Rabu, 01 Mei 2013


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seluruh umat islam telah sepakat bahwa hadits merupakan salah satu sumber ajaran islam yang menempati kedudukan setelah al-Qur’an. Bagi umat islam merupakan keharusan untuk mengikuti hadits sama halnya mengikuti al-Qur’an. Para ulama’ pun tidak mungkin menggali hukum hanya dari salah satunya saja (al-Qur’an atau hadits), tapi mereka mengambil dari keduanya secara bersamaan. Sebagaimana yang termaktub di surat an-Nisa’ ayat 59: “ Hai orang –orang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasulNya dan juga ulil amri (pemimpin) diantara kamu”.
Berbicara soal hadits, ada baiknya kita mengetahui pula apa itu khabar dan atsar, yang keduanya juga berasal dari Rasulullah saw, yang diantara ketiganya memiliki keterkaitan bahkan kesamaan dalam pengertian menurut sebagian Ulama’. Lebih lengkapnya kami akan bahas melalui uraian rinci berikut ini.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat di tarik rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian hadits menurut bahasa dan istilah?
2.      Apa pengertian khabar menurut bahasa dan istilah?
3.      Apa pengertian atsar menurut bahasa dan istilah?
C. Tujuan
Dengan rumusan masalah di atas, didapat tujuan sebagai berikut:
1.      Mengetahui pengertian hadits menurut bahasa dan istilah.
2.      Mengetahui pengertian khabar menurut bahasa dan istilah.
3.      Mengetahui pengertian atsar menurut bahasa dan istilah.



















BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits
a. Hadits Menurut Bahasa
Hadits berasal dari bahasa Arab  الحديث (al hadits) jamaknya adalahالأحاديث  (al ahaadiits). Dari segi bahasa, kata ini memiliki banyak arti, diantaranyaالجديد (al jadiid) yang berarti baru, lawan dari kata القديم (al qadiim) yang berarti lama. Dalam hal ini, semua yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW itu adalah hadits (baru). Sebagai lawan/ kebalikan dari wahyu Allah (kalam Allah) yang bersifat qadim.[1] Pendapat tersebut juga dikemukakan oleh Muhammad ‘Ajjaj al Khathib. Beliau mengatakan hadits berarti sesuatu yang baru.[2]Kemudian arti hadits adalah “qarib” (yang dekat), yang belum lama terjadi seperti dalam ungkapan (baru masuk Islam) حديث العهد بالإسلام , khabar (warta) atau sesuatu yang diperbincangkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Dari makna inilah diambil ungkapan “hadits Rasulullah”.
Hadits yang bermakna khabar ini diambil dari kata haddatsa, yuhadditsu, tahdiits, yang bermakna riwayat atau ikhbar (mengabarkan). Maka jika ada ungkapan حدّثنا بحديث اى اخبرنا بحديث “ia mengabarkan sesuatu khabar kepada kita”.

b. Hadits Menurut Istilah
Hadits menurut pengertian ahli hadits dibagi menjadi dua yaitu pengertian hadits yang terbatas dan pengertian hadits yang luas.

Pengertian hadits yang terbatas adalah :
ما أضيف الى النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم قولا او فعلا او تقريرا او نحوها, “ ialah sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (taqrir) dan yang sebagainya/ semisalnya.
Ta’rif  ini mengandung empat unsur yakni perkataan, perbuatan, pernyataan dan sifat-sifat atau keadaan nabi Muhammad SAW yang lain, yang semuanya hanya disandarkan kepada beliau, tidak termasuk hal-hal yang disandarkan kepada para sahabat dan tabi’in.
             Sementara menurut pengertian hadits yang luas, hadits tidak hanya disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, tetapi juga mencakup perkataan, perbuatan atau taqrir yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in, sehingga dalam hadits ada istilah “marfu’ (yang disandarkan kepada nabi), manqul (yang disandarkan kepada sahabat) dan maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’in).

b.  Hadits menurut pengertian ahli usul yaitu :
اقواله صلّى الله عليه وسلّم و افعاله وتقاريره ممّا يتعلّق به حكم بنا “ segala perkataan, perbuatan dan ketetapan nabi yang bersangkut paut dengan hukum”. Maka menurut mereka, tidak termasuk hadits sesuatu yang tidak bersangkut paut dengan hukum, seperti masalah kebiasaan sehari-hari atau adat istiadat.

