tersebut. Wazirnya di perintahkan untuk mendatangkan para
fuqaha' yang saat itu berjumlah 35 orang kemudian di beri fasilitas dan gaji
yang mencukupi, bukan hanya itu para fuqaha' juga di sediakan tunjangan hari
raya dan fasilitas di istana untuk tujuan mengajarkan kitab tersebut kepada
masyarakat. Semua itu sebagai motivasi kepada para du'ah yang memberikan pemahaman
pada masyarakat mengenai kitab tersebut dan seluruh biaya tersebut di tanggung
oleh khalifah. Sebab khalifah tau bahwa pemerintahannya akan bertahan lama jika
ilmu tersebut disebarkan pada masyarakat.
E.
KEMAJUAN KHALIFAH FATHIMIYYAH
DI MESIR
Sejak awal berdirinya daulat Fathimiyyah, para
pemukanya telah mempunyai perencanaan untuk mencapai kejayaan. Kecemerlangan
itu dicapai pada masa al- Aziz Khalifah Fathimiyyah ke-5. Bila diamati dari
perjalanan sejarahnya, khalifah Fathimiyyah mempunyai beberapa keistimewaan di
berbagai bidang, antara lain: pengaruh para Da’i yang sengaja disebarkan di
daerah-daerah yang akan ditaklukkan, maka dengan demikian masyarakat dapat
menerima mereka dengan damai. Kegigihan Khalifah yang dimotivasi
doktrin-doktrin Syi’i serta kelengkapan militer dan finansial, merupakan sarana
untuk kemajuan.
1.
Kemajuan di Bidang
Politik
Khalifah Fathimiyyah mengadakan ekspansi ke Mesir yang
dipimpim oleh ubaydillah al-Riahdi dengan mengadakan propaganda Syi'i di dukung
oleh Da'I masyhur bernama Asy-Syi'i. Sebelum ke Mesir mereka telah dapat
menaklukkan Dinasti Aghlabiyah di Ifriqiyah. Dinasti Idrisiyah di Fez, Dinasti
Rustamiyah Khariji di Tahart.[9] Pendudukan
Sisilia kemudian melakukan operasi militer di Istambul. Fathimiyah mengumpulkan
kekayaan di Ifriqiyah atau a1-Mahdiyah guna persiapan eksvansi ke Timur.[10] Oleh
K. hitti dicatatkan bahwa pemerintahan Fathimiyyah ini meluaskan kekuasaannya
membentang dari daerah Yaman, sampai ke Laut Atlantik, ke Asia Kecil dan ke
Mosul.
Para Khalifah Fathimiyyah mendirikan kota sesuai
dengan nama-nama mereka, misalnya, 'Ubaydillah al-Mahdi mendirikan kota
al-Mahdiah di Tunisia. Khalifah al-Mansur mendirikan kota al-Mansuriah di tahun
948 M, dan pada masa al-Mu'iz, panglima perangnya Jauhar mendirikan al-Qahirah
sebagai ibu kota pemerintahan. Khalifah al-Aziz mengadakan penataan
administrasi pemerintahan Fathimiayah (mirip dengan gaya administrasi
pemerintahan Baghdad), Kekhalifahan jatuh ketangan anak khalifah jika ayahnya
wafat (Monarchi). Putra mahkota hanya satu orang saja.[11] Staf
ahli penyusun Administrasi mereka adalah Ya'qub ibn Killis (seorang Yahudi yang
memeluk agama Islam). Orang-orang Sunni diberikan jabatan dalam pemerintahan.
Pelaksanaan pemerintahan dibantu oleh Wazir Tanfiz yang membawahi dewan, yang
terdiri dari:
1) Dewan Insya', bertanggung jawab pada pembangunan.
2) Dewan Iradah al-Maliah, bertanggung jawab pada bagian
keuangan negara.
3) Dewan Iradah al-Mahalliyah, urusan pemerintahan
Daerah. PEMDA di masa ini dipimpin oleh seorang Gubernur.
4) Dewan al-Jihad, pada urusan pembangunan angkatan
bersenjata.
5) Dewan Rasail, pelayanan Pos.[12]
Bidang militer diatur sistem kemiliteran dengan tiga
jabatan penting, yaitu:
1) Para Amir, Pegawai Tinggi dan Para Pasukan Pengawal
Khalifah, dilengkapi pedang yang terhunus.
2) Para pegawai, pangawal ketua.
3) Gelar Hafizhiyah (penjaga) atau Yunusiayah, diberikan
kepada Resimen yang lainnya.
Jabatan tertinggi dalam pemerintah pada umumnya
diberikan kepada orang Syi’ah. Para pegawai tersebut diberikan gaji yang
memuaskan, diberi pakaian dan berbagai hadiah di hari-hari besar tertentu.[13]
2.
Kemajuan di Bidang
Ekonomi
Kemajuan bidang ekonomi sangat nyata bagi rakyat Mesir
di masa pemerintahan Fathimiyah, penghasilan utama mereka, dari bidang
pertanian karena tanahnya sangat subur-subur, bidang perdagangan dan
perindustrian. Mesir merupakan negara agraris yang amat subur maka perhatian
pemerinta disektor ini besar sekali, irigasi dibangun untuk mengalirkan air
dari sungai Nil kelahan-lahan pertanian, endapan lumpur dari sungai Nil ini
menyuburkan tanaman mereka. Penghasilan meraka kurma, gandum, kapas, gula dari
tebu, bawang, dan lainnya. Mereka juga mengusulkan kayu yang digunakan untuk
membangun dermaga dan kapal-kapal laut atau kapal dagang.[14]
Perindustrian Mesir, menghasilkan tekstil, kain sutra,
dan wol yang mereka eksport ke negara Eropah. Industri kerajinan Mesir
menghasilkan karya yang bermutu seperti kiswah Ka’bah yang sulam dengan benang
emas. Pembuatan Kristal dan keramik, mereka juga mendapatkan incam dari hasil
tambang besi, baja, dan tembaga.
Khalifah al-Mu’iz memprakarsai berdirinya pabrik
tekstil yang memproduksi pakaian para pegawai pemerintah.
Bidang perdangangan berkembang pesat dan mendapat
dukungan dari pemerintah, tidak pernah ada hambatan dan kerusuhan dalam
kehidupan mereka, maka para pedagang dari berbagai penjuru berdatangan ke
daerah ini, jadilah Mesir sebagai sentral dagang. Pusat perdagangan itu kota
Fustat, Kairo, Diniyat, dan Quas dan Iskandariah sebagai kota pelabuhan juga
pusat perdagangan internasional. Ya’qub ibn Killis, membuat sistem pajak yang
dijalankan Dinasti Fathimiyyah di zaman al-Mu’iz, hasil pajak diFustat satu
hari mencapai 50.000 sampai 120.000 dirham.
Dari Dimyat, Asymun diperoleh hasil pajak lebih dari
220 dirham per hari. Pada masa Wazir al-Hasan ibn. ‘Ali al-Yazuri, hasil pajak
yang diperolehnya ± 2.000.000 dinar per tahun. Dari Syam 1 juta dinar per
tahun.[15] Dapat
disimpulkan: Di bawah Fathimiyyah, Mesir dan Kairo mengalami kemakmuran ekonomi
dan vitalitas kultural yang mengungguli Irak dan Bahgdad.
3.
Kemajuan di Bidang
Ilmu Pengetahuan
Kecenderungan para Khalifah Fatimiah untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan, terlihat sejak zaman al-Muiz, usaha untuk
merealisasikan tujuan mereka dijalankan dengan cara melakukan propaganda yang
pa dat keseluruh propinsi para da’i secara terstruktur dikepalai oleh seorang
da’I Dakwah yang disamapikan bertujuan untuk menyampaikan doktrin agama dan
mengimbau rakyat agar berpendidikan tinggi.[16]
Pendidikan tersebut diutamakan pada sains-sains
Yunani, keterbukaan pada pemikiran filsafat Yunani membawa kepada pencapaian
ilmiah yang tertinggi di Kairo di bawah pemerintahan Bani Fathimiyyah, meraka
mengembangkan Risalat Ikhwanu s- Safa, sebuah karya dihasilkan di Basrah.
Risalat ini merupakan sebuah ensiklopedia mengenai saint Yunani, yang bertujuan
untuk memperlihatkan bagaimana cara memperoleh kebahagiaan di dunia masa
datang. Karya yanng dihasilkan masa Fathimiyyah itu lebih ilmiah dan lebih
filsafati. Pada masa Khalifah al-Aziz (975 M), semangat intelektual dan
pengembangan kualitas pemikiran orang Mesir, dapat mengungguli lawan-lawannya.
