MAKALAH
STRATEGI PENGEMBANGAN ILMU KEISLAMAN DI
INDONESIA
Makalah Ini Ditujukan Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Filsafat
Dosen Pengampu: A. Taufiq Buhari, M.EI
Kelompok X:
Nadhifatul Qudsiyah
Sofia
Maisaroh
PRODI EKONOMI SYARIAH
Sekolah Tinggi Agama Islam Syaikhona
Moh. Cholil
(STAIS) Bangkalan
2012-2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan
pada hakekatnya merupakan suatu upaya mewariskan nilai, yang akan menjadi
penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan, dan sekaligus
untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan, maka
diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa lampau,
yang dibandingkan dengan manusia sekarang, telah sangat tertinggal baik kualitas
kehidupan maupun proes-proses pembedayaannya. Secra ekstrim bahkan dapat dikatakan,
bahwa maju mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat, suatu
bangsa, akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani oleh masyarakat
bangsa tersebut.
Realitas Ilmu
keisalaman saat ini bisa dibilang telah mengalami masa intellectual deadlock.
Diantara indikasinya adalah; pertama, minimnya upaya pembaharuan, dan kalau toh
ada kalah cepat dengan perubahan sosial, politik dan kemajuan iptek. Kedua,
praktek ilmu keisalaman sejauh ini masih memelihara warisan yang lama dan tidak
banyak melakukan pemikiran kreatif, inovatif dan kritis terhadap isu-isu
aktual. Ketiga, model pembelajaran ilmu keisalaman terlalu menekankan pada
pendekatan intelektualisme-verbalistik dan menegasikan pentingnya interaksi
edukatif dan komunikasi humanistik antara guru-murid. Keempat, orientasi ilmu
keisalaman menitikberatkan pada pembentukan ‘abd atau hamba Allah dan tidak
seimbang dengan pencapaian karakter manusia muslim sebagai khalifah fi al-ardl.
Padahal, di
sisi lain ilmu keisalaman mengemban tugas penting, yakni bagaimana
mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar umat Islam dapat berperan
aktif dan tetap survive di era globalisasi. Dalam konteks ini Indonesia sering
mendapat kritik, karena dianggap masih tertinggal dalam melakukan pengembangan
kualitas manusianya. Padahal dari segi kuantitas Indonesia memiliki sumber daya
manusia melimpah yang mayoritas beragama Islam.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di
atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian dari ilmu keislaman?
2.
Kapan awal perkembangan studi islam?
3.
Bagaimana awalmulmunculnya ilmu keislaman di Indonesia?
4.
Apa pengertian dari strategi ilmu keislaman?
5.
Bagaiman pradigma/ strategi ilmu keislaman?
6.
Bagaimana strategi ilmu keislaman di Indonesia?
7.
Bagaimana bentuk keteladanan dalam ilmu keislaman?
8.
Apa yang dimaksud pendidikan bertahap?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di
atas, dapat dipetik tujuan sebagai berikut:
1.
Menegtahui pengertian ilmu keislaman.
2.
Mengetahui kapan awal perkembangan studi
islam.
3.
Mengetahui awal muca munculnya ilmu keislaman di Indonesia.
4.
Mengetahui pengertian dari strategi ilmu
keislaman.
5.
Menegathui paradigma dan strategi dalam ilmu
keislaman.
6.
Mengetahui strategi ilmu keislaman di Indonesia.
7.
Mengetahui keteladanan dalam ilmu keislaman.
8.
Mengetahui maksud dari pendidikan bertahap.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Keislaman
Ilmu keislaman
adalah segala sesuatu yang bertalian dengan agama Islam. Pada awalnya ilmu-ilmu Islam berkembang dalam
bidang qiraah, tafsir dan hadis. Kemudian menyusul ilmu fikih, ilmu-ilmu ini
bertambah dan berkembang sesuai dengan evolusi kemajuan masyarakat.
Pendidikan Islam Secara etimologis
pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab “Tarbiyah” dengan kata kerjanya
“Robba” yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara.