c. Macam-Macam Hadits
Ditinjau dari segi nilai sanad, hadits dikelompokkan dalam tiga macam, shohih, hasan, dan dhoif.
Hadits Shohih, yaitu hadits yang cukup sanadnya dari awal  sampai akhir dan oleh orang-orang yang sempurna hafalannya. 
Syarat hadits shohih adalah:
1.      Sanadnya bersambung.
2.      Perawinya adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga kehormatan dirinya (muruah).
3.      Dhobit, yakni memiliki ingatan dan hafalan yang sempurna serta mampu menyampaikan hafalan itu kapan saja dikehendaki; dan
4.      Hadits yang diriwayatkannya tidak bertentangan dengan hadits mutawatir atau dengan ayat al-Qur`an.
Hadits shohih dibagi dua:
1.      Shohih Lizatihi, yakni hadits yang shohih dengan sendirinya tanpa diperkuat dengan keterangan lainnya. Contohnya adalah sabda Nabi Muhammad saw., ``Tangan di atas (yang memberi) lebih baik dari tangan di baivah (yang menerima). `` (HR. Bukhori dan Muslim)
2.      Shohih Lighoirihi, yakni hadits yang keshohihannya diperkuat dengan keterangan lainnya. Contohnya sabda Nabi Muhammad saw., ``Kalau sekiranya tidak terlalu menyusahkan umatku untuk mengerjakannya, maka aku perintahkan bersiwak (gosok gigi) setiap akan sholat.`` (HR. Hasan). Dilihat dari sanadnya, semata-mata hadits Hasan Lizatihi, namun karena dikuatkan dengan riwayat Bukhori, maka jadilah ia shohih lighoirihi.
Hadits Hasan, adalah hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil, namun tidak sempurna hafalannya. Hadits hasan dibagi dua:
1.      Hasan Lizatihi, yakni hadits yang dengan sendirinya dikatakan hasan. Hadits ini ada yang sampai ke tingkat lighoirihi; 
2.      Hasan Lighoirihi, yakni hadits yang derajat hasannya dibantu dengan keterangan lainnya. Contohnya sabda Nabi Muhammad saw., ``Sembelihan bagi bayi hezvan yang berada dalam perut ibunya, cukuplah dengan sembelihan ibunya saja.`` (HR. Tirmidzi, Hakim, dan Darimi).
Hadits Dhoif (lemah) adalah hadits yang tidak memenuhi syarat shohih dan hasan. Contohnya, ’’Barangsiapa berkata kepada orang miskin: ‘bergembiralah’, maka wajib baginya surga”. (HR. Ibnu A’di). Di antara perawi hadits tersebut ialah Abdul Mali bin Harun. Menurut Imam Yahya, ia seorang pendusta. Sedangkan Ibnu Hiban memvonisnya sebagai pemalsu hadits.
Dari segi keterputusan sanad, hadits dhoif terbagi menjadi lima macam:
1.      hadits mursal, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tabi`in dengan menyebutkan ia menerimanya langsung dari Nabi Muhammad saw., padahal tabi`in (generasi setelah sahabat) tidaklah mungkin bertemu dengan nabi.
2.      Hadits munqothi` yaitu hadits yang salah seorang rawinya gugur (tidak disebutkan namanya) tidak saja pada sahabat, namun bisa terjadi pada rawi yang di tengah atau di akhir;
3.      Hadits al-mu`adhdhol, yaitu hadits yang dua orang atau lebih dari perawinya setelah sahabat secara berurutan tidak disebutkan dalam rangkaian sanad;
4.      Hadits mudallas, yaitu hadits yang rawinya meriwayatkan hadits tersebut dari orang yang sezaman dengannya, tetapi tidak menerimanya secara langsung dari yang bersangkutan;
5.      Hadits mu`allal, yaitu hadits yang kelihatannya selamat, tetapi sesungguhnya memiliki cacat yang tersembunyi, baik pada sanad maupun pada matannya.
Ditinjau dari segi lain-lainnya, hadits dhoif terbagi dalam enam macam:
1.      hadits mudhthorib, yaitu hadits yang kemampuan ingatan dan pemahaman periwayatnya kurang;
2.      hadits maqluub, yaitu hadits yang terjadi pembalikan di dalamnya, baik pada sanad, nama periwayat, maupun matannya;
3.      hadits mudho’af, yaitu hadits yang lemah matan dan sanadnya sehingga diperselisihkan oleh para `ulama. Contohnya, ’’asal segala penyakit adalah dingin.’’ (HR. Anas dengan sanad yang lemah)
4.      hadits syaaz, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang shiqoh,namun menyalahi riwayat orang banyak yang thiqoh juga;
5.      hadits mungkar, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang lemah dan riwayatnya berbeda dengan riwayat yang shiqoh;
6.      hadits matruuk, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang dituduh suka  berdusta, nyata kefasikannya, ragu dalam periwayatan, atau pelupa.

B. Khabar
Khabar menurut bahasa ialah “warta berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain”, atau memberitakan, mengabarkan.
Sedangkan khabar menurut istilah ahli hadits adalah “segala bentuk berita, baik yang datang dari nabi, sahabat nabi, maupun tabi’in”.
Melihat definisi di atas,  maka hadits marfu’, hadits mauquf dan hadits maqthu’ bisa disebut dengan khabar. Dan oleh karena itu pula ada yang berpendapat bahwa khabar adalah segala bentuk berita (warta) yang diterima bukan dari nabi SAW saja. Contoh hadits yang berbunyi :
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَآءِ
“Islam itu mulanya asing dan akan kembali asing seperti semula. Maka beruntunglah bagi orang-orang yang asing”.
                        Kalau ditinjau dari definisi bahwa khabar itu mencakup hadits marfu’, maka hadits di atas tadi dianggap khabar, karena meski diriwayatkan oleh imam Muslim dan abi Hurairah r.a, menurut sebagian para ahli hadits, hadits ini dianggap marfu’.

C. Atsar
Adapun atsar menurut bahasa adalah “berkas atau dampak sesuatu”. Atau sesuatu yang diambil, misal doa yang diambil langsung kalimat-kalimatnya dari nabi SAW disebut dengan doa ma’tsur. Contoh doa nabi SAW yang diriwayatkan oleh Annas, r.a :
وعن انس رضي الله عنه قال : كان اكثر دعاء النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم اللّهمّ آتنا فى الدّنيا حسنة و فى الآخرة حسنة وقنا عذاب النّار (متفق عليه )
Dari Anas r.a, ia berkata : doa nabi SAW yang paling banyak (dibaca) adalah “wahai Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”. (HR. Bukhari Muslim).
Sementara pengertian atsar menurut istilah mayoritas ahli hadits sama dengan khabar dan hadits.
Para Fuqaha’ (ahli Fiqih) menggunakan kata atsar untuk ucapan-ucapan sahabat, tabi’iin, ulama’ salaf dan lain-lain.
Ada yang berpendapat bahwa atsar lebih umum daripada khabar, dengan alasan bahwa atsar mencakup segala berita yang datang dari nabi dan lainnya. Sementara khabar ditujukan kepada berita yang datang dari nabi SAW saja.
Dari uraian di atas, untuk membedakan mana yang termasuk hadits/ khabar/ atsar, seseorang harus mengetahui kedudukan sanad yang menyampaikan matan hadits yang dimaksud, apakah ia bersambung sampai nabi SAW atau tidak. Wallaahu a’lam.





























BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Hadits berasal dari bahasa Arab  الحديث (al hadits) jamaknya adalahالأحاديث  (al ahaadiits). Dari segi bahasa, kata ini memiliki banyak arti, diantaranyaالجديد (al jadiid) yang berarti baru, lawan dari kata القديم (al qadiim) yang berarti lama. Dalam hal ini, semua yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW itu adalah hadits (baru). Sedangkan menurut istilah, hadits adalah اقواله صلّى الله عليه وسلّم و افعاله وتقاريره ممّا يتعلّق به حكم بنا “ segala perkataan, perbuatan dan ketetapan nabi yang bersangkut paut dengan hukum”. Khabar menurut bahasa ialah “warta berita yang disampaikan dari seseorang kepada orang lain”, atau memberitakan, mengabarkan.
Sedangkan khabar menurut istilah ahli hadits adalah “segala bentuk berita, baik yang datang dari nabi, sahabat nabi, maupun tabi’in”. Adapun atsar menurut bahasa adalah “berkas atau dampak sesuatu”. Atau sesuatu yang diambil. Sementara pengertian atsar menurut istilah mayoritas ahli hadits sama dengan khabar dan hadits.











DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar