Sabtu, 17 Januari 2015

Final Exam: Discussions About The Increase in The Prices of Fuel Oil and The Decline in Indonesia and The World Year 2015 (Pembahasan Tentang Kenaikan dan Penurunan Harga Bahan Bakar Minyak di Indonesia dan Dunia Tahun 2015)



LEMBAR JAWABAN UAS
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYAIKHONA MOH. CHOLIL BANGKALAN
Nama              : Nadhifatul Qudsiyah
Prodi               : Ekonomi Syariah V
NIM                 : 11629120048
Mata Kuliah    : Ekonomi Publik

PERMASALAHAN
Antara tahun 2014 dan 2015, kenaikan dan penurunan harga BBM terjadi saat ini. Hal itu dilakukan oleh pemerintah tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat. Dari kasus tersebut, ketika harga BBM turun, mengapa harga barang tidak ikut turun?
PERTANYAAN
1.        Bagaimana tanggapan pemerintah terkait dengan kebijakan tersebut? Bagaimana tanggapan saudara?
2.        Tolong cari kasus di kabupaten Bangkalan yang terkait dengan kebijakan publik dan bagaimana menurut analisis saudara?
JAWABAN
1.        Kenaikan BBM (18 November 2014) dan penurunan harga BBM (1 Januari 2015) dengan kurun waktu yang singkat memang menimbulkan kontroversi di masyarakat. Bukan hanya masalah beban hidup yang semakin berat, tapi yang sedang disorot adalah bahwa kenaikan itu terjadi di saat harga minyak dunia sedang melemah yakni USD 100/Barel, sedangkan pemerintah masih menggunakan USD 105/Barel menjadi Rp 8500,-/liter.
Saat BBM dinaikkan, pemerintah berdalih bahwa kenakan BBM sebenarnya adalah pilihan yang sangat sulit pasca terselenggaranya sidang kabinet di Istana negara. Menanggapi hujatan masyarakat terkait harga minyak dunia yang sedang turun, pemerintah melalui menko perekonomian menjelaskan bahwa mereka tidak melihat harga minyak hari perharinya karena harga minyak dunia itu harus diamati dalam waktu sebulan, setahun dan bagaimana perkembangannya. Walaupun harga minyak dunia sedang turun bukan tak mungkin akan naik secara tiba-tiba dan harus menciptakan subsidi lagi yang kembali menguras anggaran negara. Lagipula menurut pemerintah, kenaikan harga BBM bersubsidi ini telah menghemat anggaran negara sebesar 100 trilyun dan anggaran subsidinya akan dialihkan ke sektor  produktif seperti perbaikan irigasi, penguatan sektor maritim dan target 2 tahun swasembada beras, belum lagi anggaran subsidi selama ini yang ternyata lebih tinggi dari anggaran untuk pembangunan infrastruktur, yaitu 1300 trilyun.
Penurunan harga BBM bersubsidi pun dilakukan tak lama setelah pernyataan tersebut diungkap ke publik. Pemerintah dalam hal ini tak banyak memberi statement, mereka hanya mengungkap jika harga minyak dunia sedang merosot tajam menyentuh angka USD 59/Barel. Dan pemerintah berencana untuk menurunkan lagi harga BBM pada tanggal 1 Februari 2015. Sama seperti pada pernyataan pemerintah saat kenaikan harga BBM, perubahan harga minyak dunia saat ini terus mengalami pergerakan dan pemerintah harus mengkajinya tiap 2 minggu sekali khususnya untuk harga premium.
Walaupun harga BBM sudah diturunkan, tapi kenyataannya tarif kendaraan umum dan bahan baku lainnya tidak ada yang turun harga. Hal itu diduga karena barang-barang yang mereka jual sebelumnya telah dibeli dengan harga lama dan berstatus masih memakai harga lama (mereka membeli barang-barang untuk dijual lagi dengan patokan harga BBM ketika masih Rp 8500,-) lagipula para pelaku ekonomi juga masih ragu-ragu dan khawatir akan rencana perubahan harga BBM yang akan datang, mengingat ketidak stabilan harga minyak dunia pada bulan-bulan terakhir ini. Mereka tidak mau ambil resiko dengan menurunkan harga dan menaikkan lagi karena hal itu dapat merusak harga pasar dan tentunya merugikan keuangan mereka.
