Jumat, 15 November 2013

AYAT-AYAT TENTANG MAKANAN, MINUMAN, KHAMR DAN UTANG-PIUTANG

A.  Makanan
·      Al-Qur’an dan Terjemahan
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah diantara makanan yang baik-baik yang kami berikan kepadamu, dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu benar-benar hanya kepada-Nya menyembah.” (QS. Al-Baqarah: 172).
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah. Tetapi barangsiapa berada dalam keadaan terpaksa sedangkan ia tidak menginginkan hal itu dan ia tidak menjadi seorang pendurhaka maka tidaklah berdosa. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 173).
Artinya: “Diharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih karena selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam oleh binatang buas kecuali sempat kamu sembelih, dan yang disembelih di atas berhala dan mengundi nasib dengan anak panah. Demikian itu adalah kefasikan. Pada hari ini orang kafir telah putus asa terhadap agamamu, maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah pada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan nikmat karunia-Ku, dan telah ku ridhai Islam itu sebagai agama kalian. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa cenderung berbuat dosamaka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.” (QS. Al-Maidah: 3).
·      Tafsir Al-Jalalain
(172) Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk makan makanan yang baik atau makanan yang halal yang telah Allah anugerahkan kepada mereka. Dan Allah juga memerintahakan untuk bersyukur atas anugerah yang dihalalkan itu jika mereka memang benar-benar hanya menyembah kepada Allah swt.
(173) Allah mengharamkan bangkai, (hewan yang tidak disembelih menurut syara’, kecuali ikan dan belalang), darah (yang mengalir seperti yang ada di binatang ternak), daging babi (disebutkan daging karena inilah maksud utamanya) dan binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah (lafadz “uhilla” atau “ihlal” berarti menyembelih hewan kurban dengan mengerasakan suara, hal ini dilakukan sebagai sajian untuk tuhan mereka). Barangsiapa yang terpaksa atau dalam keadaan darurat dan memakan hewan yang diharamkan tadi, maka diperbolehkan dan tidak berdosa.
(3) Allah swt. mengharamkan bangkai untuk dimakan, begitu juga darah, daging babi, dan hewan yang disemeblih karena selain Allah, hewan yang mati karena tercekik, hewan yang dibunuh dengan cara dipukul, hewan jatuh dari atas ke bawah lalu mati, hewan yang ditanduk oleh hewan lain, hewan yang diterkam oleh binatang buas, kecuali yang masih bernapas dan masih sempat untuk disembelih, dan hewan yang disembelih atas nama berhala, dan mengundi nasib (menentukan bagian) dengan menggunakan anak panah. Seluruhnya merupakan bentuk dari penyimpangan.
·      Tafsir Ibnu Katsir
(172) Allah swt memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk memakan rezeki yang baik yang telah diberikan Allah kepada mereka, dan hendaknya mereka bersyukur kepada Allah swt atas hal tersebut, jika mereka benar-benar mengaku sebagai hamba-Nya.
Makan rezeki yang halal merupakan penyebab bagi terkabulnya do’a dan ibadah, sedangkan makan dari rezeki yang haram dapat menghambat terkabulnya doa dan ibadah. Setelah Allah menganugerahkan kepada mereka rezeki-Nya dan memeberi mereka petunjuk agar makan makanan yang halal berikutnya Allah menyebutkan bahwa Allah tidak mengharamkankan kepada mereka kecuali bangkai.
 Yang dimaksud bangkai adalah hewan yang menemui ajalnya tanpa melalui proses penyembelihan, baik karena tercekik atau tertusuk, jatuh dari ketinggian atau tertanduk hewan lain, atau dimangsa oleh binatang buas. Akan tetapi, jumhur ulama mengecualikan masalah ini ialah bangkai ikan. Air susu bangkai dan telur bangkai yangmasih bersatu dengannya hukumnya najis-menurut Imam Syafi’i dan lainnya-karena masih merupakan bagian dari bangkai tersebut. Imam Malik menurut salah satu riwayat mengatakan bahwa air susu dan telur tersebut suci, hanya saja menjadi najis karena faktor mujawairah, masih diperselisihkan; tetapi menurut pendapat yang terkena di kalangan mereka, hukumnya najis. Diharamkan pula atas mereka daging babi, baik yang disembelih ataupun mati dengan sendirinya. Termasuk ke dalam pengertian daging babi ialah lemaknya, adakalanya karena faktor prioritas atau karena pengertian daging mencakup lemaknya juga, atau melalui jalur kiyas menurut suatu pendapat.
Diharamkan pula hewan yang disembelih bukan karena Allah, yaitu hewan yang ketika disembelih disebut nama selain Allah, misalnya berhala-berhala, tandingan-tandingan, dan azlam serta lain sebagainya yang serupa, yang biasa disebutkan oleh orang-orang Jahiliyah bila menyembelih hewannya.
(173) Selanjutnya Allah swt memperbolehkan makan semua yang disebutkan tadi dalam keadaan darurat dan sangat diperlukan bila makananan yang lainnya tidak didapati. Yakni bukan dalam keadaan maksiat, bukan pula dalam keadaan melampaui batas, tidak ada dosa baginya makan apa yang telah disebutkan. Apabila orang yang dalam keadaan terpaksa (darurat) menemukan suatu bangkai dan makanan milik orang lain, sekiranya tidak ada hukum potong tangan dalam mengambilnya dan tidak ada hukuman lainnya pula (ta’zir), maka tidak dihalalkan baginya memakan bangkai, melainkan ia boleh memakan makanan milik orang lain itu. Semua ulama sepakat tanpa ada yang memperselisihkannya.
(3) Allah Ta'ala melarang hamba-hamba-Nya mengonsumsi binatang-bina-tang yang mati sebagai bangkai, yaitu binatang yang mati dengan sendirinya tanpa disembelih atau diburu sebab di dalamnya terdapat darah beku yang membahayakan agama dan tubuh. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla meng-haramkannya. Dikecualikan dari bangkai itu ialah bangkai ikan karena ikan itu halal, baik mati karena disembelih maupun karena hal lain. Hal ini didasarkan atas keterangan yang diriwayatkan oleh Malik, Syafi'i, Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, an-Nasa’i Ibnuu Majah, Ibnuu Khuzaimah, dan Ibnuu Hibban yang diterima dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah saw. ditanya ihwal air laut. Maka beliau bersabda, "Laut itu airnya suci dan bangkainya halal." (HR Malik, Syafi'i, Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).  Demikian pula belalang. la halal sebagaimana menurut hadits yang akan dikemukakan. Firman Allah, "dan darah", maksudnya darah yang mengalir. Penggalan ini senada dengan firman Allah, "atau darah yang mengalir". Demikian menurut pendapat Ibnuu Abbas dan ulama lainnya. Ibnuu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnuu Abbas bahwa dia ditanya tentang limpa. Beliau menjawab: "Makanlah ia". Orang-orang pun berkata, "Limpa itu adalah darah". Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya darah yang diharamkan kepadamu hanyalah darah yang mengalir". Demikian pula diriwayatkan oleh Himad dari Aisyah, dia berkata, "Yang dilarang untuk dimakan hanyalah darah yang mengalir". Imam Syafi'i meriwayatkan secara marfu' dari IbnuUmar, dia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Dihalalkan bagimu dua jenis bangkai dan dua jenis darah. Dua bangkai itu ialah ikan dan belalang. Dan dua darah ialah hati dan limpa." (HR Syafi'i). Al-A'sya bersyair, "Jauhilah olehmu bangkai dan jangan mendekatinya. Dan janganlah kamu mengambil tulang tajam untuk mengalirkan darah". Maksudnya, janganlah kamu melakukan perilaku jahiliah, yaitu jika ada orang jahiliah lapar maka ia mengambil sesuatu yang tajam baik berupa tulang maupun selainnya untuk ditorehkan kepada untanya. Kemudian darah yang mengalir ditampung, lalu diminum. Maka, Allah mengharamkan darah kepada umat ini. Firman Allah, "daging babi", baik yang jinak maupun yang liar. Kata "daging" mencakup segala aspeknya, termasuk lemaknya. Dan kita tidak memerlukan kecerdikan kaum Zhahiriyah yang merujukkan dhamir dalam "fain-nahu" dalam firman Allah, "Kecuali ia berupa bangkai, darah yang mengalir, dan daging babi maka sesungguhnya ia najis" kepada "al-khinzir" sehingga pengertian "najis" meliputi segala aspek tubuh babi seperti daging, lemak, dan organ tubuh lainnya; kita tidak memerlukan alasan itu, sebab firman Allah,"sesungguhnya ia merupakan najis" ini saja sudah mencakup daging dan seluruh organnya. Adapun pendapat kaum Zhahiri bahwa dhamir itu kembali kepada "al-khinzir" merupakan pendapat yang janggal, jika dilihat dari segi linguistik sebab pronomina itu hanya kembali kepada mudhaf, bukan kepada mudhaf ilaih.


