Mobil “Murah Meriah” dan Kemacetan di Indonesia
Di awal
tahun 2014, dunia otomotif Indonesia kian semarak dengan adanya launching
beberapa merk mobil murah. Sebut saja Honda Brio, Daihatsu Ayla, Toyota Agya,
Ford Figo dan yang terbaru diluncurkan pada tanggal 23 Maret dan yang iklannya
baru ditayangkan di televisi adalah Datsun Go. Para vendor mengklaim jika harga
murah bukanlah alasan menjadikan produk mereka sebagai low quality product.
Dengan harga kisaran Rp 73 juta-117 juta dan menyasar segmen low-end,
para vendor mobil ternama tersebut berharap adanya perubahan ekspektasi
masyarakat tentang mahalnya harga mobil dan hanya orang ‘berduit’ saja yang
biasa memilikinya.
Sejumlah
kepala daerah menyatakan keberatan dengan kehadiran sederet mobil murah yang
diklaim ‘ramah lingkungan’ (Low Cost Green Car/LCGC) tersebut. Gubernur DKI
Jakarta Joko Widodo juga menolak keras adanya mobil murah tersebut. Karena
mobil murah dampaknya akan sangat terasa di ibu kota yang sudah sangat akrab
dengan kemacetan, padahal sang gubernur sedang getol mendemokan pentingnya
warga Jakarta beralih ke moda transportasi umum seperti busway dan
lainnya agar kemacetan bisa berkurang.
Namun
sikap itu berbanding terbalik dengan pemerintah pusat. Pemerintah pusat bahkan
akan terus menggenjot produksi mobil murah di Indonesia. Wakil presiden
Indonesia, Boediono berdalih bahwa memiliki mobil merupakan hak setiap orang,
jadi tak boleh ada satupun pihak yang mencegah atau menghambat produksi mobil
murah tersebut.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
sikap pemerintah itu sedah sesuai dengan keadaan lalu lintas di Indonesia?
2.
Apakah
kerugian dan kelebihan hadirnya mobil murah di Indonesia?
3.
Ada
apa dibalik sikap ‘welcome’ nya pemerintah pusat terhadap mobil murah?
4.
Apa
solusi mengatasi kemacetan di Indonesia khususnya di Jakarta?
Penyelesaian
Kasus
Sikap
dan langkah-langkah yang harus dilakukan pemerintah terhadap kehadiran
mobil-mobil murah dan juga kemacetan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.
Kegiatan
Pendahuluan
1)
Meninjau
keadaan lapangan, maksudnya melihat realita sistem dan birokrasi dalam
transportasi di Indonesia yang sudah ada. Sudah cukup baik atau masih dibawah
standar.
2)
Peninjauan
rutin dan pengawasan ketat pemerintah daerah dan pusat terhadap bagian
birokrasi, khususnya alokasi dana APBD/APBN yang tersalur dinas perhubungan di
tiap daerah. Karena penyelewengan dana sangat mempengaruhi kualitas sarana dan
prasarana di bidang transportasi.
3)
Membentuk
badan pengawas khusus yang mengawasi kegiatan intern dan ekstern transportasi,
yakni pengawasan terhadap oknum-oknum yang membelakangi tata kota.
2.
Kegiatan
lanjutan
1)
Memberikan
penyuluhan kepada seluruh lapisan masyarakat, baik melalui RT/RW dan yang
sederajat, ataupun ke seluruh lembaga sosial masyarakat tentang pentingnya kedisiplinan
dalam berkendara.
2)
Memberikan
pendidikan dan pelatihan dini terhadap anak didik mulai dari TK sampai jenjang
perkuliahan tentang pendidikan transportasi, sebagai sarana sosialisasi.
3)
Mengkampanyekan
sosialisasi tersebut di media cetak atau media elektronik dan media sosial.
3.
Kegiatan
Puncak
1)
Menaikkan
harga BBM dengan harga yang sekiranya memberatkan konsumen, sehingga mereka
enggan menggunakan kendaraan pribadi yang selama ini menjadi biang kemacetan.
Dengan semakin sedikitnya pengendara yang menkonsumsi BBM tentu juga mengurangi
beban negara karena besarnya konsumsi BBM di Indonesia.
2)
Memperbanyak
moda angkutan umum yang bisa mengangkut banyak orang, seperti MRT (Mass
Rapid Transit), Busway dan yang sejenis dengan fasilitas dan service yang
memadai.
3)
Memberlakukan
sistem jalan berbayar di ibu kota (non tol) seperti yang diterapkan di negara
Meksiko. Maksudnya, seperti jika kita
melewati jalan tersebut secara otomatis kita membayar pada dinas perhubungan.
Jadi setiap kendaraan yang melintasi jalan tersebut secara otomatis akan
terekam dan di scan oleh suatu alat berbayar otomatis yang terletak di
bagiatan atas jalan tersebut.
4)
Membersihkan
para pedagang kaki lima dan yang sejenis dan mengalokasikan mereka ke tempat
yang layak.
5)
Menindak
tegas kendaraan yang parkir sembarangan dengan cara memberikan surat tilang
atau mengempeskan ban kendaraan atau langsung menyita dan membawa kendaraan
tersebut ke kantor polisi sambil menunggu penebusan oleh si pemilik agar menimbulkan
efek jera.
Analisis
1.
Pemerintah
1)
Kelemahan:
tidak memperhatikan keadaan lalu lintas dan transportasi di Indonesia yang
carut-marut, dengan mengizinkan para vendor
mobil meluncurkan ragam mobil murah untuk kelas menengah ke bawah, yang
pada kenyataannya mobil murah tersebut tetap jadi konsumsi kaum menengah ke
atas. Dan juga keengganan pemerintah memperbaiki fasilitas moda transportasi
umum dan meremajakan angkutan umum yang sudah tak layak jalan. Dan yang
terpenting adalah bahwa dengan adanya mobil murah akan semakin menambah beban
konsumsi BBM dalam negeri, padahal pemerintah berusaha mengalihkan konsumsi BBM
ke BBG, tapi nyatanya mereka mendukung kehadiran mobil murah yang masih
menggunakan BBM.
2)
Kelebihan:
kehadiran dan eksport mobil murah menjadi ‘umpan’ para investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia sekaligus menjadi daya tarik bagi negara lain
karena ekspor mobil yang murah dari Indonesia.
2.
Masyarakat
1)
Kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya gaya hidup sederhana dan hemat, dan lebih
memilih gaya hidup konsumtif yang nyatanya tidak pantas untuk negara
berkembang.
2)
Kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga dan merawat lingkungan sekitar.
3)
Kurangnya
kesadaran masyarakat akan peraturan-peraturan lalu lintas.
4)
Kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya memilih moda transportasi umum sebagai
bentuk kerjasama dengan pemerintah dalam menuntaskan masalah kemacetan dan
polusi udara di Indonesia.