Senin, 03 November 2014

Teori Pengambilan Kebijakan



MAKALAH
Teori Pengambilan Kebijakan
Makalah Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Publik
      

DOSEN PEMBIMBING:
A.  Taufiq Buhari, M.EI



DI SUSUN OLEH:
Fitria Amalia Watik
Mulinda

PRODI EKONOMI SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYAIKHONA
MOH. CHOLIL (STAIS) BANGKALAN
2014


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Teori Pengambilan Kebijakan” dengan tepat waktu. Dengan kerja keras yang tinggi dan kekompakan yang merupakan elemen yang sangat penting, kami bahu-membahu menyusunnya.
Di harapkan makalah ini dapat memberikan pengetahuan lebih jelas lagi tentang di dunia pendidikn kepada kita semua. Kami menyadari atas kekurangan dan kesalahan pada pembuatan makalah ini, maka dari itu kami akan membutuhkan kritik dan saran dari teman-teman juga para pembimbing demi kesempurnaan pembuatan makalah kami berikutnya.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunnya makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita, Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb




                                                                              Bangkalan, 26 September 2014
                                                  Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2

1.3 Tujuan................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3

2.1  TEORI PENGAMBILAN KEBIJAKAN.......................................... 3

2.1.1 Kebijakan Publik Sebagai Sebuah Proses Siklus............................ 3

2.1.2 Tahapan-Tahapan Dalam Pembentukan Kebijakan Publik............. 4

BAB III KESIMPULAN.................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 15




BAB I
PENDAHULUAN

1.1       LATAR BELAKANG
Ekonomi Publik merupakan cabang ilmu ekonomi yang menelaah masalah-masalah ekonomi publik (publik dapat diartikan masyarakat, pemerintah atau negara) seperti kebijakan subsidi atau perpajakan, sistem jaminan sosial, pendidikan, kesehatan, ketahanan pangan, kebijakan teknologi, keamanan, dan lain sebagainya.
Dengan studi kebijakan publik berusaha untuk meninjau berbagi teori dan proses yang terjadi dalam kebijakan publik. Dapat dikatakan bahwa kebijakan publik tidak lepas dari proses pembentukan kebijakan itu sendiri. Dengan demikian, salah satu tujuan studi kebijakan publik adalah untuk menganalisis bagaimana tahapan demi tahapan proses pembentukan kebijakan publik tersebut sehingga terwujudlah suatu kebijakan publik tertentu.
Tahapan demi tahapan tersebut terangkum sebagai suatu proses siklus pembuatan kebijakan publik. Setiap tahapan dalam proses pembentukan kebijakan publik mengandung berbagai langkah dan metode yang lebih rinci lagi. Tahapan yang terdapat dalam pembuatan suatu kebijakan publik memiliki berbagai manfaat serta konsekuensi dari adanya proses tersebut, khususnya bagi para aktor pembuat kebijakan publik.
Maka dalam kesempatan ini kami akan mencoba dalam makalah ini menguraikan berbagi tahapan yang terjadi dalam proses siklus perumusan kebijakan publik. Tujuannya adalah untuk memahami berbagai tahapan pembuatan kebijakan publik sehingga mempermudah untuk menganalisis masalah-masalah yang kompleks sehingga dapat dirumuskan ke dalam suatu kebijakan publik.


1.2       Rumusan Masalah
·      Apa yag dimaksud dengan kebijakan publik sebagai sebuah proses siklus?
·      Apa saja tahapan-tahapan dalam pembentukan kebijakan publik?

1.3       Tujuan
·      Untuk mngetahui kebijakan publik sebagai sebuah proses siklus.
·      Untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam pembentukan kebijakan publik.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1      TEORI PENGAMBILAN KEBIJAKAN
2.1.1  Kebijakan Publik Sebagai Sebuah Proses Siklus
Menurut James E. Anderson kebijakan publik adalah sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu[1]. Lebih lanjut dikatakan Anderson ada elemen-elemen penting yang terkandung dalam kebijakan publik antara lain mencakup:
1.      Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.
2.      Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
3.      Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.
4.      Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).
5.      Kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif).
Jadi kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik (orang banyak), umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak.
Sedangkan yang dimaksud dengan siklus yaitu merupakan kegiatan atas sistem yang berjalan dengan tahapan-tahapannya sehingga berulang kembali dan menghasilkan sesuatu. Dengan Siklus kebijakan ini banyak keuntungan yang dapat diambil, salah satunya yaitu membantu membuat kebijakan masyarakat banyak dalam menentukan langkah-langkah strategis-strategis berkaitan dengan apa yang ingin dilakukan dalam sebuah kebijakan publik. Siklus kebijakan penting untuk dipahami dan dimengerti dengan baik semakin baik pemahaman terhadap siklus kebijakan maka akan semakin lengkaplah kerangka pikir seseorang terhadap sebuah kebijakan publik .Siklus kebijakan meliputi identifikasi isu, analisis kebijakan, instrumen, kebijakan, konsultasi, koordinasi, keputusan, implementasi, evaluasi, dan umpan balik[2].

2.1.2  Tahapan-Tahapan dalam Pembentukan Kebijakan Publik
1). Tahap Problem Identification (Identifikasi Masalah):
a)   Identifikasi Masalah dan Kebutuhan:  Tahap pertama dalam perumusan kebijakan sosial adalah mengumpulkan data mengenai permasalahan sosial yang dialami masyarakat dan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi.
b)   Analisis Masalah dan Kebutuhan: Tahap berikutnya adalah mengolah, memilah dan memilih data mengenai masalah dan kebutuhan masyarakat yang selanjutnya dianalisis dan ditransformasikan ke dalam laporan yang terorganisasi. Informasi yang perlu diketahui antara lain: apa penyebab masalah dan apa kebutuhan masyarakat? Dampak apa yang mungkin timbul apabila masalah tidak dipecahkan dan kebutuhan tidak dipenuhi? Siapa dan kelompok mana yang terkena masalah?
c)    Penginformasian Rencana Kebijakan: Berdasarkan laporan hasil analisis disusunlah rencana kebijakan. Rencana ini kemudian disampaikan kepada berbagai sub-sistem masyarakat yang terkait dengan isu-isu kebijakan sosial untuk memperoleh masukan dan tanggapan. Rencana ini dapat pula diajukan kepada lembaga-lembaga perwakilan rakyat untuk dibahas dan disetujui.
d)   Perumusan Tujuan Kebijakan: Setelah mendapat berbagai saran dari masyarakat dilakukanlah berbagai diskusi dan pembahasan untuk memperoleh alternatif-alternatif kebijakan. Beberapa alternatif kemudian dianalisis kembali dan dipertajam menjadi tujuan-tujuan kebijakan.
e)    Pemilihan Model Kebijakan: Pemilihan model kebijakan dilakukan terutama untuk menentukan pendekatan, metode dan strategi yang paling efektif dan efisien mencapai tujuan-tujuan kebijakan. Pemilihan model ini juga dimaksudkan untuk memperoleh basis ilmiah dan prinsip-prinsip kebijakan sosial yang logis, sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan.
f)     Penentuan Indikator Sosial: Agar pencapaian tujuan dan pemilihan model kebijakan dapat terukur secara objektif, maka perlu dirumuskan indikator-indikator sosial yang berfungsi sebagai acuan, ukuran atau standar bagi rencana tindak dan hasil-hasil yang akan dicapai.
g)    Membangun Dukungan dan Legitimasi Publik: Tugas pada tahap ini adalah menginformasikan kembali rencana kebijakan yang telah disempurnakan. Selanjutnya melibatkan berbagai pihak yang relevan dengan kebijakan, melakukan lobi, negosiasi dan koalisi dengan berbagai kelompok-kelompok masyarakat agar tercapai konsensus dan   kesepakatan mengenai kebijakan sosial yang akan diterapkan.
Suatu masalah sebelum masuk ke dalam agenda kebijakan, masalah tersebut menjadi isu terlebih dahulu. Isu, dalam hal isu kebijakan, tidak hanya mengandung ketidaksepakatan mengenai arah tindakan aktual dan potensial, tetapi juga mencerminkan pertentangan pandangan mengenai sifat masalah itu sendiri. Dengan demikian, isu kebijakan merupakan hasil dari perdebatan definisi, eksplanasi dan evaluasi masalah.