Menurut pendapat ahli, Ki Hajar
Dewantara pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak,
maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
B.
Awal
perkembangan Studi Islam
Ilmu keislaman
pada zaman awal dilaksanakan di masjid-masjid. Mahmud Yunus menjelaskan bahwa
pusat studi Islam klasik adalah Makkah dan Madinah (Hijaz), Basrah dan Kufah
(Irak), Damaskus dan Palestina (Syam) dan Fistat (Mesir). Studi Islam sekarang
ini berkembang hampir diseluruh negara didunia, baik didunia Islam maupun bukan
negara Islam. Didunia Islam terdapat pusat-pusat studi, seperti Universitas
Al-Azhar di Mesir dan Universitas Ummul Qura di Arab Saudi.
Di Indonesia,
studi Islam (ilmu keisalaman tinggi) dilaksanakan di 14 Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) dan 39 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Studi Islam di negara-negara
non Islam diselenggarakan dibeberapa negara antara lain di India, Chicago, Los
Angeles, London dan Kanada . begitulah studi Islam sejak zaman awal pembentukan
Islam hingga sekarang ini.
C. Ilmu Keislaman
di Indonesia
Pada
awal perkembangannya Islam di Indonesia, pendidikan Islam di Indonesia
dilaksanakan secara informal. Agama Islam datang ke Indonesia dibawa oleh para
pedagang muslim.
Dalam
operasionalisasinya, mereka melakukan pendidikan dan menyebarkan agama Islam
dengan perbuatan, dengan contoh dan suri tauladan. Pada waktu
itu para pendakwah Islam melaksanakan penyiaran. Agama Islam kapan saja.,
dimana saja, dan kepada siapa saja yang ditemui oleh mereka. Pendidikan dan
pengajaran secara informal ternyata membawa hasil yang sangat baik. Mereka
dibiasakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan dengan didahului membaca
basmalah. Usaha-usaha pendidikan agama dimasyarakat yang kelak dikenal dengan
pendidikan non formal. Dimasyarakat yang kuata agamanya ada tradisi yang
mewajibkan anak-anak yang sudah berumur 7 tahun.
Modal
pokok yang dimiliki mereka adalah semangat menuntut ilmu agama bagi anak-anak.
Implementasi pendidikan dipusat-pusat pendidikan non formal seperti surau,
langgar, masjid, serambi rumah sang guru adalah berkumpul murid besar dan
kecil, kegiatan itulah yang menjadi cikal-bakal didirikannya pesantren, yang
mana tingkatan global pendidikannya disebut madrasah, lalu dipecah menjadi tiga
tingkatan (ibtidaiyyah, tsanawiyah dan ‘aliyah).
Motivasi
lain yang mendorong untuk didirikannya pesantren adalah keinginan untuk lebih
mengintensifkan pendidikan pada anak-anak. Pondok berarti tempat menginap
(asrama). Pesantren berarti tempat para santri mengaji agama Islam. Pondok
pesantren adalah tempat murid-murid mengaji agama Islam.
Selain pesantren, usaha
pembangunan pendidikan Islam di Indonesia juga terus merambah ke sistem
pendidikan nasional yang bersifat umum, yaitu pendidikan Islam yang berbasis
nasional seperti MIN, MTsN dan MAN yang kapasitasnya sama dengan SD, SMP dan
SMA,
Bahkan kini di berbagai
pesantren juga diadakan pendidikan yang berbasis nasional, seperti SD, SMP dan
SMA demi mengikuti perkembangan pendidikan dan teknologi, dan karena
kecenderungan anak Indonesia yang sudah mulai enggan untuk hanya menuntut ilmu
agama saja. Di ketiga tingkatan sekolah umum tersebut (SD, SMP, SMA) pun kini
sedikit banyaknya kerap diajari pendidikan agama Islam yang pokok, seperi
aqidah-akhlak dan Fiqh.
