Kamis, 06 Juni 2013

Jawaban Mengenai Hakikat Ilmu Dalam Filsafat

YAYASAN MA’ARIF SYAIKHONA MOH. CHOLIL
STAI SYAIKHONA MOH. CHOLIL
Prodi : 1. Pendidikan Bahasa Arab; 2. Ekonomi Syariah; 3. Hukum Pidana Islam

UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah: Filsafat Ilmu
Semester: II
Prodi: Ekonomi Syariah
Sifat: Teks Home
Kriteria: Jawaban Pertanyaan 1-2.

Sebelum menjawab pertanyaan, disini telah diberikan tambahan, bahwa filsafat ilmu merupakan kajian atau telaah secara mendalam terhadap hakikat ilmu. Oleh sebab itu filsafat ilmu ingin menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu tersebut yang telah digolongkan menjadi beberapa bagian, seperti:
Epistimologi (Cara Mendapatkan Pengetahuan)
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
Bagaimana prosedurnya?
Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan dengan benar?
Apa yang disebut dengan kebenaran itu sendiri?
Apa kriterianya?
Sarana/cara/teknik apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?
Tahapan Ontologi (hakikat Ilmu)
Objek yang telah ditelaah ilmu?
Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut?
Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
Bagaimana prosedurnya?

Kedua kategori pertanyaan tersebut merupakan landasan-landasan ilmu, yakni kelompok pertama merupakan landasan ontologi, kedua adalah epistemologi dan aksiologi. Berikut penjelasannya.
1.      Memang sifat dasar/ kriteria dari sebuah ilmu adalah sifat dimana seseorang tidak begitu saja percaya pada kebenaran ilmu tersebut. Tidak semua ilmu bisa dipercaya oleh manusia, hal itu sering dialami oleh orang awam sama sekali, atau orang yang sudah lama mengenyam ilmu sebelumnya, apalagi mereka yang sangat fanatik, memegang teguh terhadap sesuatu atau orang yang berfikir konservatif. [Q1]Sebenarnya ilmu itu tidak akan sampai pada level atau tingkatan ‘benar’, karena kebenaran itu sifatnya nisbi, begitupula ilmu, pencapaian kebenaran ilmu paling jauh mungkin hanya ‘mendekati kebenaran’, namun secara personal, ilmu bisa dianggap ‘benar’ jika sesorang sudah mengenal, percaya, mempelajari, membuktikan dan yakin akan ilmu tersebut. [Q2]Adapun proses dan faktor penilaian dalam menentukan kebenaran pada ilmu yang sesuai dengan kriteria diatas  bisa diperoleh dari tiga komponen, yaitu:
a.       Diri sendiri
b.      Keluarga, dan
c.       Lingkungan
Berikut prosesnya:
a)      Kalau ditinjau dari faktor diri sendiri (individu), kebenaran ilmu itu bisa diperoleh (atau) ilmu bisa dikatakan benar jika ada rasa tertarik pribadi dari awal untuk mempelajarinya dan ia juga akan mantap mengatakan ilmu itu ‘benar’ ketika ia sudah menguasainya dengan sempurna.
b)      Kedua dari faktor keluarga, yaitu kepercayaan pada ilmu yang sudah ditanamkan oleh kedua orang tua sejak kecil, dan penanaman ilmu di keluarga ini terbukti sangat mempengaruhi bukan hanya di segi lahirnya saja, tapi dari segi batinnya pun bisa terarah dengan sendirinya karena penanaman ilmu dari orang tua yang sangat intens, bersifat dini dan kontinu, mengingat pola pikir anak yang masih polos dan belum memikirkan hal apapun yang menyangkut ilmu.
c)      Ketiga, adakalanya karena faktor lingkungan sekitar, dimana sebagian besar atau seluruhnya mempercayai ilmu tersebut, dan (atau) salah satu yang mempercayai ilmu tersebut ternyata orang yang mereka percaya, sehingga mereka juga ikut tertarik, bisa dan cepat menyatu dengan alur ilmu tersebut dan akhirnya mereka menyebut dan yakin bahwa ilmu yang dipelajarinya itu “benar”. [Q3]Dan menurut kami, kriteria itu dianggap benar bila berdasarkan faktor-faktor tersebut.
(epistemologi: cara mendapatkan ilmu pengetahuan). [Q4]Dan yang dimaksud ‘benar’  adalah sesuatu yang sudah mencapai kesempurnaan, atau sesuatu yang bernilai positif di mata seseorang. [Q5]Adapun proses pencarian kebenaran sebuah ilmu dalam filsafat itu yaitu:
a.       Lebih dahulu memiliki basic teguh pendirian, mawas diri dan tidak mudah terdoktrin oleh spekulasi orang lain yang tidak sepemikiran, ini sebagai bekal awal untuk ke tahap selanjutnya.
b.      Interest dan kemauan untuk mengkaji dan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh dan kontinu.
c.       Pembuktian ilmu dengan cara observasi, eksperimen, uji coba dan yang sejenisnya, dan yang terakhir adalah timbulnya keyakinan pada ilmu yang telah dipelajari.