Isu ini akan menjadi embrio awal bagi munculnya masalah-masalah publik dan bila masalah tersebut mendapat perhatian yang memadai, maka ia akan masuk ke dalam agenda kebijakan. Namun demikian, karena pada dasarnya masalah-masalah kebijakan mencakup dimensi yang luas maka suatu isu tidak akan secara otomatis bisa masuk ke agenda kebijakan. Isu-isu yang beredar akan bersaing satu sama lain untuk mendapatkan perhatian dari para elit politik sehingga isu yang mereka perjuangkan dapat masuk ke agenda kebijakan.
Agenda kebijakan adalah tuntutan-tuntutan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa terdorong untuk melakukan tindakan tertentu. Dengan demikian, maka agenda kebijakan dapat dibedakan dari tuntutan-tuntutan politik secara umum serta dengan istilah “prioritas” yang biasanya dimaksudkan untuk merujuk pada susunan pokok-pokok agenda dengan pertimbangan bahwa suatu agenda lebih penting dibandingkan dengan agenda lain.
Lester dan Stewart menyatakan bahwa suatu isu akan mendapat perhatian bila memenuhi  beberapa kriteria, yakni:
a.       Bila suatu isu telah melampaui proporsi suatu krisis dan tidak dapat terlalu lama didiamkan.
b.      Suatu isu akan mendapat perhatian bila isu tersebut memiliki sifat partikularitas, dimana isu tersebut menunjukkan dan mendramatisir isu yang lebih besar. Misalnya, isu mengenai kebocoran lapisan ozon dan pemanasan global.
c.       Mempunyai aspek emosional dan mendapat perhatian media massa karena faktor human interest.
d.      Mendorong munculnya pertanyaan menyangkut kekuasaan dan legitimasi, dan masyarakat.
e.       Isu tersebut sedang menjadi trend atau sedang diminati oleh banyak orang.
Kepemimpinan politik merupakan faktor penting dalam penyusunan agenda kebijakan. Para pemimpin politik, apakah dimotivasi oleh pertimbangan-pertimbangan keuntungan politik, kepentingan publik, maupun kedua-duanya, mungkin menanggapi masalah-masalah tertentu, menyebarluaskannya dan mengusulkan penyelesaian terhadap masalah-masalah tersebut. Dalam kaitan ini, eksekutif  yaitu Presiden dan legislatif  yaitu DPR mempunyai peran utama dalam politik dan pemerintahan untuk menyusun agenda publik.
Jenis-jenis Agenda Kebijakan Roger W. Cobb dan Charles D. Elder mengidentifikasi dua macam agenda pokok, yaitu:
                         i.          Agenda sistematik: Terdiri dari semua isu yang menurut pandangan anggota-anggota masyarakat politik pantas mendapat perhatian publik dan mencakup masalah-masalah yang berada dalam yurisdiksi wewenang pemerintah yang secara sah ada. Agenda ini terdapat dalam setiap sistem politik di tingkat nasionanl dan di daerah. Agenda sistematik pada dasarnya merupakan agenda pembahasan. Tindakan mengenai suatu masalah hanya akan ada apabila masalah tersebut di ajukan kepada lembaga pemerintah dengan suatu kewenangan untuk mengambil tindakan yang pantas.
                        ii.          Agenda lembaga atau pemerintah: Terdiri dari masalah-masalah yang mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari pejabat pemerintah. Karena terdapat bermacam-macam pokok agenda yang membutuhkan keputusan-keputusan kebijakan maka terdapat pula banyak agenda lembaga. Agenda lembaga merupakan agenda tindakan yang memiliki sifat lebih khusus dan lebih konkret bila dibandingkan dengan agenda sistematik.