OPINI
Dari pernyataan di atas, penulis beranggapan bahwa kenaikan dan penurunan BBM sudah tidak seharusnya menjadi bahan hujatan masyarakat terhadap era kepemimpinan saat ini. Mengapa demikian? Karena seharusnya rakyat Indonesia menyadari bahwa negara Indonesia sejatinya adalah negara yang dinaungi oleh tingginya angka korupsi, mafia-mafia yang bertebaran dalam semua lini perekonomian (dalam hal ini mafia pajak dan migas yang paling merugikan negara) dan juga utang-utang negara menumpuk dan tak juga lunas yang seakan menjadi ‘warisan’ dari puluhan tahun yang lalu sejak runtuhnya era orde baru (runtuhnya rezim Soeharto, 1998) itu sudah merugikan keuangan negara.
Perlu diketahui bahwa kenyataannya disetiap perubahan era kepemimpinan di Indonesia selalu menyisakan utang-utang ke pihak asing (Bank dunia) yang harus diselesaikan dan dibebankan pada era kepemerintahan selanjutnya (seperti sekarang yang kita ketahui bahwa utang negara sudah mencapai 2300 T). Yang harus digaris bawahi oleh masyarakat awam adalah, Indonesia bukanlah negara maju yang setiap pergantian kepemimpinan selalu terbebas dari beban utang seperti negara maju lainnya. Ibarat sebuah tubuh, Indonesia sudah sakit akut sedari dulu, bukanlah tubuh yang sehat. Artinya, hal yang paling optimal yang bisa dilakukan oleh pemerintah mungkin hanya sebatas ‘menekan’ angka kerugian negara yang sudah ada, bukan serta-merta menghilangkan beban tersebut kemudian menjadi negara makmur.
Hal tersebut tak lain karena banyaknya pihak-pihak tak bertanggung jawab yang ingin mempertebal ‘dompet’ mereka sendiri. Maka dari itu wajar jika pemerintah seakan kehilangan opsi lain untuk melindungi APBN, satu-satunya jalan adalah dengan menaikkan harga BBM yang berimbas pada kenaikan bahan baku lainnya. Meskipun kita ketahui bahwa subsidi yang dialokasikan ke BBM sudah tidak tepat sasaran, yang mana BBM bersubsidi juga ikut dinikmati oleh kaum ekspatriat negeri ini dan ketidak tegasan pemerintah terdahulu terhadap perusahaan-perusahaan besar yang tak pernah membayar pajak. Padahal selain migas, pajak adalah pemasukan utama negara yang harus diperhatikan juga.
Penulis percaya bahwa pemerintahan kali ini adalah pemerintahan yang baik dan punya semangat anti korupsi (mungkin tidak demikian untuk selain presiden dan menteri-menterinya). Maka dari itu dianggap wajar jika pemerintah memang dihadapkan pada pilihan yang sulit: antara mempertahankan BBM bersubsidi dengan harga tetap (tapi utang dan beban negara semakin bertambah), atau menaikkannya (demi menghemat uang negara dan dialihkan ke sektor lain yang lebih produktif).
Mengenai penurunan harga BBM, hal tersebut dilakukan karena harga minyak dunia yang benar-benar anjlok (USD 59/Barel). Dan mungkin jika dikalkulasikan penurunan harga minyak dunia itu sudah melebihi target penghematan anggaran negara dan demi mengurangi beban masyarakat. Sayangnya penurunan harga BBM tidak berbanding sama terhadap harga bahan baku. Mengetahui harga BBM sedang tidak stabil, Para pelaku ekonomi seperti para pedagang dan supir angkutan umum pun akhirnya bersikap seakan ‘tidak mengetahui’ bahwa BBM sudah turun. Ketika diwawancara, salah satu supir angkutan umum berdalih bahwa tarif kendaraan umumnya masih menggunakan tarif lama karena belum ditetapkan oleh pusat. Dalam hal ini penulis berharap pemerintah segera untuk melakukan operasi pasar di sejumlah pasar induk di berbagai ibukota agar tak terjadi penyimpangan harga terutama di tarif kendaraan umum.
Mengetahui keadaan ini, penulis berpikir bahwa sudah saatnya rakyat menyadari akan keberadaan moda transportasi umum yang telah disediakan pemerintah, dan harapan penulis bahwa pemerintah seharusnya cepat melakukan revolusi besar-besaran pada moda transportasi untuk seluruh daerah di Indonesia terutama di daerah perkotaan yang berbiaya hidup tinggi. Mengingat banyaknya rakyat Indonesia yang perputaran ekonominya dilakukan di kota-kota besar terutama di Jakarta dan Surabaya.
Luas daerah ibukota Jakarta relatif kecil, kini 40 persen wilayahnya dipenuhi oleh pembangunan jalan-jalan dan gedung-gedung pencakar langit yang semakin hari semakin memperkecil wilayah kota. Pembangunan subway bawah tanah adalah opsi terbaik, karena pembangunannya tidak harus memakan area Jakarta yang sudah sempit dan juga bebas membuat area subway sejauh apapun karena letaknya di bawah tanah tanpa terhalang oleh bangunan lain, seperti yang telah diterapkan oleh beberapa negara maju diantaranya adalah Korea Selatan, Amerika dan negera-negara uni Eropa. Bahkan menurut penulis, transportasi bawah tanah seharusnya menjadi transportasi utama rakyat perkotaan (90:10) dibanding transportasi umum di jalan. Mengapa demikian? Karena sempitnya daerah ibukota dan melihat pada tingkat ekonomis subway bawah tanah dengan rute yang bisa dibuat tak terbatas dan bisa mengangkut ribuan orang, daripada MRT yang rutenya terbatas hanya pada jalan-jalan protokol ibukota (pembangunan rute MRT yang terhalang dan terbatas oleh bangunan gedung-gedung sekitarnya yang membuat rutenya hanya sedikit). Padahal di negara-negara maju di dunia sudah tidak lagi digunakan moda transportasi MRT, karena dianggap tidak ekonomis, ketinggalan jaman dan tidak hemat lahan, tapi lagi-lagi rencana itu terbentur oleh hujatan dan opini masyarakat yang akan mengemuka, bahwa rencana itu dianggap hal yang sia-sia dan modus untuk lahan korupsi yang hanya akan menghabiskan dana APBD. Padahal rencana ini sudah jelas-jelas demi kemajuan kehidupan mereka di masa depan.
Pada intinya masalah kenaikan dan penurunan BBM sudah tidak pantas lagi dipermasalahkan karena sebenarnya rakyat yang pintar sudah tahu alasannya.
2.      Tidak seperti di daerah lain di Indonesia, tes CPNS di daerah Bangkalan merupakan penentuan karir yang krusial bagi beberapa masyarakat berpendidikan di Bangkalan. Betapa tidak, disaat daerah lain sedang berpacu dan mempersiapkan mental dalam mengisi soal tes CPNS secara online demi membangun kejujuran, adu wawasan dan kompetensi, para CPNS di Bangkalan malah sibuk menyiapkan dana ‘pelicin’ sebesar 90 sampai 150 juta rupiah demi menjadi PNS. Hampir semua orang yang bergelut di dunia kerja memahami bahwa hal tersebut adalah suatu kebijakan publik terselubung yang wajib dipatuhi langsung dari DPRD nonaktif Bangkalan. Selain uang pelicin sebelum menjadi PNS, mereka juga akan dihadapkan pada praktek pungli dalam bentuk ‘salam tempel’ di setiap kegiatan para PNS yang bersinggungan dengan nama daerah kabupaten Bangkalan.
Karena harga mahal yang harus mereka bayar untuk menjadi seorang PNS itulah yang seringkali memicu sikap ‘balas dendam’ dengan cara ketidak disiplinan mereka dalam bekerja seperti datang terlambat, berfoya-foya dengan aneka makanan enak selama di tempat kerja, PNS wanita yang sering tertangkap sedang ‘keluyuran’ di mall dan pasar-pasar di jam kerja dan juga kinerja mereka yang terhitung biasa-biasa saja.
Sayangnya hal tersebut bukanlah bagian yang harus diperhatikan bagi pemerintah kabupaten Bangkalan. Padahal di daerah lain seperti di Semarang Jawa Tengah, satpol PP sering mengadakan sidak di sejumlah mall dan pasar-pasar untuk memastikan tak ada PNS yang ‘berkeliaran’ pada jam kerja. Dan seperti yang ditayangkan salah satu stasiun TV, ternyata pada saat itu banyak yang tertangkap yang ternyata sebagian besar adalah wanita. Kebanyakan dari mereka berlarian untuk menghindari sorotan kamera karena merasa malu. Ada juga yang bersikap seolah tak terjadi apa-apa dengan langsung mengeluarkan statement yang terdengar sedikit konyol, bahwa mereka ke mall karena ada urusan pekerjaan.
Dari kasus ini bisa diketahui bahwa kebijakan publik berupa praktek pungli skala besar di daerah merupakan suatu fenomena yang terstruktur menjadi sebuah kebijakan publik dari DPRD nonaktif Bangkalan. Sudah seharusnya pemerintah pusat memperhatikan fenomena ini agar Indonesia memiliki calon-calon pegawai negeri yang berkompeten dan berkualitas. Karena bila hal ini terus berlanjut lama-kelamaan akan  mengubah pola pikir generasi muda tentang apa arti sebuah pekerjaan bila prosesnya harus diawali dengan ritual penyuapan dan kebohongan.