2.      Proses hakikat ilmu:
[QA]. (tahapan ontologi: hakikat ilmu) Objek yang ditelaah ilmu dalam filsafat adalah segala sesuatu yang bisa dirasakan oleh panca indera, yang ada di dalam ruang dan waktu.
[QB]. (tahapan ontologi: hakikat ilmu) Wujud hakikinya berupa sesuatu yang hidup dan sesuatu yang tak hidup. Sesuatu yang hidup yaitu manusia, hewan dan tumbuhan, seperti perempuan dan laki-laki, pohon-pohon dan berbagai macam hewan seperti sapi, kelinci dan lain sebagainya, sedangkan yang tak hidup berupa benda-benda yang mati, artinya sesuatu tidak memiliki sifat dan kriteria sama seperti sesuatu yang hidup berupa bernafas, bersuara, bergerak, tumbuh dan berkembang biak, contohnya seperti batu, kertas, dan lain sebagainya.
[QC]. (tahapan epistemologi: cara mendapatkan ilmu pengetahuan). Objek yang hakiki tadi sangat erat hubungannya dan memang seharusnya dapat dijangkau daya tangkap manusia, karena tanpa sesuatu yang bisa ditangkap panca indera, tentu manusia tidak bisa merasakan, memikirkan, mengembangkan dan membuktikan hasil objek tersebut supaya menjadi sebuah ilmu penengetahuan yang selanjutnya bisa diaplikasikan dan disebarluaskan dalam kehidupan.
[QD]. (tahapan epistemologi: cara mendapatkan ilmu pengetahuan). Dalam perspektif ilmuwan barat, untuk memperoleh ilmu terdapat tiga faham, yaitu: Empirisme (cara memperoleh ilmu melalui pengalaman dan penginderaan), Rasionalisme (cara memperoleh ilmu bersumber dari akal), Fenomenalisme (cara memperoleh ilmu melalui pengalaman yang dihubungkan dengan akal) dan Insionisme (cara memperoleh ilmu melalui institusi sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi yang meliputi sebagian saja yang diberikan oleh analis). Itu semua merupakan proses awal dari masing-masing faham yang pada akhirnya dibutuhkan pembuktian secara ilmiah.
[QE]. (tahapan epistemologi: cara mendapatkan ilmu penegtahuan). Prosedur yang memungkinkan ditimbanya sebuah ilmu (menurut kitab Ta’limul Muta’allim):
a.       Memiliki kecerdasan, walaupun tingkat kecerdasan sesorang berbeda-beda, ini sebagai bekal utama terserapnya ilmu dengan baik.
b.      Memiliki interest, semangat atau kemauan.
c.       Memiliki kesabaran. Karena dalam menuntut ilmu itu memakan waktu yang tidak sebentar, dan seseorang diharapkan mampu untuk menghilangkan rasa jenuh atau bosan dengan bersikap sabar dan berpikiran positif untuk menetralisir kebosanan.
d.      Memiliki budget atau biaya yang memadai.
e.       Perlu waktu, karena dari semua upaya seseorang dalam menimba ilmu agar mendapatkan wawasan luas dan mendapat kebenaran baginya tentu semua itu butuh waktu untuk mendapatkannya, terlebih lagi jika seseorang ingin mendapatkan hasil yang maksimal.

3.      Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang memebahas tentang keberadaan ilmu itu sendiri. Seiring berjalannya waktu, ilmu-ilmu tersebut mulai memisahkan diri dari filsafat karena faktor kemajuan dan perkembangan ilmu yang pesat. Filsafat seakan sudah tidak berguna lagi bagi ilmu, dan ilmu sudah terbukti dapat memecahkan berbagai masalah. Setiap jenis ilmu pasti terdapat filsafatnya, sehingga jumlah ‘varian’ fisafat ilmu itu sama banyaknya sesuai dengan jenis ilmu-ilmu yang ada. Ilmu-ilmu tersebut dapat digolongkan menjadi tiga bagian:
a.       Ilmu deduktif (ilmu-ilmu formal)
b.      Ilmu-ilmu induktif (ilmu-ilmu empiris)
c.       Ilmu-ilmu reduktif (sejarah, dsb. ).
Dalam ilmu ekonomi, kita mengenal dua sistem ekonomi, yaitu:
a.       Ekonomi konvensional
b.      Ekonomi syariah
Ekonomi konvensional adalah sistem ekonomi yang kegiatannya berdasarkan kepada bunga, sedangkan ekonomi syariah adalah sistem ekonomi yang kegiatannya berdasarkan pada hukum islam (bagi hasil).

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa setiap bidang ilmu pasti ada filsafatnya, tak terkecuali dengan ekonomi syariah. Filsafat ilmu dan ekonomi syariah juga memiliki korelasi yang jelas, bahwa filsafat ilmu membahas tentang ekonomi syariah yang hakiki, mulai dari filosofinya, bagaimana kriteria ekonomi syariah, perbedaan ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional, dan sejarah muncul dan berkembangnya ekonomi syariah, sedangkan teori yang lebih mendalam tidak dibahas dalam filsafat ekonomi syariah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar