YAYASAN MA’ARIF
SYAIKHONA MOH. CHOLIL
STAI SYAIKHONA MOH. CHOLIL
Prodi : 1. Pendidikan Bahasa
Arab; 2. Ekonomi Syariah; 3. Hukum Pidana Islam
UJIAN AKHIR
SEMESTER
Mata Kuliah:
Filsafat Ilmu
Semester: II
Prodi: Ekonomi Syariah
Sifat: Teks Home
Kriteria: Jawaban Pertanyaan 1-2.
Sebelum
menjawab pertanyaan, disini telah diberikan tambahan, bahwa filsafat ilmu
merupakan kajian atau telaah secara mendalam terhadap hakikat ilmu. Oleh sebab
itu filsafat ilmu ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu
tersebut yang telah digolongkan menjadi beberapa bagian, seperti:
Epistimologi
(Cara Mendapatkan Pengetahuan)
|
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya
pengetahuan yang berupa ilmu?
Bagaimana
prosedurnya?
Hal-hal apa yang
harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan dengan benar?
Apa yang disebut
dengan kebenaran itu sendiri?
Apa kriterianya?
Sarana/cara/teknik
apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
|
Tahapan
Ontologi (hakikat Ilmu)
|
Objek yang telah ditelaah ilmu?
Bagaimana wujud
yang hakiki dari objek tersebut?
Bagaimana hubungan
antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan
mengindera) yang membuahkan pengetahuan?
Bagaimana proses
yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
Bagaimana
prosedurnya?
|
Kedua kategori
pertanyaan tersebut merupakan landasan-landasan ilmu, yakni kelompok pertama
merupakan landasan ontologi, kedua adalah epistemologi dan aksiologi. Berikut
penjelasannya.
1.
Memang
sifat dasar/ kriteria dari sebuah ilmu adalah sifat dimana seseorang tidak
begitu saja percaya pada kebenaran ilmu tersebut. Tidak semua ilmu bisa
dipercaya oleh manusia, hal itu sering dialami oleh orang awam sama sekali,
atau orang yang sudah lama mengenyam ilmu sebelumnya, apalagi mereka yang
sangat fanatik, memegang teguh terhadap sesuatu atau orang yang berfikir
konservatif. [Q1]Sebenarnya ilmu itu
tidak akan sampai pada level atau tingkatan ‘benar’, karena kebenaran itu
sifatnya nisbi, begitupula ilmu, pencapaian kebenaran ilmu paling jauh mungkin
hanya ‘mendekati kebenaran’, namun secara personal, ilmu bisa dianggap ‘benar’
jika sesorang sudah mengenal, percaya, mempelajari, membuktikan dan yakin akan
ilmu tersebut. [Q2]Adapun proses dan
faktor penilaian dalam menentukan kebenaran pada ilmu yang sesuai dengan
kriteria diatas bisa diperoleh dari tiga
komponen, yaitu:
a.
Diri
sendiri
b.
Keluarga,
dan
c.
Lingkungan
Berikut
prosesnya:
a)
Kalau
ditinjau dari faktor diri sendiri (individu), kebenaran ilmu itu bisa diperoleh
(atau) ilmu bisa dikatakan benar jika ada rasa tertarik pribadi dari awal untuk
mempelajarinya dan ia juga akan mantap mengatakan ilmu itu ‘benar’ ketika ia sudah
menguasainya dengan sempurna.
b)
Kedua
dari faktor keluarga, yaitu kepercayaan pada ilmu yang sudah ditanamkan oleh
kedua orang tua sejak kecil, dan penanaman ilmu di keluarga ini terbukti sangat
mempengaruhi bukan hanya di segi lahirnya saja, tapi dari segi batinnya pun
bisa terarah dengan sendirinya karena penanaman ilmu dari orang tua yang sangat
intens, bersifat dini dan kontinu, mengingat pola pikir anak yang masih polos
dan belum memikirkan hal apapun yang menyangkut ilmu.
c)
Ketiga,
adakalanya karena faktor lingkungan sekitar, dimana sebagian besar atau
seluruhnya mempercayai ilmu tersebut, dan (atau) salah satu yang mempercayai
ilmu tersebut ternyata orang yang mereka percaya, sehingga mereka juga ikut
tertarik, bisa dan cepat menyatu dengan alur ilmu tersebut dan akhirnya mereka menyebut
dan yakin bahwa ilmu yang dipelajarinya itu “benar”. [Q3]Dan menurut kami, kriteria itu dianggap benar bila berdasarkan
faktor-faktor tersebut.
(epistemologi:
cara mendapatkan ilmu pengetahuan). [Q4]Dan
yang dimaksud ‘benar’ adalah sesuatu
yang sudah mencapai kesempurnaan, atau sesuatu yang bernilai positif di mata seseorang.
[Q5]Adapun proses pencarian kebenaran
sebuah ilmu dalam filsafat itu yaitu:
a.
Lebih
dahulu memiliki basic teguh
pendirian, mawas diri dan tidak mudah terdoktrin oleh spekulasi orang lain yang
tidak sepemikiran, ini sebagai bekal awal untuk ke tahap selanjutnya.
b.
Interest dan kemauan
untuk mengkaji dan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh dan kontinu.
c.
Pembuktian
ilmu dengan cara observasi, eksperimen, uji coba dan yang sejenisnya, dan yang
terakhir adalah timbulnya keyakinan pada ilmu yang telah dipelajari.
2.
Proses
hakikat ilmu:
[QA]. (tahapan
ontologi: hakikat ilmu) Objek yang ditelaah ilmu dalam filsafat adalah segala
sesuatu yang bisa dirasakan oleh panca indera, yang ada di dalam ruang dan
waktu.
[QB]. (tahapan
ontologi: hakikat ilmu) Wujud hakikinya berupa sesuatu yang hidup dan sesuatu
yang tak hidup. Sesuatu yang hidup yaitu manusia, hewan dan tumbuhan, seperti
perempuan dan laki-laki, pohon-pohon dan berbagai macam hewan seperti sapi,
kelinci dan lain sebagainya, sedangkan yang tak hidup berupa benda-benda yang
mati, artinya sesuatu tidak memiliki sifat dan kriteria sama seperti sesuatu
yang hidup berupa bernafas, bersuara, bergerak, tumbuh dan berkembang biak,
contohnya seperti batu, kertas, dan lain sebagainya.
[QC]. (tahapan epistemologi:
cara mendapatkan ilmu pengetahuan). Objek yang hakiki tadi sangat erat
hubungannya dan memang seharusnya dapat dijangkau daya tangkap manusia, karena
tanpa sesuatu yang bisa ditangkap panca indera, tentu manusia tidak bisa merasakan,
memikirkan, mengembangkan dan membuktikan hasil objek tersebut supaya menjadi
sebuah ilmu penengetahuan yang selanjutnya bisa diaplikasikan dan
disebarluaskan dalam kehidupan.
[QD]. (tahapan
epistemologi: cara mendapatkan ilmu pengetahuan). Dalam perspektif ilmuwan
barat, untuk memperoleh ilmu terdapat tiga faham, yaitu: Empirisme (cara
memperoleh ilmu melalui pengalaman dan penginderaan), Rasionalisme (cara
memperoleh ilmu bersumber dari akal), Fenomenalisme (cara memperoleh ilmu
melalui pengalaman yang dihubungkan dengan akal) dan Insionisme (cara
memperoleh ilmu melalui institusi sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi
yang meliputi sebagian saja yang diberikan oleh analis). Itu semua merupakan
proses awal dari masing-masing faham yang pada akhirnya dibutuhkan pembuktian
secara ilmiah.
[QE]. (tahapan
epistemologi: cara mendapatkan ilmu penegtahuan). Prosedur yang memungkinkan
ditimbanya sebuah ilmu (menurut kitab Ta’limul
Muta’allim):
a.
Memiliki
kecerdasan, walaupun tingkat kecerdasan sesorang berbeda-beda, ini sebagai
bekal utama terserapnya ilmu dengan baik.
b.
Memiliki
interest, semangat atau kemauan.
c.
Memiliki
kesabaran. Karena dalam menuntut ilmu itu memakan waktu yang tidak sebentar,
dan seseorang diharapkan mampu untuk menghilangkan rasa jenuh atau bosan dengan
bersikap sabar dan berpikiran positif untuk menetralisir kebosanan.
d.
Memiliki
budget atau biaya yang memadai.
e.
Perlu
waktu, karena dari semua upaya seseorang dalam menimba ilmu agar mendapatkan
wawasan luas dan mendapat kebenaran baginya tentu semua itu butuh waktu untuk
mendapatkannya, terlebih lagi jika seseorang ingin mendapatkan hasil yang
maksimal.
3.
Filsafat
ilmu adalah cabang filsafat yang memebahas tentang keberadaan ilmu itu sendiri.
Seiring berjalannya waktu, ilmu-ilmu tersebut mulai memisahkan diri dari
filsafat karena faktor kemajuan dan perkembangan ilmu yang pesat. Filsafat
seakan sudah tidak berguna lagi bagi ilmu, dan ilmu sudah terbukti dapat
memecahkan berbagai masalah. Setiap jenis ilmu pasti terdapat filsafatnya,
sehingga jumlah ‘varian’ fisafat ilmu itu sama banyaknya sesuai dengan jenis
ilmu-ilmu yang ada. Ilmu-ilmu tersebut dapat digolongkan menjadi tiga bagian:
a.
Ilmu
deduktif (ilmu-ilmu formal)
b.
Ilmu-ilmu
induktif (ilmu-ilmu empiris)
c.
Ilmu-ilmu
reduktif (sejarah, dsb. ).
Dalam
ilmu ekonomi, kita mengenal dua sistem ekonomi, yaitu:
a.
Ekonomi
konvensional
b.
Ekonomi
syariah
Ekonomi
konvensional adalah sistem ekonomi yang kegiatannya berdasarkan kepada bunga,
sedangkan ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang kegiatannya berdasarkan
pada hukum islam (bagi hasil).
Seperti
yang sudah dijelaskan diatas, bahwa setiap bidang ilmu pasti ada filsafatnya,
tak terkecuali dengan ekonomi syariah. Filsafat ilmu dan ekonomi syariah juga
memiliki korelasi yang jelas, bahwa filsafat ilmu membahas tentang ekonomi
syariah yang hakiki, mulai dari filosofinya, bagaimana kriteria ekonomi syariah,
perbedaan ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional, dan sejarah muncul dan
berkembangnya ekonomi syariah, sedangkan teori yang lebih mendalam tidak
dibahas dalam filsafat ekonomi syariah.