Al-Aziz berusaha merubah fungsi Mesjid al-Azhar yang dibangun oleh Jauhar,
menjadi sebuah Universitas yang pertama di Mesir, yang merupakan waqaf dari
al-Azizi sendiri. Universitas ini direktrut mahasiswa dari seluruh negara Islam
dengan fasilitas yang lengkap, asrama mahasiswa, makanan, dan beasiswa.[17]
Di Universitas ini diajarkan berbagai cabang ilmu pengetahuan: fikih,
sejarah,dan sastra. Sampai saat ini Universitas al-Azhar sangat terkanal dan
lebih maju.
Pada masa Khalifah al-Hakim (996 M), didirikan dar
al-Hikmah yaitu tahun1005 M, akademi ini dilengkapi dengan perpustakaan (Dar
al-‘Ulum); di sini diajarkan ilmu pengetahuan agama dan sains seperti fisika,
astronomi, kedokteran. Akademi ini didirikan untuk menandingi Universitas di
Cordova, ia juga membangun observatorium, di Mesir di al-Muqatan dan Siria.
Di masa al-Mustansir dibangu perpustakaan negara yang
memiliki 200.000 eksemplar buku; Fiqih, Sastra, fisika, kimia, dan kedokteran.
Ibn Killis seorang pecinta ilmu mendirikan sebuah akademi dan menyediakan dana
beribu dinar setiap bulannya untuk pengembangan ilmu.[18]
Kegiatan ilmiah diadakan di Dar al-hikmah, dalam bentuk penelaahan, diskusi,
mengarang dan menulis. Beberapa ilmuan yang aktif dimasa ini: Abu Hanifah
al-Maghribi, ahli agama dan ulama Syi’ah Ismaili. Di bidang sejarah, Hasa Ibn
ali bin Zulhag, Abu Hasan Ali al-Syabsyata, Ibn Hammad, Muhammad ibn Yusuf
al-Kindidan Ibn Salamah al-Quda’i.
Di bidang filsafat al-Razi, al-Kindi, Abu Ya’qub,
Jakfar ibn Mansur, tokoh ilmu kedokteran, Abu abd allah, tokoh matematika abu
Ali Muhammad al-Haitami, tokoh ilmu kimia , fisika, dan optik, Ibn haisyam dan
yang Mansyur di bidang ilmu bintang (astronomi), Ali bin Yunus dan Jiz bin
Yunus.[19]
Ahli optik yang menulis buku tentang penyakit mata ke
dalam bahasa Latin antara lain; Ibn Haitami dikenal juga dengan al-Hazan
bukunya “Al-Manazir”, Amri Ali “al- Muntakhab fi ‘Ilaj al-“Aini”, Isa
“Tazkirah”. Tokoh di bidang sastra, Abu al-Hamid ai-Anthaqi, Ibn Hani, Ibn Abi
Jar, Abu hamid Ahmad dan Abdu al-Wahhab ibn Nashr. Arsitektur Fathimiyyah
dipengaruhi gaya seni Persia tercermin dalam bangunanbangunan Mesjid al-Azhar,
al- Hakim, al-Shalih lalu tergambar juga pengaruh Tulun, Afrika Utara, yaitu
pada kuburan yang dibangun. Kubur Athiqah, al-ja’fari. Wazir Badr al Jamali
membangun tembok kota Kairo dengan tiga buah pintu gerbang yang indah yang
dinamainya dengan Bab Zuwayli, Ba, an-Nasr dan Bab al-Futuh. Dari segi seni
sastra dan arsitektur Mesir belum bisa mengalahkan keindahan seni di Bahgdad.
4.
Bidang kebudayaan dan
Keagamaan
Menjadikan mesjid sebagai tempat pendidikan agama
walaupun yang dimaksud untuk mengembangkan ideology mereka. Ada sebuah mesjid
yang yang kemudiannya menjadi universitas Al Azhar. Khalifah juga membiayai
para fuqaha dan du'ah yang menyebarkan ilmu pengetahuan. Hai ini membuktikan
bahwa khalifah mencintai ilmu dan suka pada kemajuan.
5.
Universitas Islam Al
Azhar Kairo
Jami Al Azhar didirikan bersamaan dengan masuknya
kekuasaan Fatimiyin di Kairo, tepatnya setelah beberapa bulan kekuatan
fatimiyin memasuki Kairo, pembangunan jami Al Azhar memakan waktu kurang lebih
dua tahun, yang kemudian dibuka secara resmi oleh Jauhar al Shaqali29 dengan
shalat jumat pada tanggal 7 Ramadhan 361 H / 21 Juni 972 M. Sedang Al Muiz
Lidinillah baru datang dari Maroko masuk Kairo setahun kemudian.
Jami Al Azhar mempunyai penghargaan tersendiri dari
para khalifah fatimiyin, dibalik itu mereka ingin menjadikannya markas
penyebaran faham syiah. Di sekitarnya dibangun rumah bagi mereka yang mengajar
pada Al azhar, dari sinilah dimulainya pengajaran di jami Al Azhar.
Dalam blantika dunia keilmuan, Al Azhar merupakan
universitas tertua, tidak hanya di dunia Islam, namun di seluruh dunia. Karena
universitas-universitas di Amerika dan Eropa baru didirikan dua abad setelah
berdirinya Al Azhar, seperti Universitas Paris didirikan pada abad ke-12
Masehi, Universitas Oxford di Inggris pada abad ke-13, demikian juga
universitas-universitas Eropa lainnya. Universitas yang mengimbangi Al Azhar
dari segi sejarahnya adalah Universitas Qarawain di Kota Fas Maroko, bahkan ada
yang mengatakan bahwa Jami Al Qarawain adalah Universitas tertua di dunia,
karena pengajarannya sudah bermula sejak didirikannya yaitu sejak tahun 245 H/
859 M. dan sampai sekarang masih eksis.
Al Azhar merupakan Univesitas pertama yang para
pengajarnya didanai oleh negara, serta posisi Mesir yang strategis di tengah
dunia Islam, menjadikan Al Azhar tempat tujuan menimba ilmu agama dari para
masyayikhnya, hanya saja besarnya kedudukan Al Azhar bukan karena tertua atau
tidaknya, namun karena mutunya yang unggul.
Dalam kekuasaan daulah Fatimiah Jami Al Azhar
mengalami beberapa kali renovasi, seperti pada masa al Hakim Biamrillah, al
Mustanshir Billah, dan Al Hafidz Lidinillah. Terlihat hingga sekarang hasil
renovasi yang dilakukan oleh Al Hafidz Lidinillah dengan peninggalannya qubah
yang dihiasi dengan tulisan ayat-ayat Al Quran dengan khath kufi dan
bermacam-macam hiasan yang indah.
F.
KERUNTUHAN DAULAH
FATIMIAH
Pada tahun 558 H/1163 M, panglima Asasuddin Shirkuh
membawa Shalahuddin Al-Ayyubi untuk menundukkan Daulat Fatimiyah di Mesir.
Usahanya berhasil. Khalifah Daulat Fatimiyah terakhir Adhid Lidinillah dipaksa
oleh Asasuddin Syirkuh untuk menandatangani perjanjian. Akan tetapi, Wazir
besarnya Shawar merasa iri melihat kekuasan Syirkuh semakin besar. Dengan
sembunyi-sembunyi Shawar pergi ke Baitul Maqdis, meminta bantuan pasukan Salib
untuk menghalau Syirkuh dari Mesir.
Pasukan Salib yang dipimpin oleh Raja Almeric dari
Jerussalem menerima permintaan tersebut. Maka terjadilah pertempuran antara
pasukan Asasuddin Shirkuh dengan Raja Almeric yang berakhir dengan kekalahan
Asasuddin Shirkuh.
Setelah menerima syarat damai dari kaum Salib,
panglima Asasuddin Shirkuh dan Shalahuddin diperbolehkan pulang ke Damsyik.
Kerjasama Wazir besar Shawar dengan orang kafir itu telah menimbulkan kemarahan
raja Nuruddin Zanki dan para pemimpin Islam lainnya termasuk raja Baghdad. Lalu
dipersiapkannya tentara besar yang tetap dipimpin oleh panglima Asasuddin
Shirkuh dan Shalahuddin Al-Ayyubi untuk menghukum si pengkhianat Shawar.
Panglima Asasuddin Shirkuh dan Shalahuddin mulai maju
ke ibu kota Kairo dan mendapat tentangan dari pasukan Wazir Shawar. Akan tetapi
pasukan Shawar hanya dapat bertahan sebentar, dia sendiri melarikan diri dan
bersembunyi. Suatu hari panglima Shalahuddin Al-Ayyubi berziarah ke makam orang
shaleh di Mesir, ternyata Wazir Besar Shawar dijumpai bersembunyi di situ.
Shalahuddin segera menangkap dan dibawanya ke istana untuk dihukum mati.
G.
SEBAB-SEBAB
KEHANCURAN DAULAH FATHIMIYYAH
Banyak sekali sebab-sebab yang membawa hancurnya
Daulah fatimiah di Mesir, seperti berikut:
1) Penyerangan yang dilakukan oleh Salahuddin Al Ayubi.
2) Munculnya ulama-ulama besar seperti Abu Ishaq Asy
Syairazi, Ibnu Jauzi dan lain-lain dalam memberi peringatan tentang bahaya
ideologi Syiah.
3) Kembali Khilafah Abbasiah berpegang pada Al Qur'an dan
Sunnah dimana sebelumnya yang berkuasa adalah Dinasti Buwaih berfaham Syiah
(320 H – 447 H).
4) Perlawanan masyarakat Mesir yang semakin meluas
terhadap ajaran Syiah yang di bawa oleh Daulah Fathimiyyah.
5) Khilafah Abbasiah al-Qadir billah Amirul Mukminin pada
tahun 480 H meminta Fuaqaha' Mukatazilah bertaubat dan melarang mereka
mempelajari hal-hal yang bertentangan dengan Islam, termasuk juga melarang
masyarakat berideologi seperti Syiah serta menjauhkan diri dari perbuatan
bid'ah.
6) Penangkapan pengikut Syiah, Qaramithah dan di umumkan
diatas mimbar tentang kesesatan pahaman tersebut.
7) Seruan dan taktik yang di buat oleh khalifah semakin
membuat bani Buwaih tertekan dan lemah, sehingga membuat kekuatan Syiah berada
pada taraf yang sangat lemah.
PENUTUP
Dinasti
Fathimiyyah merupakan penguasa negara yang besar berpusat di lembah Nil, Kairo.
Kekhalifahan ini berkuasa selama lebih kurang 203 tahun yaitu sejak tahun 909
sampai tahun 1171 M. Cikal bakal dari keKhalifahan Fathimiyyah ini adalah
Gerakan Bani Fathimiyyah yang berasal dari kelompok Syi’ah Ismailiyah, mereka
mengasingkan diri ke kota Salamah guna menyelamatkan diri dari pengejaran Bani
Abbasiyah di bawah pimpinan Khalifah Al-Ma'mun.
Pola
pemerintahan yang dijalankan Fathimiyyah mengikuti pola pemerintahan bani
Abbasiah di Bahgdad. Kepemimpinan dikonsentrasikan kepada Khalifah dan dibai'ah
lewat seremoni yang megah. Berbagaikemajuan diraih pada masa dinastiFathimiyyah
ini,mulai darikemajuan dalambidang ekonomi, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan
yang lainnya hingga dapat berdiri perguruan tinggipertama didunia yaitu
Universitas Al-Azhar yang bermarkas di Kairo, Mesir sampai sekarang.
Runtuhnya
dinasti ini berawal pada tahun 558 H/1163 M, yang mana panglima Asasuddin
Shirkuh membawa Shalahuddin Al-Ayyubi untuk menundukkan Daulat Fatimiyah di
Mesir. Usahanya berhasil. Khalifah Daulat Fatimiyah terakhir Adhid Lidinillah
dipaksa oleh Asasuddin Syirkuh untuk menandatangani perjanjian. Akan tetapi,
Wazir besarnya Shawar merasa iri melihat kekuasan Syirkuh semakin besar. Dengan
sembunyi-sembunyi Shawar pergi ke Baitul Maqdis, meminta bantuan pasukan Salib
untuk menghalau Syirkuh dari Mesir.
DAFTAR PUSTAKA
Hitti, K. Philip. 1970. History of the Arab. London: Macmillan Press.
Al- Din al Surur, Jamal Muhammad. 1979. Al-Daulah
al-Fathimiah fi Mishri, Dar al-fikri. Lebanon: Dar el-Kutb.
Watt Montgomory. W. 1990. Kerajaan Islam. Yogya: Tiara Wacana
Syalabi, Ahmad.1979. Mausu’at al-Tarikh al-Islami wa al-Mishriyah. Cairo: Dar
ats-Tsaqafah
Surur Jamaluddin Muhammad. 1960. Misr fi ‘Asr ad-Daulah Fathimiyah. Cairo:
Maktabah
an-Nahdhah.
Hasan Ibrahim Hasan. 1958. Tarikh al-Daulah al-Fathimiyah Multazamah al-Nasr wa th-Tha. Mesir:
tp.
Mahram abd Salam.1957. Tarikh ad- Daulah al-Fathimiyah Taba’ah Lajna at-Ta’lif. Cairo: tp.