·      Tafsir Al-Misbah
(172) Kesadaran iman yang bersemi di hati mereka menjadikan ajakan Allah kepada orang-orang beriman sedikit berbeda dengan ajakan-Nya kepada seluruh manusia. Bagi orag-orang mukmin, tidak lagi disebut kata halal, sebagaimana yang disebut pada ayat 168 yang lalu, karena keimanan yangbersemi di dalam hati merupakan jaminan kejauhan mereka dari yang tidak halal. Mereka di sini bahkan diperintah untuk bersyukur disrtai dengan dorongan kuat yang tercermin pada penutup ayat 172 ini, yaitu bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu meneyembah.
Syukur adalah mengakui dengan tulus bahwa anugerah yang diperoleh semata-mata bersumber dari Allah sambil menggunakannya sesuai tujuan penganugerahannya atau menggunakannya pada tempat yang semestinya.
Setelah menekankan perlunya makan makanan yang baik-baik, dijelaskan-Nya makanan yang buruk, dalam bentuk redaksi yang mengesankan bahwa hanya yang disebut itu yang dilarang, walau pada hakikatnya tidak demikian.
(173) Yang dimaksud bangkai adalah binatang yang berembus nyawanya tidak melalui cara yang sah, seperti yang mati tercekik, dipukul, jtuh, ditanduk, dan diterkam binatang buas, namun tidak sempat disembelih, dan (yang disembelih untuk berhala). Dikecualikan dari pengertian bangkai adalah binatang air (ikan dan sebagainya) dan belalang.
(3) Setelah menuntun kaum muslimin agar mengembangkan rasa sehingga dapat mengagungkan syiar-syiar Allah, serta mengajarkan agar selalu berlaku adil walau tetap musuh, sambil menuntun agar membersihkan jiwa dengan ketakwaan serta menyucikannya dengan amal-amal kebajikan dan menghindari segala macam yang mengakibatkan kekeruhan jiwa kegelapannya, kini dilanjutkan uraian yang dijanjikan pada ayat pertama, Anda tentu masih ingat bahwa pada ayat pertama ditegaskan bahwa, “Dihalalkan bagi kamu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepada kamu...”. Di sisi lain, tuntunan yat ini bia tidak diindahkan dapat mengakibatkan kekeruhan jiwa den kegelapan sebagaimana akan dikemukakan pada tempatnya nanti.
Pada ayat ini, Allah swt. Berfirman: Diharamkan oleh Allah bahkan siapapun atas kamu memakan bangkai, yaitu binatang yang mati tanpa melalui penyembelihan yang sah, juga darah yang mengalir sehingga tidak temasuk hati dan jantung, daging babi, yakni seluruh tubuhnya termasuk lemak dan kulitnya, demikian juga daging hewan apapun yang disembelih atas nama selainAllah dalam rangka ibadah atau mudharat yang diduga dapat tercapai dengan menyembelihnya, dan diharamkan juga yang mati karena  tercekik dengan cara atau alat apapun, disengaja maupun tidak. Demikian juga yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang ditekam binatang buas, kecuali jika binatang-binatang halal yang mengalami apa yang disebut di atas belum sepenuhnya mati sehingga sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan juga bagimu apa yang disembelih atas atau untuk berhala-berhala, apapun berhala itu. Dan diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah, yang demikian itu adalah kefasikan, yakni perbuatan yang mengantar pelakunya keluar dari koridor agama.
Pada hari ini, yakni ketika turunnya ayat ini pada tanggal 9 Dzul Hijjah tahun ke sepuluh Hijriyah ketika Nabi saw. Melaksanakan Haji Wada’, atau pada masa kini, orang-orang yang kafir, baik yang mantap kekufurannya maupun tidak, telah berputus asa untuk mengalahkan dan memudarkan agama yang kamu bawa dan juga berputus asa untuk membendung masyarakat yang memeluknya dan sebab itu pula  janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku semata-mata karena pada hari ini juga telah Kusempurkan untuk kamu agama kamu, yakni telah Ku-turunkan semua yang kamu butuhkan dari prinsip-prinsip petunjuk agama yang berkaitan dengan halal dan haram sehingga kamu hanya menjabarkan dan atau menganalogikannya, dan telah Ku-cukupkan kepada kamu nikmat-Ku, sehingga kamu tidak butuh lagi kepada petunjuk agam selainnya, dan telah Ku-ridhai Islam, yakni penyerahan diri sepenuhnya kepada-Ku menjadi agam bagi kamu. Maka barang siapa tepaksa,  yakni berada dalam kondisi yang mengancam kelangsungan hidupnya bila dia tidak memakan makanan yang diharamkan itu karena kelaparan dan tanpa sengaja berbuat dosa, maka dia dapat memmakannya sekadar untuk melanjutkan napas kehidupannya dan Allah akan memaafkannya karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.
Ayat di atas tidak menyebut siapa yang mebgahramkan makanan-makanan yang isebut di sini. Hal itu bukan saja karena setiap Muslim pasti mengetahui bahwa yang berwenang mengharamkan hanya Allah swt., tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa apa yang akan diseut berikut ini sedemikian buruk sehingga saiapapun pasti akan jijik.





B.  Minuman
·      Al-Qur’an dan Terjemahan
Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu tentang minuman keras dan berjudi. Katakanlah kepada mereka pada keduanyadosa besar. Dan beberapa manfaat dari manusia-tetapi-dosa keduanya lebih besar dari manfaat keduanya. Dan mereka menanyakan kepadamu beberapa yang akan mereka nafkahkan, Katakanlah kelebihan. Demikianlah dijelaskan-Nya pula bagimu ayat-ayat, agar kamu memikirkan.” (QS. Al-Baqarah: 219).
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu dekati shalat sedangkan kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, dan tidak pula dalam keadaan junub, kecuali sekadar melewati jalan, hingga kamu mandi terlebih dahulu. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan, atau seorang di antara kamu datang dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan kemudian kamu tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kamu pada tanah yang baik, maka sapulah muka dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (QS. An-Nisaa’: 43).
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minum khamr, berjudi, berkurban untuk berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dari perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90).
·      Tafsir Al-Jalalain
(219) Ada yang menayakan tentang huum dari minuman keras dan berjudi. Lalu dikatakan bahwa dalam keduanya terdapat dosa besar, karena keduanya menimbulkan persengketaan, penghinaan, dan kata-kata yang kurang baik. Dan disebutkan bahwa minuman keras itu bermanfaat karena dapat menimbulkan kegembiraan dan kenikmatan, sedangkan berjudi dapat mendapatkan uang tanpa susah payah, tapi sebenarnya dosa yang ditimbulkan dari keduanya itu lebih besar dari manfaatnya. (ayat ini diturunkan karena pada waktu itu masih ada segolongan umat islam yang masih memeinum khamar). Lalu ada pula yang menanyakan tentang sesuatau yang bisa dinafkahkan, lalu dikatakan bahwa sesuatu yang bisa dinafkahkan berupa sesuatu yang lebih dari kebutuhan, dan tidak diperbolehkan menafkahkan sesuatu yang masih dibutuhkan.
(43) Allah swt. mengharamkan shalat dalam keadaan mabuk karena minuman keras (ayat ini turun ketika orang-orang sahalat berjemaah dalam keadaan mabuk) hingga kembali sadar dan sehat kembali. Diharamkan pula shalat bagi yang junub (kecuali bagi musafir atau dalam perjalanan, maka boleh hanya melewati masjid tanpa mendiami masjid) sampai orang tersebut mandi. Bagi orang yang sakit parah (hingga tak boleh terkena air), dalam perjalanan dan dalam keadaan berhadats besar, orang yang sudah buang hajat, atau menyentuh perempuan dengan tangan dan kulit lainnya (dikatakan bersetubuh), lalu tidak menemukan air untuk bersuci setelah berusaha mencarinya, maka dianjurkan untuk bertayammum dengan tanah yang suci, dengan cara mengusap wajah dan tangan berikut siku.
(90) Meminum khamar (minuman yang memabukkan yang bisa menutupi akal sehat), berjudi (taruhan), berkurban untuk berhala (patung sesembahan) dan juga mengundi nasib dengan menggunakan anak panah (permainan undian) adalah perbuatan yang keji dan kotor, dan termasuk perbuatan setan. Maka Allah memerintahkan umat islam untuk menjauhi perbuatan tersebut agar mendapatkan keberuntungan.
·      Tafsir Ibnu Katsir
(219) Definisi khamr adalah seperti apa yang dikatakan Amirul Mukminin Umar Bin Khattab, yaitu segala sesuatu yang menutupi akal (memabukkan). Adapun mengenai dosa kedua perbuatan tersebut berdasarkan peraturan agama, sedangkan manfaat keduniawannya jika dipandang sebagai suatu manfaat. Maka manfaatnya terhadap tubuh ialah mencernakan makanan, mengeluarkan angin, dan mengumpulkan sebagian lemak serta rasa mabuk yang memusingkan. Termasuk manfaatnya pula memperjualbelikannya dan memanfaatkan hasilnya. Sedangkan manfaat judi ialah kemenangan yang dihasilkan oleh sebagian orang yang terlibat di dalamya, maka dari hasil itu ia dapat membelanjakannya untuk dirinya sendiri dan keluarganya.
Akan tetapi, manfaat dan maslahat terebut tidaklah sebanding dengan mudharat dan kerusakannya yang jauh lebih besar daripada manfaatnya, karena kerusakannya berkaitan dengan akal dan agama. Karena itu, ayat ini merupakan pendahuluan dari pengharaman khamr yang pasti Di dalam ayat ini pengharaman tidak disebutkan dengan tegas, melainkan dengan sindiran. Karena itulah maka Umar bin Kahttab r.a ketika dibacakan ayat ini kepadanya beliau mengatakan, “ ya Allah, berikanlah kami penjelasan tentang khamr ini dengan penjelasan yang memuaskan.”. Setelah itu barulah turun ayat yang mengharamkannya di dalam surat Al-Maidah.
(43) Allah swt. melarang orang-orang mukmin melakukan shalat dalam keadaan mabuk yang membuat seseorang tidak menyadari apa yang dikatakannya. Dan Allah melarang pula mendekati tempat salat (yaitu masjid-masjid) bagi orang yang mempunyai jinabah (hadas besar), kecuali jika ia hanya sekadar melewatinya dari suatu pintu ke pintu yang lain tanpa diam di dalamnya. Ketentuan hukum ini terjadi sebelum khamr diharamkan, seperti yang ditunjukkan oleh hadis yang telah kami ketengahkan dalam tafsir ayat surat Al-Baqarah, yaitu pada firman-Nya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi.” (Al- Baqarah: 219), hingga akhir ayat. Rasulullah saw. membacakannya (sebanyak tiga kali) kepada Umar, maka Umar berkata, "Ya Allah, jelaskanlah kepada kami masalah khamr ini dengan penjelasan yang memuaskan."
Ketika ayat ini diturunkan, maka Nabi Saw. membacakannya kepada Umar. Lalu Umar berkata, "Ya Allah, berilah kami penjelasan tentang masalah khamr ini dengan penjelasan yang memuaskan." Setelah itu mereka tidak minum khamr dalam waktu-waktu shalat. “sehingga kau mengerti apa yang kamu ucapkan”, hal ini merupakan pendapat yang terbaik dalam definisi mabuk, yaitu orang yang bersangkutan tidak mengerti apa yang diucapkannya, sebab orang yang mabuk itu badcaan al-Qur’annya pasti akan ngawur dan tidak direnungi serta tidak ada kekhusuyuan dalam bacaannya.
Berangkat dari pengertian ayat ini, banyak kalangan imam yang menarik kseimpulan bahwa orang yang jinabah haram baginya beriam diir di masjid, tapi diperbolehkan kalau sekadar melewatinya. Termasuk pula dalam pengertian jinabah yakni orang yang sedang haid atau nifas, tapi ada sebagian ulama yang mengharamkan keduanya melewati masjid karena dikhawatirkan darahnya akan mengotori masjid. Sebagian ulama juga berpendapat jika masing-masing keduanya terjamin kebersihannya dan tidak akan mengotori masjid, maka boleh melewati masjid, tapi jika tidak terjamin, hukumnya tetap haram, tidak boleh mewati masjid. Seseorang tidak boleh (mendekati) melaksanakan shalat jika (dalam keadaan berjinabah), keculai dia seorang musafir yang dalam keadaan jinabah, lalu ia tidak menjumpai air, maka ia boleh shalat hingga menjumpai air.

Adapun mengenai sakit yang membolehkan seseorang bertayammum adalah sakit yang mengkhawatirkan akan matinya salah satu anggota tubuh, atau sakitnya bertambah parah, atau sembuhnya bertambah lama jika menggunakan air, tetapi ada ulama yang membolehkan bertayammun hanya karena alasan sakit saja, karena melihat keumuman makna ayat.

(90) Allah swt. berfirrman melarang hamba-hamba-Nya yang beriman, meminum khamr dan berjudi. Telah disebutkan dalam sebuah riwayat dari Amir ul Mukminin Ali Ibnuu Abu Talib r.a., bahwa ia pernah mengatakan catur itu terma suk judi. Begitu pula menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnuu Abu Hatim, dari ayahnya, dari Isa Ibnuu Marhum, dari Hatim, dari Ja'far Ibnuu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali r.a. Ibnuu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad Ibnuu Ismail al-Ahmasi, telah menceritakan kepada kami Waki*, dari Sufyan, dari Lais, dari Ata, Mujahid, dan Tawus ,menurut Sufyan atau dua orang dari mereka; mereka telah mengatakan bahwa segala sesuatu yang memakai taruhan dinamakan judi, hingga permainan anak-anak yang memakai kelereng.
Telah diriwayatkan pula dari Rasyid Ibnu Sa'd serta Damrah Ibnu Habib hal yang semisal. Mereka mengatakan, "Hingga dadu, kelereng, dan biji juz yang biasa dipakai permainan oleh anak-anak." Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnuu Abbas yang mengatakan bahwa maisir adalah judi yang biasa dipakai untuk taruhan di masa jahiliah hingga kedatangan Islam. Maka Allah melarang mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang buruk itu. Az-Zuhri telah meriwayatkan dari al-A'raj yang mengatakan bahwa maysir ialah mengundi dengan anak panah yang taruhannya berupa harta dan buah-buahan. Al-Qasim Ibnu Muhammad mengatakan bahwa semua sarana yang melalaikan orang dari mengingati Allah dan salat dinamakan maysir.
·      Tafsir Al-Misbah
(219) Pernyataan di atas ialah tentang khamr (minuman keras) dan judi. Ini adalah salah satu bentuk perolehan dan penggunaan harta yang dilarang sebelum ayat ini (ayat 188) serta bertentangan dengan menafahkannya di jalan yang baik (ayat 215). Di sisi lain, sebelum ini telah dielaskan tentang bolehnya makan dan minum di malam hari Ramadhan, di sini dijelaskan tentang minuman keras yang dirangkaikan dengan perjudian keran mast=yarakat Jahilaiyah sering minum sambil berjudi. Selain itu, salaha satu barang rampasan dari kafilah yang dihadang oleh pasuka ‘Abdullah Ibn Jahsy dengan pertanyaan, “Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi.”
Yang disebut (khamr) adalah segala sesuatau yang memabukkan, apapun bahan mentahnya, minuman yang berpotensi memabukkan bila diminum dengan kadar normal oleh seorang normal, minuman itu adalah khamr sehingga haram hukum meminumnya, baik diminum banyak maupun sedikit serta baik diminum memabukkan secara faktuan atau tidak. Jika demikian, keharakan minuman keras bukan karena adanya bahan alkoholik pada minuman itu, atau karena adanya potensi memabukkan. Dari sini, makanan atau minuman apapun yang berpotensi memabukkan bila dimakan atau diminum oleh orang normal-bukan orang yang terbiasa meminumya-maka ia adalah khamr. Ada pendapat yang tidak didukung banyak ulama, dikemukakan ooleh kelompok ulama bermadzhab Hanafi, mereka menilai bahwa khamr hanya minuman yang terbuat dari anggur. Adapun minuman lain, seperti yang terbuat dari dari kurma atau gandum dan lain-lain yang berpotensi memabukkan, ia tidak dinamai khamr, tetapi dinamai nabidz. Selanjutnya, kelompok ulama ini berpendapat bahwa yang haram sedikit atau banyak adalah yang terbuat dari anggur, yakni khamr. Sedang nabidz tidak haram kalau sedikit. Ia baru haram kalau banyak.
Arti kata maysir adalah judi. Ia terambil akar kata yang berarti gampang. Perjudian dinamai maysir karena harta hasil perjudian diperoleh dengan cara yang yang gampang, tanpa usaha, kecuali menggunakan undian yang dibarengi oleh faktor untung-untungan. Nabi saw. Diperintah Allah untuk menjawab keduan pertanyaan di atas: Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar, seperti hialngnya keseimbangan, gangguan kesehatan, penipuan dan kebohongan, perolhan harta tanpa hak, benih permusuhan, dan beberapa manfaat duniawi bagi segelintir manusia, seperti keuntungan materi, kesenangan sementara, kehangatan di musim dingin, dan ketersediaan lapangan kerja. Ada juga riwayat yang menderitakan bahwa pada masa Jahiliyah hasil perjudian mereka sumbangkan kepada fakir miskin. Semua itu adalah manfaat duniawi, tetapi dosa yang diakibatkan oleh keduanya lebih besar daripada manfaatnya karena mnafaat tersebut hanya dinikmati oleh segelintir orang di dunia, dan mereka akan tersiksa kelak di akhirat. Bahkan, manfaat itu akan mengakibatkan kerugian besar bagi mereka, kalau tidak di dunia ini, setelah memeinum atau berjudi, pasti di akhirat kelak.
(43) Setelah dalam ayat yang lalu dilukiskan betapa hebat dan mencekam keberadaan di hadapan Allah pada hari Kemudian, sampai-sampai seorang yang bereglimang dalam dosa, kalau dapat, ingin menyatu dengan tanah dan tidak pernah hidup sama sekali, dan bahwa kekuasaan-Nya yang sedemikian hebat menjadikan seseorang tidak dapat meneymbunyikan sesuatu. Semua itu menunjukkan bahwa tidak ada yang dapat selamat kecuali yang suci hati dan anggota badannyamelalui keimanan dan ketaatan kepada Rasul saw.; makan kini Allah menjelaskan bagaimana seharusnya seseorang menghadap Allah swt. Dalam kehidupan dunia ini, yakni ketika ia shalat untuk menyelamatkannya dari keadaan yang mencekam di hari Kemudian itu. Demikian, lebih kurang al-Biqa’i menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumnya. Penulis mengemukakan bahwa, jika belum puas dengan penjelasan al-Biqa’i atau Sayyid Quthub di atas, semoga suatu ketika kita dapat menemukan penjelasan yang lebih memuaskan. Demikian, Wa Allahu A’lam.
Wahai orang-orang yang beriman, yakni yang membenarkan dengan hatinya apa yang di ajarkan Allah dan Rasul-Nya, bermula dari mengesakan-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, janganlah kamu mendekati shalat, yakni melaksanakannya atau tempat shalat, lebih-lebih melaksanakannya, sedang kamu dalam keadaan mabuk, yakni hilang atau berkurang kesadaranmu akibat minuman keras dan semacamnya, sebagaimana terjadi pada semetara rekan-rekan kamu yang mabuk sehingga membaca ayat-ayat al-Qur’an dalam shalat mereka dengan keliru dan tanpa sadar. Tetapi, hendaklah kamu melaksanakan shalat dengan khusyuk dan penuh kesadaran sehinggga kamu mengetahui apa yang kamu ucapkan, dan tidak juga dibenarkan bagi kamu menghampiri masjid dalam keadaan junub, dan tidak juga dibenarkan bagi kamu menghampiri masjid dalam keadaan junub, baik akibat pertemuan alat kelaminmu dengan alat kelamin lawan jenismu maupun karena keluar maini dengan sebab-sebab lainnya, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi yang disertai dengan niat bersuci. Dan jika kamu sakit yang menjadikan kamu khawatir bila mandi akan menambah paeah penyakitmu atau memperlambat kesembuhanmu, atau kamu sedang dalam perjalanan yang jaraknya menyulitkan, atau salah seorang dari kamu kembali dari tempat yang rendah, yakni buang air/keluar najis dari salah satu kedua alat pengeluarannya, dubur dan kemaluan, atau kamu telah menyentuh perempuan, atau perempuan menyentuh laki-laki dengan persentuhan kulit dengan kulit, lebih-lebih bila bertemu dua alat kelamin yang berbeda, lalu kamu tidk mendapati air, baik karena tidak ada ataupun tidak dapat kamu gunakan karena sakit atau untuk digunakan memenuhi kebutuhan makhluk hidup yang mendesak, maka bertayammumlah dengan sha’id, yakni tanah yang baik, yakni suci, maka untuk melaksanakan tayammum itu, sapulah wajah kamu dengan tanah itu, setelah memukulkan kedua telapak tangan ke tempat dimana tanah berada, dan setelah itu sapu pula kedua tangan kamu hingga pergelangan atau hingga siku setelah sekali lagi memukulkan kedua telapak tangan kamu ke tanah. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf sehingga Dia tidak menjatuhkan sanksi atas kasalahan-kesalahan kamu, lagi Maha Pengampun atas kesalahan-kesalahan kamu.
Ayat di atas mengandung dua macam hukum. Petama, larangan melaksanakan shalat dalam keadaan mabuk, dan kedua, larangan mendekati masjid dalam keadaan junub. Ada juga yang memahaminya dalam arti laranagn mendekati tempat shalat-yakni masjid-dalam keadaan mabuk dan junub, dan dengan demikian ia hanya bmengandung satu hukum saja.
(90) Setelah menjelaskan persoalan makanan, kini disinggung-Nya soal minuman yang terlarang dan yang biasa berkaitan dengan minuman itu. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamr dan segala yang memabukkan walau sedikit, dan ber-judi, bekurban untuk berhala-berhala, panah-panah yang digunakan mengundi nasib, adalah kekejian dari aneka perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberunutngan dengan memeroleh semua yang kamu harapkan.
Kata maysir terambil dari kata yusr yang berarti mudah. Judi dinamai maysir karena pelakunya memeroleh harta dengan mudah dan kehilangan harta dengan mudah. Kata ini juga berarti pemotongan dan pembagian. Dahulu, masyarakat Jahiliyah berjudi dengan unta untuk kemudia mereka potong dan mereka bagi-bagikan dagingnya sesuai kemenangan yang mereka raih. Dari segi hukum, maysir/judi adalah segala macam aktifitas yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih untuk memenangkan suatu pilihan dengan menggunakan uang atau materi sebagai taruhan.

C.  Perdagangan
·      Al-Qur’an dan Terjemahan

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, maukah kamu aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih?.” (QS. As-Shaf: 10).
Artinya: “Yaitu kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahui.” (QS. As-Shaf: 11).
Artinya: “Niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. As-Shaf: 12).
Artinya: “Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin.” (QS. As-Shaf: 13).
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al-Qur’an) dan melaksanakan shalat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi.” (QS. Fathir: 29).
Artinya: “Agar Allah menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 30).
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah: 9).
Artinya: “Dan apabila kamu melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah), katakanlah, “Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan,” dan Allah pemberi rezeki yang terbaik.” (QS. Al-Jumu’ah: 11).

·      Tafsir Al-Jalalain
(10) (Hai orang-orang yang beriman, maukah kalian Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kalian) dapat dibaca tunjiikum dan tunajjiikum, yakni tanpa memakai tasydid dan dengan memakainya (dari azab yang pedih) yang menyakitkan; mereka seolah-olah menjawab, mengiyakan. Lalu Allah melanjutkan firman-Nya:
(11) (Yaitu kalian beriman) artinya kalian tetap beriman (kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian. Itulah yang lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui) bahwasanya hal ini lebih baik bagi kalian, maka kerjakanlah.
(12) (Niscaya Allah akan mengampuni) menjadi jawab dari syarat yang diperkirakan keberadaannya; lengkapnya, jika kalian mengerjakannya, niscaya Dia akan mengampuni (dosa-dosa kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan memasukkan kalian ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn) sebagai tempat menetap. (Itulah keberuntungan yang besar).
(13) (Dan) Dia memberikan kepada kalian nikmat (yang lain yang kalian sukai, yaitu pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat waktunya. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman) yaitu berita tentang mendapat pertolongan dan kemenangan.
(29) (Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca) selalu mempelajari  (kitab Allah dan mendirikan shalat) yakni mereka melaksanakannya secara rutin dan memeliharanya (dan menafakahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan) berupa zakat dan lain-lainnya (mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi) tidak bangkrut.
(30) (Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka) pahala amal-amal mereka yang telah disebutkan itu (dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun) terhadap dosa-dosa mereka (lagi Maha Mensyukuri) ketaatan mereka.
(9) (Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada) huruf min di sini bermakna fi, yakni pada (hari Jumat maka bersegeralah kalian) yakni cepat-cepatlah kalian berangkat (untuk mengingat Allah) yakni salat (dan tinggalkanlah jual beli) tinggalkanlah transaksi jual beli itu. (Yang demikian itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui) bahwasanya hal ini lebih baik, maka kerjakanlah ia.
(11) (Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya) yakni kepada barang dagangan, karena barang dagangan itu merupakan kebutuhan yang mereka perlukan, berbeda dengan permainan (dan mereka tinggalkan kamu) dalam khotbahmu (dalam keadaan berdiri. Katakanlah, "Apa yang di sisi Allah) berupa pahala (lebih baik) bagi orang-orang yang beriman (dari permainan dan perniagaan," dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki) bila dikatakan, setiap orang itu memberi rezeki kepada keluarganya, maka pengertian yang dimaksud ialah dari rezeki Allah swt.
·      Tafsir Ibnu Katsir
(10) Dibuat dalam sebuah percakapan dengan Abdullah bin Salaam bahwa para sahabat (semoga Allah meridhai mereka), mereka ingin bertanya tentang perbuatan yang Allah cintai yang harus dilakukan, Allah swt. menurunkan Surah ini, dan, antara lain, ayat ini: (Hai orang-orang yang beriman! Haruskah aku tunjukkan pada perdagangan yang akan menyelamatkan Anda dari siksaan yang pedih?) kemudian diinterpretasikan bahwa ini perdagangan besar yang tidak gagal, dan itu adalah hasil dari apa yang dimaksud, dan menghapus larangan.
(11) (Percaya kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan kekayaan dan kehidupan Anda yang terbaik untuk Anda jika Anda tahu), yaitu: dari perdagangan dunia, dan kerajinannya, dan menangani sendirian.
(12) Lalu ia berkata: (mengampuni dosa-dosamu), yaitu: jika kamu melakukan apa yang aku perintahkan dan jelaskan itu, maka akan diampuni kejanggalan, dan kamu akan memasuki kebun, mendapatkan rumah yang baik, dan nilai kebajikan, Yang mengatakan: (dan kamu akan menyaksikan ke dalam surga yang di bawahnya sungai-sungai dan rumah-rumah di surga ‘Adn, sesungguhnya itulah kemenangan yang besar).
(13) Maka aku akan menambahkan pada kalian atas hal tersebut dengan tambahan yang kamu sekalian sukai, perdagangan: “ Kemenangan dari Allah dan pembukaan yang dekat” , yakni jika kamu berpegang di jalan Allah dan memenangkan hartanya, makan Allah akan menghadiahkanmu dengan kemenangan. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jika kau hendak memenangkan Allah maka Allah akan memenangkan kalian dengan menetapkan kaki-kaki kalian”. [Muhammad: 7]:.Allah berfirman: “Allah akan memenangkan orang yang memenangkannya, sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Mulia.” [Al-Hajj:40]. Allah berkata: (pembukaan yang dekat) yakni yang cepat, dan tambahan ini adalah kebaikan dunia dan perantara kenikmatan akhirat bagi orang yang taat pada Allah dan Rasul-Nya.
(29) Allah swt. memberitahukan pada hamba-Nya yang beriman yang membaca kitab-Nya dan beriman di dalamnya dan bertaqwa pada-Nya, membangun do’a, menghabiskan waktu hidupnya dalam ketaqwaan pada Allah di kala siang dan malam, diam-diam dan terang-terangan, (harapan untuk perdagangan yang tidak akan pernah gagal): harapan untuk menerima pahala dari Allah swt. Kami juga telah menyediakan penjelasan pertama ketika kebajikan dari al-Qur’an yang mengatakan kepada temannya: "Setiap perdagangan dari belakang bisnisnya, dan hari ini Anda dari belakang setiap perdagangan".
(30) (Untuk membayar upah dan memberi mereka peningkatan karunia-Nya) yakni: membayar pahala atas apa yang mereka lakukan dan melipatgandakan bagi mereka dengan tambahan-tambahan yang tidak mereka ketahui (sesungguhnya Allah Maha Pengampun), yaitu: dosa-dosa mereka, (dan Maha Bersyukur) untuk beberapa amal mereka.
Qatada mengatakan: Mutrif r.a. jika beliau membaca ayat ini maka ia mengatakan: Ayat ini adalah ayat pembaca.
Imam Ahmad berkata: Dikisahkan oleh Abu Abdul Rahman, mengatakan kepada kami Haywah, Salem bin Gillan bercerita  bahwa ia mendengar dua Abu Smah bercerita dari dari Abu Haytham, dari Abu Said al-Khudri r.a.​, bahwa ia mendengar Rasulullah saw berkata: "Tuhan Yang Maha Esa jika ia senang dengan hamba-Nya maka ia menganggapnya dengan tujuh varietas kebaikan yang tidak dilakukannya, dan jika murka terhadap seorang hamba maka ia menganggapnya dengan tujuh varietas kejahatan yang tidak dilakukannya, sangat aneh.
(9) AlJumu’ah disebut Jumat, karena musytaq (dikeluarkan) dari kata jam’un, orang-orang Islam berkumpul dalam setiap seminggu sekali dengan berhala-berhalanya para pembesar dan dipenuhi semua makhluk, itu adalah hari keenam dari sembilan di mana Allah menciptakan langit dan bumi. Dan penciptaan Adam dan masuknya Adam ke surga, dan keluarnya Adam dari surga. Dan didalamnya terdapat waktu yang tidak menyesuaikan pada hamba yang mukmin yang bertanya pada Allah tentangnya tentang kebaikan kecuali Allah memeberikan pada mereka sebagaimana yang telah ditetapkan dengan hal tersebut berupa hadits-hadits yang shahih
Ibnu Abi Hatim berkata: Katakan Hassan bin Arfa, Ubaidah bin Humaid berkata pada kami, untuk Mansour, dari Abu Muasher, dari Abraham, untuk Alqamah, untuk Qrtha Dabbi, Salman mengatakan: Abu al-Qasim saw: " wahai Salman apakah itu hari Jumat ? ". Aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”. Rasullah saw bersabda: " Hari mengumpulkan ayahmu atau Bapak ".
(11) Yang Mahakuasa menegur pada apa yang telah disepakati, yaitu ketika kaum muslimin meninggalkan khotbah untuk perdagangan yang terjadi kota hari itu, Allah berkata: (dan jika mereka dalam perdagangan atau mengguncang mereka dan berdiri untuk meninggalkan), yaitu: berkhutbah di mimbar. Demikian dikatakan oleh Allah untuk salah satu pengikut, termasuk: Abu ‘Aliyah, dan Hassan, Zaid bin Aslam, dan Qatadah.
Ibnu Hayyan berkata bahwa ayat perdagangan ini ditujukan untuk Rohiyah bin Khalifa sebelum menyerahkan diri, dan ia dengan gendangnya, mereka (yang lain) ikut berangkat ke sana, dan mereka  meninggalkan Rasulullah saw – yang berdiri di atas podium, dan hanya ada beberapa saja dari mereka.
Tafsir Al-Misbah
(10) Dalam ayat ini Allah mendorong kaum muslimin agar melakukan amal saleh dengan mengatakan: “Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul yang diutus-Nya, apakah kamu sekalian mau Aku tunjukkan suatu pandangan yang bermanfaat dan pasti mendatangkan keuntungan yang berlipat ganda dan keberuntungan yang kekal atau melepaskan kamu dari api neraka. 
Ungkapan ayat di atas memberikan pengertian kepada kaum muslimin agar mereka suka memperhatikan dan melaksanakan perdagangan yang dimaksud Allah itu, jika mereka benar-benar menginginkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat nanti.
 
(11) Kemudian disebutkan bentuk-bentuk perdagangan yang memberikan keuntungan yang besar itu, yaitu bisa memperkuat iman di dada benar-benar percaya kepada yang wajib diimani, yaitu iman kepada Allah, kepada para malaikat, kepada kitab-kitab-Nya, kepada Rasul-rasul-Nya, kepada adanya Hari Kiamat serta kepada kada dan kadar Allah, mengerjakan amal saleh semata-mata karena Allah bukan karena riya. Mengerjakan amal saleh adalah perwujudan iman seseorang, karena ingin melakukan segala sesuatu yang dituntut imannya itu dan berjihad di jalan Allah. Berjihad ialah segala macam upaya dan usaha yang dilakukan untuk menegakkan agama Allah. Ada dua macam jihad yang disebut dalam ayat ini yaitu berjihad dengan jiwa raga dan berjihad dengan harta. Berjihad dengan jiwa dan raga ialah berperang melawan musuh-musuh agama yang menginginkan kehancuran Islam dan kaum muslimin. Berjihad dengan harta yaitu membelanjakan harta benda untuk menegakkan kalimat Allah, seperti untuk biaya berperang, mendirikan mesjid, rumah sekolah, rumah sakit dan kepentingan umum yang lain. 
Di samping itu ada bentuk-bentuk jihad yang lain, yaitu berjihad menentang hawa nafsu, mengendalikan diri, berusaha membentuk budi pekerti yang baik pada diri sendiri, menghilangkan rasa iri dan sebagainya. Jihad-jihad yang terakhir inilah yang paling berat. 
Pada akhir ayat ini ditegaskan bahwa iman dan jihad itu adalah perbuatan yang paling baik akibatnya, baik untuk diri sendiri, anak-anak, keluarga, harta benda dan masyarakat, jika manusia itu memahami dengan sebenar-benarnya. 
(12) Jika manusia beriman, mengakui kebenaran Rasulullah SAW. dan berjihad di jalan Allah, Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya, seakan-akan dosa itu tidak pernah diperbuatnya atau menjauhkannya dari perbuatan dosa itu, menyediakan tempat bagi mereka di dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Tempat di dalam surga adalah tempat yang paling indah, paling menyenangkan hati orang yang berada di dalamnya.
Diriwayatkan oleh At Tirmizi dan Al Hakim dan dinyatakan sahih dari Abdullah bin Salam bahwa ketika para sahabat Rasulullah duduk-duduk santai sambil berbincang-bincang, di antara mereka ada yang berkata: "Sekiranya kami mengetahui amal yang lebih dicintai Allah pasti kami akan mengerjakannya". Maka turunlah ayat ini yang menerangkan amal yang paling baik itu. 
Pada riwayat lbnu Abu Hatim dari Said bin Jubair dikemukakan bahwa ketika turun ayat 10 surah ini (Ya ayyuhal lazina......) kaum muslimin berkata: "Sekiranya kami mengetahui yang dimaksud tijarah (perdagangan) itu pasti kami akan ikut serta memberikan harta benda dan keluarga kami". Maka Allah menurunkannya ayat ke 11 di atas.