Dari sini bisa dilihat bahwa
pendidikan agama Islam memang selalu diusahakan untuk paling tidak diselipkan
diantara ilmu Umum, bahkan antara keduanya (ilmu agama dan ilmu umum) itu bisa
berdiri dan dicerna dengan seimbang, agar tidak hanya bisa menguasai ilmu
duniawi, tapi dari segi ukhrawi yang merupakan elemen penting dalam tumbuh
kembang siswa di Indonesia yang menganut ideologi ketuhanan Yang Maha Esa.
Upaya-upaya pemerintah dalam perbaikan
dan peningkatan madrasah selalu dilakukan dalam berbagai aspek. Usaha untuk itu
dimulai dengan memberikan bantuan terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang
dianjurkan oleh Badan Pekerja Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) tanggal 27
Desember 1945, yang menyebutkan bahwa; madrasah dan pesantren yang pada
hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata
yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umunya, hendaklah
mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari
pemerintah.
D.
Pengertian
Strategi Ilmu Keislaman
Secara umum strategi mempunyai pengertian
suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran
yang telah ditentukan. Jika dihubungkan dengan belajar mengajar strategi bisa
diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru-anak didik dalam perwujudan
kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Al-Qur’an dalam menyampaikan
pokok-pokok isinya memiliki strategi tersendiri yang mampu diterima oleh semua
kalangan dan berbagai tingkat daya nalar pembacanya. Beranjak dari hal-hal yang
konkrit, dapat disaksikan dan diakui, seperti: hujan, angin, tumbuh-tumbuhan,
petir, dan kilat. Kemudian beralih kepada hal-hal dogmatis, seperti keharusan
mengakui wujud, keagungan, kekuasaan dan seluruh sifat sempurna Allah swt.
Semua ini kadangkala diungkapkan dengan kalimat bertanya, baik dengan maksud
memberikan perhatian, membuat senang, mengingatkan dengan cara yang baik,
maupun dengan maksud-maksud lain yang dapat merangsang kesan-kesan rabbani,
seperti: tunduk, bersyukur, cinta dan khusyu’
kepada Allah. Setelah itu, baru disajikan berbagai macam ibadah dan tingkah
laku ideal untuk menerapkan akhlak rabbani secara praktis.
E.
Paradigma
& Strategi Ilmu keislaman
Paradigma sistem ilmu keIslaman adalah:
1. Islam
meletakkan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan berdasarkan
aqidah Islam. Pada aspek ini diharapkan terbentuk sumber daya manusia terdidik
dengan aqliyah Islamiyah (pola berfikir Islami) dan nafsiyah Islamiyah (pola
sikap yang Islami).
2. Pendidikan
harus diarahkan pada pengembangan keimanan, sehingga melahirkan amal saleh dan
ilmu yang bermanfaat. Prinsip ini mengajarkan pula bahwa di dalam Islam yang
menjadi pokok perhatian bukanlah kuantitas, tetapi kualitas pendidikan.
Perhatikan bagaimana al-Qur’an mengungkapkan tentang ahsanu amalan atau amalan shalihan (amal yang terbaik atau amal
shaleh).
3. Pendidikan
ditujukan dalam kaitan untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-potensi baik
yang ada pada diri setiap manusia selaras dengan fitrah manusia dan
meminimalisir aspek yang buruknya.
4. Keteladanan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu proses pendidikan. Dengan
demikian sentral keteladanan yang harus diikuti adalah Rasulullah saw. Dengan
demikian Rasulullah saw. merupakan figur sentral keteladanan bagi manusia.
Al-Qur’an mengungkapkan bahwa “Sungguh pada diri Rasul itu terdapat uswah
(teladan) yang terbaik bagi orang-orang yang berharap bertemu dengan Allah dan
hari akhirat”.
F.
Strategi
Ilmu Keislaman di Indonesia
Strategi ilmu keislaman di Indonesia
dalam mengahadapi tantangan modernisasi berkat kemanjuan iptek itu mencakup
ruang lingkup sebagai berikut:
1. Motivasi
kreativitas anak didik ke arah pengembangan iptek itu sendiri, di mana
nilai-nilai islami menjadi acuannya.