2). Tahap Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)
Formulasi kebijakan mengisyaratkan diperlukannya tindakan yang lebih teknis dengan cara menerapkan metode penelitian guna mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk merumuskan permasalahan kebijakan dan mencari berbagai alternatif solusi kebijakan.
Metode Formulasi:
1.     Rasional, Langkah-langkah dalam model rasional:
a.    Pengambil kebijakan dihadapkan pada suatu masalah
b.    Tujuan dan nilai-nilai yang ingin dicapai dapat dirangking
c.    Alternatif kebijakan untuk mengatasi masalah dirumuskan
d.    Analisa biaya dan manfaat dilakukan untuk masing-masing alternatif
e.    Membandingkan masing-masing alternatif
f.      Memilih alternatif yang terbaik
2.    Inkremental/tambal sulam (berdasarkan kebijakan/keputusan yang sudah ada kemudian diperbaiki/disempurnakan untuk memecahkan masalah yang baru tersebut).
Proses legitimasi kebijakan publik dilakukan setelah dilakukan formulasi kebijakan. Legitimasi  adalah proses pengesahan suatu keputusan menjadi sebuah undang-undang dan hukum tertulis lainnya.
Bentuk-bentuk legitimasi kebijakan publik antara lain:
a)         UNDANG-UNDANG , Undang-undang merupakan peraturan tinggi setelah undang-undang dasar yang diangkat sebagai konstitusi negara Indonesia. Undang-undang mengatur urusan-urusan yang bersifat spesifik. Misalnya masalah pertanian, lalu lintas, pemasaran, dan lain sebagainya.
b)        PERPU (peraturan pemerintah pengganti Undang-undang), Perpu baru bisa diputusan oleh presiden disaat yang genting. Misalnya dalam hal penanganan masalah bencana alam ataupun perang. Sebab harus dibahas DPR pada kesempatan pertama untuk dijadikan UU. Dalam konteks ini, DPR cuma punya dua pilihan: menolak atau menyetujui.
c)         PP, peraturan pemerintah diterbitkan untuk memberikan penjelasan terhadap undang-uandang agar tidak terjadi salah tafsir bagi masing-masing penafsir kebijakan.
d)        PERATURAN PRESIDEN, peraturan presiden merupakan peraturan yang dikeluarkan oleh presiden untuk menajalankan implementasi kebijakan kepada pemerintahan.
e)         PERATURAN DAERAH, Peraturan Daerah adalah Naskah Dinas yang berbentuk peraturan perundang-undangan, yang mengatur urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan atau untuk mewujudkan kebijaksanaan baru, melaksanakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan menetapkan sesuatu organisasi dalam lingkungan Pemerintah daerah yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3).  Tahap Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)
Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program dilaksanakan. Implementasi kebijakan tidak hanya melibatkan instansi yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial.
Implikasi sebuah kebijakan merupakan tindakan sistematis dari pengorganisasian, penerjemahan dan aplikasi. Berikut ini merupakan tahapan-tahapan operasional implementasi sebuah kebijakan:
a)    Tahapan intepretasi, tahapan ini merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang bersifat abstrak dan sangat umum ke dalam kebijakan atau tindakan yang lebih bersifat manajerial dan operasional. Kebijakan abstrak biasanya tertuang dalam bentuk peraturan perundangan yang dibuat oleh lembaga eksekutif dan legislatif, bisa berbentuk perda ataupun undang-undang. Kebijakan manajerial biasanya tertuang dalam bentuk keputusan eksekutif yang bisa berupa peraturan presiden maupun keputusan kepala daerah, sedangkan kebijakan operasional berupa keputusan pejabat pemerintahan bisa berupa keputusan/peraturan menteri ataupun keputusan kepala dinas terkait.
b)   Tahapan pengorganisasian, kegiatan pertama tahap ini adalah penentuan pelaksana kebijakan (policy implementor) yang setidaknya dapat diidentifikasikan sebagai berikut: instansi pemerintah (baik pusat maupun daerah); sektor swasta; LSM maupun komponen masyarakat. Setelah pelaksana kebijakan ditetapkan; maka dilakukan penentuan prosedur tetap kebijakan yang berfungsi sebagai pedoman, petunjuk dan referensi bagi pelaksana dan sebagai pencegah terjadinya kesalahpahaman saat para pelaksana tersebut menghadapi masalah. Prosedur tetap tersebut terdiri atas prosedur operasi standar (SOP) atau standar pelayanan minimal (SPM). Langkah berikutnya adalah penentuan besaran anggaran biaya dan sumber pembiayaan. Sumber pembiayaan bisa diperoleh dari sektor pemerintah (APBN/APBD) maupun sektor lain (swasta atau masyarakat). Selain itu juga diperlukan penentuan peralatan dan fasilitas yang diperlukan, sebab peralatan tersebut akan berperan penting dalam menentukan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kebijakan. Langkah selanjutnya – penetapan manajemen pelaksana kebijakan – diwujudkan dalam penentuan pola kepemimpinan dan koordinasi pelaksanaan, dalam hal ini penentuan focal point pelaksana kebijakan. Setelah itu, jadwal pelaksanaan implementasi kebijakan segera disusun untuk memperjelas hitungan waktu dan sebagai salah satu alat penentu efisiensi implementasi sebuah kebijakan.
c)    Tahapan implikasi, tindakan dalam tahap ini adalah perwujudan masing-masing tahapan yang telah dilaksanakan sebelumnya.