(13) Dalam ayat ini diterangkan kemenangan yang lain yang akan segera diperoleh oleh Rasulullah SAW. dan kaum muslimin di dunia ini, yaitu mereka akan dapat mengalahkan musuh-musuh mereka, menaklukkan beberapa negeri dalam waktu yang dekat, memberikan kedudukan yang baik bagi kaum muslimin beserta kekuatan iman dan fisik, sehingga berkuasa di timur dan barat, dan agama Islam tersebar di seluruh dunia.
Ayat ini termasuk ayat yang menerangkan kemukjizatan yaitu menerangkan sesuatu. yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Hal ini dipercayai betul oleh Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, sehingga menumbuhkan kekuatan dan semangat yang hebat di kalangan kaum muslimin. Maka dalam sejarah terlihat dan terbukti bahwa dalam waktu yang sangat singkat agama Islam telah dianut oleh sebahagian penduduk dunia waktu itu, sejak dari ujung barat Afrika sampai ujung timur Indonesia dari Maroko ke Merauke dan dari Asia Tengah di utara sampai ke Afrika selatan.
 Kemudian Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW. untuk menyampaikan kepada kaumnya (muslim) mengenai keuntungan yang akan mereka peroleh dari perdagangan itu dan kemenangan-kemenangan yang akan dicapai dalam waktu yang dekat. 
(29) ayat ini sebagaimana dikemukakan sebelumnya, merupakan penjelasan tentang siapa ulama yang disebut oleh ayat yang lalu. Dengan menggunakan kata yang mengandung makna pengukuhan “sesungguhnya”, Allah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang senantiasa membaca kitab Allah mengkaji dan mengamalkan pesan-pesannya dan telah melaksanakan shalat secara baik dan benar serta telah menfkahkan sebagan dari apa, yakni rezeki, yang kami anugerahkan kepada mereka, baik dengan cara rahasia, diam-diam, dan maupun secara terang-terangan, banyak jumlahnya atau sedikit, dalam kedaan mereka lapang atau sempit, mereka yang melakukan tersebut dengan tulus ikhlas mengharapkan perniagaan dengan Allah yang hasilnya tidak pernah akan merugi. Mereka dengan amalan-amalan itu mengharap agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah maha pengampun segala kekhilafan lagi Maha Mensyukuri segala ketaatan.
Ayat di atas menggunakan bentuk kata mudhari’ (masa kini dan datang) ketika berbicara tentang yatluuna kitaba Allah/membaca kitab Allah sebagai isyarat bahwa mereka senantiasa dan dari saat ke saat membacanya, apalagi ketika turunnya ayat ini, belum lagi rampung turunnya semua ayat al-Qur’an.
Ayat di atas mendahulukan kata sirran/rahasia atau sembunyi-sembunyi untuk mengisyaratkan dalamnya ketulusan mereka dan bahwa, dalam banyak hal, berinfak secara diam-diam lebih baik daripada secara terang-terangan. Di sisi lain, penyebutan kata ‘alaaniyatan/terang-terangan, disamping untuk mengisyaratkan bahwa berinfak dengan terang-terangan tidak selalu harus dinilai tidak tulus, juga untuk menunjukkan bahwa dalam hal-hal tertentu berinfak seperti itu diperlukan guna menghilangkan buruk sangka terhadap yang kaya atau guna merangsang yang lain melakukan hal yang serupa.
Kata tijaarah/perdagangan digunakan al-Qur’an anatara lain sebagai ungkapan hubungan timbal balik antara Allah dan manusia. Memang, al-Qur’an dalam mengajaka manusia memercayai dan mengamalkan tuntunan-tuntunannya-dalam segala aspek-seringkali menggunakan istilah-istilah yang dikenal oleh dunia bisnis, seperti perdagangan, jual beli, untung rugi, kredit dan sebagainya.
(30) Kata syakuur adalah bentuk mubalaghah (superlatif) dari kata syaakir. Menurut pakar-pakar bahasa, tumbuhan yang tumbuh walau dengan sedikit air, atau binatang yang gemuk walau dengan sedikit rumput, keduanya dinamai syakuur. Dari sini, mereka berkata bahwa Allah yanng bersifat syakuur, antara lain berarti: Dia yang mengembangkan walau sedikit dari amalan hamba-Nya, dan melipagandakannya. Pelipatgandaan itu dapat mencapai 700 bahkan lebih tanpa batas.
(9) Ayat di atas menyatakan: Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru, yakni dikumandangkan adzan oleh siapapun, untuk shalat pada dzuhur hari jumat, maka bersegeralah kuatkan tekad dan langkah, jangan bermalas-malasan apalagi mengabaikannya, untuk menuju dzikrullah menghadiri shalat dan khutbah jumat, dan tinggalkanlah jual beli, yakni segala macam interaksi dalam bentuk kepentingan apapun bahkan semua yang dapatmengurangi perhatian terhadap upacara jumat. Demikian itulah, yakni menghadiri acara jumat, yang baik buat kamu jika kamu mengetahui kebaikannya pastilah kamu mengindahkan perintah ini.
Kata dzikr Allah yang dimaksud adalah shalat dan khutbah. Karena itulah agaknya shingga ayat di atas menggunakan kata dzikr Allah.
Kata fas’au terambil dari kata sa’a yang pada mulanya berarti berjalan cepat tapi bukan berlari. Tentu saja, bukan itu yang dimaksud di sini, apalagi ada perintah Nabi saw. agar menuju ke masjid, berjalan dengan penuh wibawa.
(11) Ayat yang lalu memerintahkan kaum muslimin agar menghadiri upacara shalat jum’at, ada sekelompok orang yang tidak memenuhi secara baik perintah tersebut. Ayat di atas mengecam mereka dan tidak lagi mengarahkan pembicaraan kepada mereka, sebagaimana ayat yang lalu, untuk mengisyaratkan bahwa mereka tidak pantas mendapat kehormatan diajak berdialog dengan Allah. Ayat di atas bagaikan menyatakan: Demikian itulah perintah Kami kepada kaum muslimin, tetapi ada sebagian dari mereka yang kurang mengindahkannya. Mereka masih terus saja melakukan aktifitas lain dan apabila mereka melihat atau mengetahui kehadiran barang-barang perniagaan atau bahkan permainan, mereka berbondong-bondong dan berpencar dengan cepat menuju kepadanya dan mereka meninggalkanmu berdiri menyampaikan khutbah. Katakanlah kepada mereka dan siapapun sebagai pengajaran dan peringatan bahwa: Apa yang di sisi Allah, berupa ganjaran dan anugerah-Nya di dunia dan di akhirat bagi yang tidak tergiur oleh gemerlapan duniawi, lebih baik daripada permainan dan perniagaan, walau sebanyak apapun, dan Allah adalah sebaik-baik Pemberi rezeki karena Allah Sumber rezeki sedang selain-Nya hanya perantara. Dia memberi walau terhadap yang durhaka, sedang manusia tidak demikian.





















D.  Hutang Piutang
·         Al-Qur’an dan Terjemahan
Artinya: “Siapakah yang bersedia memberi pinjaman kepada Allah-yakni-pinjaman yang baik. Maka Allah menggandakan hingga berlipat-lipat. Dan Allah menyempitkan dan melapangkannya, dan kepada-Nya kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245).
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menjalankan sesuatu urusan dengan hutang piutang yang diberikan tempoh sehingga ke suatu masa yang tertentu, maka hendaklah kamu menulis (hutang dan masa bayarannya) itu. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu yang menulisnya dengan adil (benar). Dan janganlah seseorang penulis enggan menulis sebagaimana Allah telah mengajarkannya. Oleh itu, hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu merencanakan (isi surat hutang itu dengan jelas). Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangkan sesuatu pun dari hutangnya itu. Kemudian jika orang yang berhutang itu bodoh atau lemah atau ia sendiri tidak dapat hendak merencanakan (isi surat itu), maka hendaklah direncanakan oleh walinya dengan adil (benar); dan hendaklah kamu mengadakan dua orang saksi lelaki dari kalangan kamu. Kemudian kalau tidak ada saksi dua orang lelaki, maka bolehlah, seorang lelaki dan dua orang perempuan dari orang-orang yang kamu persetujui menjadi saksi, supaya jika yang seorang lupa dari saksi-saksi perempuan yang berdua itu maka dapat diingatkan oleh yang seorang lagi. Dan janganlah saksi-saksi itu enggan apabila mereka dipanggil menjadi saksi. Dan janganlah kamu jemu menulis perkara hutang yang bertempoh masanya itu, sama ada kecil atau besar jumlahnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih membetulkan (menguatkan) keterangan saksi, dan juga lebih hampir kepada tidak menimbulkan keraguan kamu. Kecuali perkara itu mengenai perniagaan tunai yang kamu edarkan sesama sendiri, maka tiadalah salah jika kamu tidak menulisnya. Dan adakanlah saksi apabila kamu berjual beli. Dan jangalah mana-mana jurutulis dan saksi itu disusahkan. Dan kalau kamu melakukan (apa yang dilarang itu), maka sesungguhnya yang demikian adalah perbuatan fasik (derhaka) yang ada pada kamu . Oleh itu hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah; dan (ingatlah), Allah (dengan keterangan ini) mengajar kamu; dan Allah sentiasa Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282).
·      Tafsir Al-Jalalain
(245) (Siapakah yang bersedia memberi pinjaman kepada Allah) yaitu dengan menafkahkan hartanya di jalan Allah (yakni pinjaman yang baik) dengan ikhlas kepada-Nya semata, (maka Allah akan menggandakan) pembayarannya; menurut satu qiraat dengan tasydid hingga berbunyi 'fayudha'ifahu' (hingga berlipat-lipat) mulai dari sepuluh sampai pada tujuh ratus lebih sebagaimana yang akan kita temui nanti (Dan Allah menyempitkan) atau menahan rezeki orang yang kehendaki-Nya sebagai ujian (dan melapangkannya) terhadap orang yang dikehendaki-Nya, juga sebagai cobaan (dan kepada-Nya kamu dikembalikan) di akhirat dengan jalan akan dibangkitkan dari matimu dan akan dibalas segala amal perbuatanmu.
(282) Jika orang mukmin mengadakan utang-piutang seperti jual beli, sewa menyewa dan lain-lain secara tidak tunai (misalanya pinjaman atau pesanan untuk waktu yang ditentukan) atau diketahui, (maka hendaklah kamu catat) untuk pengukuhan dan menghilangkan pertikaian nantinya. (dan hendaklah ditulis) surat utang itu (diantara kamu) oleh seorang penulis dengan adil (maksudnya benar tanpa menambah atau mengurangi jumlah utang atau jumlah temponya. (Dan janganlah merasa enggan) berkeberatan (penulis itu) untuk (menuliskannya) jika ia diminta (sebagaimana telah diajarkan Allah kepadanya), artinya telah dibei-Nya karunia pandai menulis, maka janganlah kikir menumbangkannya. “kaf” di sini berkaitan dengan “ya’ba’’ (maka hendaknya dituliskannya) sebagai penguat (dan hendaklah diimlakkan) surat itu (oleh orang yang berutang) karena dialah yang dipersaksikan, maka hendaklah diakuinya agar diketahuinya kewajibannya, (dan hendakalh ia bertakwa kepada Allah, tuhannya)dalam mengimlakkannya (dan janganlah dikurangi darinya) utang itu (sedikitpun juga dan sekiranya orang yang berutang itu bodoh) atau boros (atau lemah keadaanya) untuk mengimlakkannya (disebabkan terlalu muda atau terlalau tua (atau ia sendiri tidak mampu mengimlakkannya) disebabkan bisu atau tidak menguasai bahasa atau yang lainnya, (maka hendaklah diimlakkan oleh walinya) misalnya bapak, orang yang diberi amanat, yang mengasuh atau penerjemahnya (dengan jujur dan hendaklah persaksikan) utang itu kepada (dua orang saksi di antara laki-lakimu) artinya dua orang Islam yang baligh lagi merdeka (jika keduanya mereka itu bukan) yakni kedua saksi itu (dua orang laki-laki, maka seorang laki-laki dan dua orang perempuan) boleh menjadi saksi (di antara saksi-saksi yang kamu sukai) disebabkan agama dan kejujurannya. Saksi-saksi wanita jadi berganda ialah (supaya jika yang seorang lupa) akan kesaksian disebabkan kurangnya akal dan lemahnya ingatan mereka (maka yang lain) (yang ingat) akan mengingatkan kawannya, yakni yang lupa. Ada yang membaca “tudzkir” ada juga yang dengan tasydid “tudzakkir”. Jumlah dari idzkar menempati kedudukan sebagai illat, artinya untuk mengingatkannnya jika ia lupa atau berada di ambang kelupaan, karena itulah yang menjadi sebabnya. Menurut satu qiraat ‘in syartiyyah dengan baris di bawah, sementara tudzakkiru dengan baris di depan sebagai jawabannya. (dan janganlah saksi-saksi itu enggan jika) ‘ma’ sebagai tambahan (mereka dipanggil) untuk memeikul dan memberikan kesaksian (dan janganlah kamu jemu) bosan (untuk menulskannya), artinya utang-utang yang kamu saksikan, karena memang banyak orang yang merasa jemu atau bosan (biar kecil atau besar) sedikit atau banyak (sampai waktunya), artinya sampai batas waktu membayarnya. Menjadi ‘hal’ dari dhamir yang terdapat pada ‘taktubuh’. (Demikian itu) maksudnya surat-surat itu (lebih adil di sisi Allah dan mengokohkan persaksian), artinya lebih menolong meluruskannya, karena ada bukti yang menginagtkannya (dan lebih dekat) artinya lebih kecil kemumgkinan (untuk tidak menimbulkan keraguanmu), yakni mengenai besarnya uang atau jatuh temponya (kecuali jika) terjadi muamalah itu (berupa perdagangan tunai) menurut satu qiraat dengan baris di atas sehingga menjadi khabar dari ‘takuuna’ sedangkan isimnya adalah kata ganti dari ‘at-tijaarah’ (yang kamu jalankan di antara kamu) artinya yang kamu pegang dan tidak mempunyai waktu berjangka (maka tidak ada dosa lagi kamu jika kamu tidak menulisnya) artinya barang yang diperdagangkan itu (hanya persaksikanlah jika kamu berjual beli) karena demikian itu lebih dapat menghindarkan percekcokan. Maka sola ini da yang sebelumnya adalah soal sunnah (dan janganlah penulisa dan saksi-maksudnya yang punya utang dan yang berutang menyulitkan atau mempersulit) dengan mengubah surat tadi atau tak hendak menjadi saksi atau menuliskannya, begitupula orang yang punya utang, tidak boleh membebani si penulis dengan hal-hal yang tidak patut ditulis atau dipersaksikan. (dan jika mau berbuat) apa yang dilarang itu (maka sesungguhnya itu suatu kefasikan) artinya keluar dari taa yang sekali-kali tidak layak (bagi kamu dan bertaqwalah kepada Allah) dalam perintah dan larangannya (Allah mengajarimu) tentang kepentingan urusanmu. Lafal ini menjadi ‘hal’ dari fi’il yang diperkirakan keberadaanya atau sebagai kalimat baru. (Dan Allah mengetahui segala sesuatu).
·      Tafsir Ibnu Katsir
(245) Allah swt menganjurkan kepada hamba-Nya agar menfkahkan hartanya di jalan Allah swt. Mengulang-ngulang ayat ini di dalam al-Qur’an bukan hanya pada satu tempat saja. Di dalam hadits yang berkaitan dengna azbabun nuzul ayat ini disebutkan bahwa Allah swt berfirman: “siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Tuhan yang tidak miskin dan tidak pula berbuat aniaya.” Menurut apa yang diriwayatkan dari Umar dan lain-lainnya dari kalangan ulama salaf ialah berinfak untuk jalan Allah. Menurut pendapat lain, yang dimaksud ialah memberi nafkah kepada anak-anak. Menurut pendapat yang lainnya lagi ialah membaca tasbih dan taqdis.
(282) Ayat yang mulia ini merupakan ayat yang terpanjang di dalam Al-Qur'an. Imam Abu Jafar Ibnuu jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnuu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnuu Syihab yang menceritakan bahwa telah menceritakan kepadaku Sa'id Ibnuul Musayyab, telah sampai kepadanya bahwa ayat Al-Qur'an yang menceritakan peristiwa yang terjadi di Arasy adalah ayat dain (utang piutang). Hal ini merupakan petunjuk dari Allah Swt. buat hamba-hamba-Nya yang mukmin apabila mereka mengadakan muamalah secara tidak tunai, yaitu hendaklah mereka mencatatkannya; karena catatan itu lebih memelihara jumlah barang dan masa pembayarannya serta lebih tegas bagi orang yang menyaksikannya. Qatadah meriwayatkan dari Abu Hassan Al-A:raj, dari Ibnuu Abbas yang mengatakan, "Aku bersaksi bahwa utang yang dalam tanggungan sampai dengan batas waktu yang tertentu merupakan hal yang dihalalkan dan diizinkan oleh Allah pemberlakuannya." Kemudian Ibnuu Abbas membacakan firman-Nya; Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan. (Al-Baqarah: 282) Melalui ayat ini Allah memerintahkan adanya catatan untuk memperkuat dan memelihara. Apabila timbul suatu pertanyaan bahwa telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain dari Abdullah Ibnuu Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi (buta huruf), kami tidak dapat menulis dan tidak pula menghitung. Maka bagaimanakah menggabungkan pengertian antara hadis ini dan perintah mengadakan tulisan (catatan)? Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa utang piutang itu bila dipandang dari segi hakikatnya memang tidak memerlukan catatan pada asalnya. Dikatakan demikian karena Kitabullah telah dimudahkan oleh Allah untuk dihafal manusia; demikian pula sunnah-sunnah, semuanya dihafal dari Rasulullah Saw. Yakni secara adil dan benar. Dengan kata lain, tidak berat sebelah dalam tulisannya; tidak pula menuliskan, melainkan hanya apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, tanpa menambah atau menguranginya. Janganlah seorang yang pandai menulis menolak bila diminta untuk mencatatnya buat orang lain; tiada suatu hambatan pun baginya untuk melakukan hal ini. Sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya apa yang belum ia ketahui sebelumnya, maka hendaklah ia bersedekah
kepada orang lain yang tidak pandai menulis, melalui tulisannya. Hendaklah ia menunaikan tugasnya itu dalam menulis. Mujahid dan Ata mengatakan, orang yang pandai menulis diwajibkan mengamalkan ilmunya. Dengan kata lain, hendaklah orang yang berutang mengimlakkan kepada si penulis tanggungan utang yang ada padanya, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam hal ini. Artinya, jangan sekali-kali ia menyembunyikan sesuatu dari utangnya. Yang dimaksud dengan isdlah safih ialah orang yang dilarang bertasarruf karena dikhawatirkan akan berbuat sia-sia atau lain sebagainya. Yakni karena masih kecil atau berpenyakit gila. Umpamanya karena bicaranya sulit atau ia tidak mengetahui mana yang seharusnya ia lakukan dan mana yang seharusnya tidak ia lakukan (tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang salah). Ayat ini memerintahkan mengadakan persaksian di samping tulisan untuk lebih memperkuat kepercayaan. Hal ini berlaku hanya dalam masalah harta dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Sesungguhnya persaksian wanita diharuskan dua orang untuk menduduki tempat seorang lelaki, hanyalah karena akal wanita itu kurang. Di dalam ayat ini terkandung makna yang menunjukkan adanya persyaratan adil bagi saksi. Makna ayat ini bersifat muqayyad (mengikat) yang dijadikan pegangan hukum oleh Imam Syafii dalam menangani semua kemutlakan di dalam Al-Qur'an yang menyangkut perintah mengadakan persaksian tanpa syarat. Ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang menolak kesaksian seseorang yang tidak dikenal. Untuk itu ia mempersyaratkan, hendaknya seorang saksi itu harus adil lagi disetujui. Yakni jika salah seorang dari kedua wanita itu lupa terhadap kesaksiannya, Maksudnya, orang yang lupa akan diingatkan oleh temannya terhadap kesaksian yang telah dikemukakannya. Berdasarkan pengertian inilah sejumlah ulama ada yang membacanya fatuzakkira dengan memakai tasydid. Sedangkan orang yang berpendapat bahwa kesaksian seorang wanita yang dibarengi dengan seorang wanita lainnya, membuat kesaksiannya sama dengan kesaksian seorang laki-laki; sesungguhnya pendapat ini jauh dari kebenaran. Pendapat yang benar adalah yang pertama. menurut suatu pendapat yaitu 'apabila para saksi itu dipanggil untuk mengemukakan kesaksiannya, maka mereka haais mengemukakannya. Sedangkan firman-Nya, "Asy-syuhada" yang dimaksud dengannya ialah orang yang menanggung persaksian. Untuk itu apabila ia dipanggil untuk memberikan keterangan, maka ia harus menunaikannya bila telah ditentukan. Tetapi jika ia tidak ditentukan, maka hukumnya adalah fardu kifayah.
Hal ini merupakan kesempurnaan dari petunjuk, yaitu perintah untuk mencatat hak, baik yang kecil maupun yang besar. Karena disebutkan pada permulaannya la tas-amu, artinya janganlah kalian merasa enggan mencatat hak dalam jumlah seberapa pun, baik sedikit ataupun banyak, sampai batas waktu pembayarannya. Maksudnya, hal yang Kami perintahkan kepada kalian —yaitu mencatat hak bilamana transaksi dilakukan secara tidak tunai— merupakan hal yang lebih adil di sisi Allah. Juga lebih menguatkan persaksian, yakni lebih kukuh kesaksian si saksi bila ia membubuhkan tanda tangannya; karena manakala ia melihatnya, ia pasti ingat akan persaksiannya. Mengingat bisa saja seandainya ia tidak membubuhkan tanda tangannya, ia lupa pada persaksiannya, seperti yang kebanyakan terjadi. Yakni lebih menghapus keraguan; bahkan apabila kalian berselisih pendapat, maka catatan yang telah kalian tulis di antara kalian dapat dijadikan sebagai rujukan, sehingga perselisihan di antara kalian dapat diselesaikan dan hilanglah rasa keraguan. Dengan kata lain, apabila transaksi jual beli dilakukan secara kontan dan serah terima barang dan pembayarannya, tidak mengapa jika tidak dilakukan penulisan, mengingat tidak ada larangan bila tidak memakainya. buatlah persaksian atas hak kalian jika memakai tempo waktu, atau tidak memakai tempo waktu. Dengan kata lain, buatlah persaksian atas hak kalian dalam keadaan apa pun.
”Akan tetapi jika sebagian kalian mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya”). (Al-Baqarah: 283)
Tetapi menurut jumhur ulama, perintah yang terkandung di dalam ayat ini ditafsirkan sebagai petunjuk dan anjuran, namun bukan perintah wajib.
 “dan janganlah penulis serta saksi saling sulit-menyulitkan.” (Al- Baqarah: 282)

Menurut suatu pendapat, makna ayat ini ialah janganlah penulis dan saksi berbuat menyeleweng, misalnya dia menulis hal yang berbeda dari apa yang diimlakan kepadanya, sedangkan si saksi memberikan keterangan yang berbeda dengan apa yang didengarnya, atau ia menyembunyikan kesaksiannya secara keseluruhan.

·      Tafsir Al-Misbah
(245)setelah menganjurkan berjuang dengan jiwa raga, kini yang dianjurkan adalah berjuang dengan harta benda. Memang, perjuangan memerlukan harta. Kai ini anjurannya lebih kukuh daripada anjuran sebelumnya. Karena, di sini dipaparkan, dalam bentuk pertanyaan yang mengandung makna ujian, tentang siapa yang membenarkan apa yang Dia informasikan. Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik.
Kata meminjamkan dan pinjaman pada ayat ini adalah terjemahan dari kata qardh yang kemudian masuk dalam aneka bahasa dengan makna yang sama dengan kredit. Dar tinjauan bahasa al-Qur’an, katatersebut pada mulanya bermakana memotong sesuatu dengan gigi, seperti tikus yang memotong kayu dengan giginya. Ini memebri kesan bahwa pinjaman yang diberikan itu diberikan dalam kejiwaan yang sulit. Dis sisi lain, pada saat seorang menggigit sesuatu, jelas ia mengharapkan hasil yang memuaskan dari upayanya itu.
(282) inilah ayat yang tepanjang dalam al-Qur’an, dan yang dikenal oleh para ulama dengan nama Ayat al-Mudayanah (ayat utang-piutang). Ayat ini anatara lain berbicara tentang anjuran-atau menurut sebagian ulama-kewajiban menulis utang-piutang dan mempersaksikannya di hadapan pihak ketiga yabg dipercaya (notaris), sambil menekankan perlunya menulis utang, walau sedikit, disertai dengan jumlah dan ketetapan waktunya.
Ayat 282 ini dimulai dengan seruan Allah swt. Kepada kaum yang menyatakan beriman, Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang dietntukan, hendaklah kamu menulisnya.
Perintah ayat ini secara redaksional ditujukan kepada orang-orang yang beriman, tetapi yang dimaksud adalah mereka yang melakukan transaksi utang-piutang, bahakan secara lebih khusus adalah yang berutang. Ini agar yang memberi piutang merasa lebih tenang dengan penulisan itu. Karena, menulisnya adalah perintah atau tuntunan yang sangat dianjurkan, walau kreditor tidak memintanya.
Perintah menulis dapat mencakup perintah kepada kedua orang yang bertransaksi, dalam arti salah seorang meulis, dan apa yang ditulisnya diserahkan kepada mitranya jika mitra pandai tulis baca, dan bila tidak pandai, atau keduanya tidak pandai, mereka hendaknya mencari orang ketiga sebagaimana bunyi lanjutan ayat.

Selanjutnya, Allah swt. menegaskan: Dan hendaklah seorang penulis di anatara kamu mnulisnya dengan adil, yakni dengan benar, tidak menyalahi ketentuan Allah dan perundangan yang berlaku dalam masyarakat. Tidak juga merugikan salah satu pihak yang bermuamalah, sebagaimana dipahami dari kata adil dan di anatar kamu. Dengan demikian, dibutuhkan tiga kriteria bagi penulis, yaitu kemampuan menulis, pengetahuan tentang aturan serta tata cara  menulis perjanjian, dan kejujuran.