2. Mendidik
keterampilan memanfaatkan produk iptek bagi kesejahteraan hidup masyarakat pada umumnya dan umat Islam di Indonesia.
3. Menciptakan
jalinan yang kuat antara ajaran agama dan iptek, dan hubungan yang akrab dengan
para ilmuwan yang memegang otoritas
iptek dalam bidang masing-masing.
4. Menanamkan
sikap dan wawasan yang luas terhadap kehidupan masa depan masyarakat melalui
kemampuan menginterprestasikan ajaran agama dari sumber-sumbernya yang murni
kontekstual dengan masa depan kehidupan manusia.
Perencanaan Program Pendidikan Islam
Dalam merencanakan program ini kita perlu
mengidentifikasi delapan masalah pokok, yaitu sebagai berikut:
a)
Apakah ajaran Islam memberikan ruang lingkup berfikir
kreatif manusia dan sejauh mana ruang lingkup tersebut diberikan kepada
manusia.
b)
Potensi psikologis apa sajakah yang menjadi sasaran
pendidikan Islam terutama dalam kaitannya dengan kreativitas yang berhubungan
dengan perkembangan iptek.
c)
Bagaimanakah sistem dan metode pendidikan yang tepat
guna dalam proses pendidikan Islam yang kontekstual dengan iptek tersebut.
d)
Keterampilan-keterampilan apa sajakah yang diperlukan
anak didik dalam mengelola dan memanfaatkan iptek modern sehingga dapat
menyejahterakan hidup umat manusia, khususnya umat Islam.
e)
Sampai seberapa jauh anak didik diharapkan mempu
mengendalikan dan menangkal
dampak-dampak negatif dari iptek terhadap nilai-nilai etika keagamaan Islam dan
nilai-nilai moral yang telah dan yang harus dimapankan dalam kehidupan individual
dan sosial.
f)
Sebaliknya, apakah nilai moral dan sosial keagamaan
mampu memberikan dampak positif terhadap kemanjuan iptek modern tersebut.
g)
Kopetensi guru agama apakah yang harus dimiliki
sebagai hasil lembaga pendidikan profesional keguruan yang dapat diandalkan
untuk menghadapi modernitas umat berkat kemajuan iptek tersebut.
h)
Gagasan-gagasan baru apa sajakah yang harus dirumuskan
kembali dalam perencanaan pendidikan jangka panjang dan pendek, yang berkaitan
dengan pengembangan kurikulum nasional pada sekolah umum dan PTU, serta yang terkait
dengan pendidikan pada perguruan agama-agama Islam dalam semua jenjang.
G.
Keteladanan
Dalam Ilmu Keislaman
Bila dicermati historis pendidikan
di zaman Rasulullah Saw. Dapat dipahami bahwa salah satu faktor terpenting yang
membawa beliau kepada keberhasilan adalah keteladanan (uswah). Rasulullah
ternyata banyak memberikan keteladanan dalam mendidik para sahabatnya. Oleh
karena itu, pada bab ini akan dikemukakan hal-hal yang terkait dengan
keteladanan dalam hubungannya dengan ilmu keIslaman.
“Dan
sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada tauladan yang baik bagi orang yang
mengharapkan (bertemu dengan) Allah dan hari kemudian dan yang mengingat Allah
sebanyak-banyaknya”. (QS. Al-Ahzab : 21).
Beliau selalu terlebih dahulu
mempraktekkan semua ajaran yang disampaikan Allah sebelum menyampaikannya
kepada umat, sehingga tidak ada celah bagi orang-orang yang tidak senang untuk
membantah dan menuduh bahwa Rasulullah Saw hanya pandai bicara dan tidak pandai
mengamalkan.
Metode keteladanan sebagai suatu
metode digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh
keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik
maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan memberikan
kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, akhlak, kesenian dan
lainnya. Untuk menciptakan anak yang saleh, pendidik tidak cukup hanya memberikan
prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa adalah figur yang memberikan
keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut.
Sistem keteladanan yang juga
merupakan strategi keilmuan itu agaknya masih jarang dijumpai di Indonesia,
yang notabene di negara ini hanya menekankan pendidikan yang bersifat tekstual,
teori, hanya sebatas ilmu itu sendiri, sedangkan karakter siswanya kerap
dikesampingkan. Itulah sebab dari bobroknya moral sebagian besar anak bangsa di
Indonesia, yang tidak pernah menekankan pendidikan berkarakter, yaitu
pendidikan yang tak hanya mengulas ilmu yang bersifat teks saja, tapi juga
harus mendidik moral siswanya. Itu semua kebali pada kapasitas si pendidik, dan
kemauan dan interest siswa untuk
belajar dan mengajari otak dan hati.
Indonesia mungkin saja dapat
menyusun sistem pendidikan yang lengkap, tetapi semua itu masih memerlukan
realisasi, dan realisasi itu dilaksanakan oleh pendidik. Pelaksanaan realisasi
itu memerlukan seperangkat metode; metode itu merupakan pedoman untuk bertindak
dalam merealisasikan tujuan pendidikan.
Peserta didik cenderung meneladani pendidikannya; ini diakui oleh semua ahli pendidikan, baik dari barat maupun dari timur. Dasarnya ialah karena secara psikologis anak memang senang meniru; tidak saja yang baik, yang jelekpun ditirunya. Sifat peserta didik itu diakui dalam Islam. Umat meneladani Nabi; Nabi meneladani al-Qur’an. Aisyah pernah berkata bahwa akhlak Rasul Allah itu adalah al-Quran. Pribadi rasul itu adalah interpretasi al-Qur’an secara nyata. Tidak hanya cara beribadah, caranya berkehidupan sehari-hari pun kebanyakan merupakan contoh tentang cara kehidupan Islami.
Peserta didik cenderung meneladani pendidikannya; ini diakui oleh semua ahli pendidikan, baik dari barat maupun dari timur. Dasarnya ialah karena secara psikologis anak memang senang meniru; tidak saja yang baik, yang jelekpun ditirunya. Sifat peserta didik itu diakui dalam Islam. Umat meneladani Nabi; Nabi meneladani al-Qur’an. Aisyah pernah berkata bahwa akhlak Rasul Allah itu adalah al-Quran. Pribadi rasul itu adalah interpretasi al-Qur’an secara nyata. Tidak hanya cara beribadah, caranya berkehidupan sehari-hari pun kebanyakan merupakan contoh tentang cara kehidupan Islami.
Banyak contoh yang diberikan oleh Nabi
yang menjelaskan bahwa orang (dalam hal ini terutama guru) jangan hanya
berbicara, tetapi juga harus memberikan contoh secara langsung. Dalam
peperangan, Nabi tidak hanya memegang komando; dia juga ikut berperang ,
menggali parit perlindungan. Dia juga menjahit sepatunya, pergi berbelanja ke
pasar, dan lain-lain. Hal senada disampaikan oleh Khalid bin Hamid al-Khazimi
bahwa pentingnya teladan itu disebabkan karena beberapa hal:
1. Manusia itu
saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain, dalam perkataan,perbuatan,
orentasinya, pemikirannya, tradisinya dan segala sikap prilaku yang lainnya.
2. Menyaksikan
sendiri suatu sikap atau prilaku dalam pendidikan lebih dapat diterima dari
pada melalui susunan kata-kata, dengan kata lain bahasa sikap lebih dapat diterima
dari pada bahasa lisan.
3. Manusia itu
pada hakekatnya membutuhkan kepada sosok yang mampu meluruskan pengetahuan atau
anggapan-anggapan atau konsep-konsep yang salah yang ada pada dirinya.
4. Adanya
pahala pada teladan yang baik dan adanya dosa pada teladan yang jelek, karena
adanya pahala itu mempertegas terhadap pentingnya teladan. Sabda Nabi Saw :
Barang siapa yang menetapkan suatu kebaikan dalam Islam
maka baginya adalah pahala dan pahala orang yang melakukannya tanpa mengurangi
pahala mereka sedikitpun dan barang siapa yang menetapkan kejelekan dalam Islam
maka dia harus menanggung dosa itu dan dosa orang yang melakukannya tanpa
mengurangi dosa-dosa mereka (HR Muslim).
H.
Pendidikan
Bertahap
Pendidikan bertahap adalah perencanaan
yang mengambil langkah pendek dan mengoreksi kesalahan saat perencanaan itu
dilaksanakan.
Sepanjang sejarah dunia, Islam telah
terbukti mampu membangun peradaban manusia yang khas dan mampu menjadi pencerah
serta penerang hampir seluruh dunia dari masa-masa kegelapan dan kejayaannya
+13 abad lamanya. Factor paling menentukan atas kegemilangan Islam membangun
peradaban dunia adalah keimanan dan keilmuannya. Tidak ada pemisahan ataupun
dikotomi atas kedua factor tersebut dalam pola pendidikan yang diterapkan.
Sehingga generasi yang dihasilkan juga tidak diragukan kehandalannya hingga
kini.
Sebut saja tokoh Ibnu Sina sebagai
sosok yang dikenal peletak dasar ilmu kedokteran dunia namun beliau juga faqih
ad-diin terutama dalam hal ushul fiqh. Masih ada tokoh-tokoh dunia dengan
perannya yang penting dan masih menjadi acuan perkembangan sains dan teknologi
berasal dari kaum muslimin yaitu Ibnu Khaldun(bapak ekonomi), Ibnu Khawarizm
(bapak matematika), Ibnu Batutah (bapak geografi), Al-Khazini dan Al-Biruni
(Bapak Fisika), Al-Battani (Bapak Astronomi), Jabir bin Hayyan (Bapak Kimia),
Ibnu Al-Bairar al-Nabati (bapak Biologi) dan masih banyak lagi lainnya. Mereka
dikenal tidak sekadar paham terhadap sains dan teknologi namun diakui
kepakarannya pula di bidang ilmu diniyyah.
Kalau begitu pola pendidikan seperti
apa yang mampu mencetak generasi Islam berkualitas sekaliber tokoh-tokoh dunia
tersebut? Penting kiranya menyatukan persepsi tentang pendidikan sesuai kaidah
Syara’. Hakekat pendidikan adalah proses manusia untuk menjadi sempurna yang
diridhoi Allah SWT. Hakikat tersebut menunjukkan pendidikan sebagai proses
menuju kesempurnaan dan bukannya puncak kesempurnaan, sebab puncak kesempurnaan
itu hanyalah ada pada Allah dan kemaksuman Rasulullah SAW. Karena itu,
keberhasilan pendidikan hanya bisa dinilai dengan standar pencapaian
kesempurnaan manusia pada tingkat yang paling maksimal. Setelah diketahui
hakikat pendidikan maka berikutnya bisa dirumuskan tujuan dari pendidikan Islam
yang diinginkan yaitu :
Membangun kepribadian Islami yang
terdiri dari pola piker dan pola jiwa bagi umat yaitu dengan cara menanamkan
tsaqofah Islam berupa Aqidah, pemikiran, dan perilaku Islami kedalam akal dan
jiwa anak didik. Karenanya harus disusun dan dilaksanakan kurikulum oleh
Negara.
Mempersiapkan generasi Islam untuk
menjadi orang ‘alim dan faqih di setiap aspek kehidupan, baik ilmu diniyah
(Ijtihad, Fiqh, Peradilan, dll) maupun ilmu terapan dari sains dan teknologi
(kimia, fisika, kedokteran, dll). Sehingga output yang didapatkan mampu
menjawab setiap perubahan dan tantangan zaman dengan berbekal ilmu yang
berimbang baik diniyah maupun madiyah-nya.
Untuk menunjang kesiapan belajar harus adanya turut andil dan ikut serta memajukan aspek, kebutuhan dan semua tinjauaan terhadap pendidikan yang ada oleh karena itu Negara lah harus berperan aktif dalam semua itu.
Negara berkewajiban untuk menyediakan sarana-sarana berikut:
Untuk menunjang kesiapan belajar harus adanya turut andil dan ikut serta memajukan aspek, kebutuhan dan semua tinjauaan terhadap pendidikan yang ada oleh karena itu Negara lah harus berperan aktif dalam semua itu.
Negara berkewajiban untuk menyediakan sarana-sarana berikut:
1. Perpustakaan
umum, laboratorium, dan sarana umum lainnya di luar yang dimiliki sekolah dan
PT untuk memudahkan para siswa melakukan kegiatan penelitian dalam berbagai
bidang ilmu, baik tafsir, hadits, fiqh, kedokteran, pertanian, fisika,
matematika, industri, dll. sehingga banya tercipta para ilmuwan dan mujtahid.
2. Mendorong
pendirian toko-toko buku dan perpustakaan pribadi. Negara juga menyediakan
asrama, pelayanan kesehatan siswa, perpustakaan dan laboratorium sekolah,
beasiswa bulanan yang mencukupi kebutuhan siswa sehari-hari. Keseluruhan itu
dimaksudkan agar perhatian para siswa tercurah pada ilmu pengetahuan yang
digelutinya sehingga terdorong untuk mengembangkan kreativitas dan daya
ciptanya.
3. Negara
mendorong para pemilik toko buku untuk memiliki ruangan khusus pengkajian dan
diskusi yang dipandu oleh seorang alim/ilmuwan/cendekiawan. Pemilik
perpustakaan pribadi didorong memiliki buku-buku terbaru, mengikuti diskusi
karya para ulama dan hasil penelitian ilmiah cendekiawan.
4. Sarana
pendidikan lain, seperti radio, televisi, surat kabar, amajalah, dan penerbitan
dapat dimanfaatkan siapa saja tanpa musti ada izin negara.
5. Negara
mengizinkan masyarakatnya untuk menerbitkan buku, surat kabar, majalah,
mengudarakan radio dan televisi; walaupun tidak berbahasa Arab, tetapi siaran
radio dan televisi negara harus berbahasa Arab.
6. Negara
melarang jual-beli dan eksport-import buku, majalah, surat kabar yang memuat
bacaan dan gambar yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Termasuk melarang
acara televisi, radio, dan bioskop yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
7. Negara
berhak menjatuhkan sanksi kepada orang atau sekelompok orang yang mengarang
suatu tulisan yang bertentangan dnegan Islam, lalu dimuat di surat kabar dan
majalah. Hasil karya penulis dapat dipakai kapan saja dnegan syarat harus
bertanggung jawab atas tulisannya dan sesuai dnegan aturan Islam.
8. Seluruh
surat kabar dan majalah, pemancar radio& televisi yang sifatnya rutin milik
orang asing dilarang beredar dalam wilayah Khilafah Islamiyah. Hanya saja,
buku-buku ilmiah yang berasal dari luar negeri dapat beredar setelah diyakini
di dalamnya tidak membawa pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam.
BAB III
PENUTUP
Dari
pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Ilmu keIslaman
adalah segala sesuatu yang bertalian dengan agama Islam. Pada awalnya ilmu-ilmu Islam berkembang dalam
bidang qiraah, tafsir dan hadis. Kemudian menyusul ilmu fikih, ilmu-ilmu ini
bertambah dan berkembang sesuai dengan evolusi kemajuan masyarakat.
Sedangkan
pada dahulu penerapan Ilmu keisalaman pada zaman awal dilaksanakan
dimasjid-masjid. Mahmud yunus menjelaskan bahwa pusat studi Islam klasik adalah
mekkah dan madinah (Hijaz), Basrah dan Kufah (Irak), Damaskus dan Palestina
(Syam) dan Fistat (Mesir).
DAFTAR
PUSTAKA
Abudin Nata, Metodologi
Studi Islam,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003).
Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi
Studi Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000).
Yatimun Abdullah, Studi
Islam Kontemporer, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).