Dalam proses implementasi sebuah kebijakan, para ahli mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi sebuah kebijakan. Dari kumpulan faktor tersebut bisa kita tarik benang merah faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan publik. Faktor-faktor tersebut adalah:
a.         Isi atau content kebijakan tersebut, kebijakan yang baik dari sisi content setidaknya mempunyai sifat jelas, tidak distorsif, didukung oleh dasar teori yang teruji, mudah dikomunikasikan ke kelompok target, didukung oleh sumberdaya baik manusia maupun finansial yang baik.
b.         Implementator dan kelompok target, pelaksanaan implementasi kebijakan tergantung pada badan pelaksana kebijakan (implementator) dan kelompok target (target groups). Implementator harus mempunyai kompetensi, komitmen dan konsistensi untuk melaksanakan sebuah kebijakan sesuai dengan arahan dari penentu kebijakan (policy makers), selain itu, kelompok target yang terdidik dan relatif homogen akan lebih mudah menerima sebuah kebijakan daripada kelompok yang tertutup, tradisional dan heterogen.
c.         Lingkungan, keadaan sosial-ekonomi, politik, dukungan publik maupun kultur populasi tempat sebuah kebijakan diimplementasikan juga akan mempengaruhi keberhasilan kebijakan publik. Kondisi sosial-ekonomi sebuah masyarakat yang maju, sistem politik yang stabil dan demokratis, dukungan baik dari konstituen maupun elit penguasa, dan budaya keseharian masyarakat yang mendukung akan mempermudah implementasi sebuah kebijakan.
1). Implementasi Sistem Rasional (Top-Down), menurut Parsons, model  implementasi inilah yang paling pertama muncul, model rasional ini berisi gagasan bahwa implementasi adalah menjadikan orang melakukan apa-apa yang diperintahkan dan mengontrol urutan tahapan dalam sebuah sistem. Pendekatan yang bersifat top-down ini mengasumsikan bahwa apa yang sudah diputuskan (policy) adalah alternatif terbaik, dan agar mencapai hasil maka kontrol administrasi dalam pengimplementasiannya adalah hal mutlak. Ciri dari pendekatan ini adalah memandang proses pembuatan kebijakan sebagai suatu proses yang berlangsung secara rasional dan implementasi adalah melaksanakan tujuan yang telah dipilih tersebut dengan menentukan tindakan-tindakan rasional untuk mencapai tujuan tersebut. Pendekatan ini juga mengasumsikan bahwa setiap kegagalan kebijakan dalam mencapai dampak yang diinginkan, harus dicari faktor-faktornya dari kegagalan proses implementasi membangun mata-rantai hubungan sebab-akibat agar kebijakan bisa berdampak[3].
2).   Implementasi Kebijakan Bottom Up, Model implementasi dengan pendekatan bottom up muncul sebagai kritik terhadap model pendekatan rasional (top down). Menurut Smith dalam Islami, implementasi kebijakan dipandang sebagai suatu proses atau alur. Model Smith ini memandang proses implementasi kebijakan dari proses kebijakan dari perspektif perubahan sosial dan politik, dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran. 
4). Tahap Policy Evaluation (Evaluasi Kebijakan)
Evaluasi Kebijakan dilakukan karena pada dasarnya setiap kebijakan negara ( public policy ) mengandung resiko untuk mengalami kegagalan. Adapun adanya penyebab dari kegagalan suatu kebijakan ( policy failure ) dapat dibagi menjadi 2 katagori, yaitu : (1) karena “non implementation” ( tidak terimplementasi ), dan (2) karena “unsuccessful” (implementasi yang tidak berhasil), tidak terimplementasikannya suatu kebijakan itu berarti bahwa kebijakan itu tidak dilaksanakan sesuai dengan di rencanakan. Sedangkan implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi bila suatu kebijakan tertentu telah dilaksanakan sudah sesuai rencana, dengan mengingat kondisi eksternal ternyata sangat tidak menguntungkan, maka kebijakan tersebut tidak dapat berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang telah dikehendaki.
Adapun telaah mengenai dampak atau evaluasi kebijakan adalah, dimaksudkan untuk mengkaji akibat-akibat dari suatu kebijakan atau dengan kata lain untuk mencari jawaban apa yang terjadi sebagai akibat dari pada “implementasi kebijakan”. Dengan demikian, secara singkat analisis dampak kebijakan “menggaris bawahi” pada masalah what policy causes sebagai lawan dari kajian what causes policy. Konsep evaluasi dampak yang mempunyai arti sama dengan konsep kebijakan yang telah disebutkan diatas.
Evaluasi Kebijakan adalah merupakan suatu aktivitas untuk melakukan penilaian terhadap akibat-akibat atau dampak kebijakan dari berbagai program-program pemerintah. Pada studi evaluasi kebijakan telah dibedakan antara “policy impact / outcome dan policy output. “Policy Impact / outcome ” adalah akibat-akibat dan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan dengan dilaksanakannya suatu kebijakan. Adapun yang dimaksud dengan “Policy output” ialah dari apa yang telah dihasilkan dengan adanya program proses perumusan kebijakan pemerintah[4]. Dari pengertian tersebut maka dampak mengacu pada adanya perubahan-perubahan terjadi yang di akibatkan oleh suatu implementasi kebijakan. Dampak kebijakan disini tidak lain adalah seluruh dari dampak pada kondisi “dunia -nyata”.

 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar